NovelToon NovelToon
Transmigrasi Ke Tubuh Selir Yang Tak Di Anggap

Transmigrasi Ke Tubuh Selir Yang Tak Di Anggap

Status: tamat
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Tamat
Popularitas:117.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Sila, seorang gadis karier dari dunia modern yang tajam lidah tapi berhati lembut, terbangun suatu pagi bukan di apartemennya, melainkan di sebuah istana mewah penuh hiasan emas dan para pelayan bersujud di depannya—eh, bukan karena hormat, tapi karena mereka kira dia sudah gila!

Ternyata, Sila telah transmigrasi ke tubuh seorang selir rendahan bernama Mei Lian, yang posisinya di istana begitu... tak dianggap, sampai-sampai namanya pun tidak pernah disebut dalam daftar selir resmi. Parahnya lagi, istana tempat ia tinggal terletak di sudut belakang yang lebih mirip gudang istana daripada paviliun selir.

Namun, Sila bukan wanita yang mudah menyerah. Dengan modal logika zaman modern, kepintarannya, serta lidah tajamnya yang bisa menusuk tanpa harus bicara kasar, ia mulai menata ulang hidup Mei Lian dengan gaya “CEO ala selir buangan”.

Dari membuat masker lumpur untuk para selir berjerawat, membuka jasa konsultasi percintaan rahasia untuk para kasim.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Tiga tahun telah berlalu sejak kelahiran Pangeran Rui Feng dan Putri Lang Yue, dan seisi istana kini hidup dalam ritme yang baru lebih ceria, lebih sibuk, tapi juga lebih hidup dari sebelumnya.

Pangeran kecil Rui Feng tumbuh sebagai bayi tenang yang senang memperhatikan. Kadang saat semua orang sibuk membahas laporan, ia duduk manis di pangkuan Kaisar Liang Xu, menatap seakan mengerti seluruh percakapan.

Sedangkan Lang Yue, sang adik, lincah dan penuh rasa ingin tahu. Ia sering terlihat memegang gulungan bambu dan menunjuk huruf-huruf di sana, meski belum bisa membaca dengan benar.

Namun, kedua anak ini punya satu kesamaan, mereka luar biasa cerdas, cepat tanggap, dan... sangat sopan.

“Telima tasih, Bibi Pelayan,” ucap Lang Yue kecil sambil membungkuk pelan setelah dibantu memakai sepatu.

“Maaf, Dede Penawal,” ujar Rui Feng lembut saat tak sengaja menabrak lutut seorang penjaga.

Setiap kali mereka bertingkah lucu, bukan karena mereka nakal, tapi karena kepolosan mereka menyentuh hati.

Hari itu, Mei Lin sedang mendengar laporan tentang panen musim gugur yang terlambat.

“Kami kekurangan tenaga, Paduka,” lapor Menteri Pertanian. “Bila tidak segera dibantu, hasil tahun ini bisa menurun.”

Sebelum Mei Lin sempat menjawab, langkah-langkah kecil terdengar dari pintu.

Rui Feng masuk pelan, lalu membungkuk kecil. “Ibu... boleh bicala?”

Liang Xu tersenyum bangga dari sisi ruangan. “Silakan, Pangeran kecil.”

Rui Feng menunjuk ke gambar ladang di peta. “talau musim hujan telambat, tita bisa kilim alat dari bengkel istana yang biasa dipatai untuk menimba ail di kolam.”

Semua orang terdiam.

Lang Yue yang datang menyusul, ikut menyahut polos, “Dan atu bisa bantu ajat teman-teman belmain sambil petit padi. Nanti tami nyanyi, bial tidat bosan.”

Mei Lin tertawa lembut. “Kalau semua rakyat seceria kalian, kekaisaran ini akan damai selamanya.”

 

Tamu dari Negeri Bai

Kabar kedatangan Pangeran Ke Yan dari negeri Bai menyebar cepat. Ia adalah anak Kaisar Bai Xu, dan dikenal sebagai pangeran muda cerdas, tapi... sedikit terlalu percaya diri.

Saat ia tiba di istana, Ke Yan langsung mencari kedua anak Mei Lin.

“Aku ingin melihat bayi yang katanya luar biasa itu,” ujarnya, setengah meremehkan.

Namun saat melihat Rui Feng membetulkan posisi peta dan Lang Yue membantu seorang dayang menata bunga, ekspresi Ke Yan berubah.

Malam harinya, ia berusaha menyelinap ke dapur kekaisaran. Bukan untuk mencuri, melainkan karena penasaran.

“Apakah benar... bubur susu di sini bisa membuat anak-anak jadi seperti mereka?” bisiknya pada pengawal.

Tapi langkahnya dihentikan oleh Si Tang.

“Di sini kami tidak mencuri. Kami belajar bersama.”

Pangeran Ke Yan menunduk malu.

Sekolah Kecil Kekaisaran

Dari kejadian itu, Mei Lin dan Kaisar Liang Xu mendapat ide.

“Mari kita buat tempat belajar untuk anak-anak dari semua kalangan,” usul Mei Lin. “Tak harus pintar... asal ingin tahu, kita ajarkan.”

Sekolah kecil itu dibangun di taman istana belakang. Rui Feng dan Lang Yue adalah murid pertamanya.

Rui Feng sering membantu anak-anak lain yang kesulitan menghitung batu, sementara Lang Yue mengajari mereka lagu rakyat sambil menari di atas rumput.

“talau jatuh, tita banun. talau salah, tita ulang,” katanya pelan saat seorang anak menangis karena menggambar huruf terbalik.

Dan Mei Lin, melihat itu semua dari balik tirai, hanya bisa menatap haru.

Rakyat kekaisaran tidak hanya mengenal Pangeran Rui Feng dan Putri Lang Yue sebagai anak Kaisar dan Permaisuri.

Mereka dikenal sebagai anak-anak yang santun, bijak, dan penuh rasa sayang.

Bukan karena gelar mereka.

Tapi karena ajaran yang diwariskan ibunya:

“Jadilah cahaya. Tapi jangan pernah menyilaukan siapa pun.”

Dan cahaya itu kini menyinari seluruh kekaisaran.

...----------------...

Langit istana hari itu cerah. Burung-burung pipit beterbangan di atas taman kerajaan, dan angin sepoi membawa aroma manis dari bunga peony yang sedang mekar. Suasana tampak meriah karena pagi itu adalah Festival Musim Mekar, perayaan pertama bagi si kembar kekaisaran: Rui Feng dan Lang Yue.

Mei Lin sibuk membenahi topi kecil dengan hiasan bunga di kepala putrinya, sementara pelayan istana tertawa pelan melihat bagaimana Rui Feng berusaha keras mengenakan sepatu sendiri, walau masih sering terbalik kiri dan kanan.

“Kamu mau bantu Ibu, Feng’er?” tanya Mei Lin, sambil berjongkok.

Anak kecil itu mengangguk dengan wajah serius lalu menunjuk sepatu dan berkata bangga, “Sepu... pas!”

Mei Lin tertawa pelan. “Iya, iya... pas... walau kaki kiri kamu masuk ke sepatu kanan.”

Lang Yue di sisi lain sibuk memegang bunga melati dan mencoba menempelkannya ke kepala ayahnya, Kaisar Liang Xu, yang duduk di sebelah mereka dengan sabar.

“Ini... uat Ayah!” katanya dengan suara cadel, sembari mendorong bunga ke rambut sang kaisar.

Liang Xu menerima pemberian itu dengan senyum yang sangat jarang terlihat di medan perang atau ruang tahta. “Terima kasih, Putriku. Ayah jadi wangi.”

Lang Yue tersenyum lebar, lalu tiba-tiba memeluk kaki ayahnya sambil bergumam, “Ayaa sayaaaang...”

Kaisar yang biasanya dingin pun tak kuasa menahan senyum lebar yang begitu lembut.

Di taman belakang, festival dimulai. Ada parade kecil, balon kain, dan pertunjukan boneka dari rakyat yang diundang. Mei Lin duduk bersama ibu suri dan beberapa pejabat wanita, sambil memangku Lang Yue yang masih mengemut permen jahenya.

Rui Feng sibuk mengejar kelinci hias yang dibiarkan berlarian di halaman. Ia terjatuh, bangkit lagi, lalu tertawa-tawa sendiri seperti prajurit kecil yang tidak takut luka.

“Aduh... baju pangeran Feng’er kotor semua,” ujar pelayan panik.

Mei Lin hanya tertawa. “Biarkan saja. Biar dia tahu kalau kain bisa dicuci, tapi semangat itu harus dijaga.”

Lang Yue lalu menarik-narik lengan ibunya, lalu menunjuk ke arah buah plum.

“Mau... puum...” katanya cadel.

Mei Lin mengambilnya, mengupas pelan, lalu menyuapkan pada si kecil.

“Nanti Yue besar, jadi apa?” tanya ibu suri sambil tersenyum.

“Lima adun...!” sahut Yue bersemangat.

“Lima adun apa?” tanya semua bingung.

Mei Lin tertawa. “Mungkin maksudnya panglima agung...”

“Wah, ini baru putri kekaisaran,” kata ibu suri sambil memekik kecil, lalu tertawa haru.

Hari itu berjalan damai. Tidak ada intrik, tidak ada perkelahian antar selir seperti dahulu. Semua perhatian kini tertuju pada dua bocah kecil yang mulai mencuri hati rakyat dan para bangsawan.

Rui Feng menyeret boneka singa-singa kayu ke dekat ayahnya dan berkata pelan, “Ayah... main... baleng.”

Liang Xu, meski mengenakan jubah kaisar, langsung berjongkok dan memegang satu boneka. Ia menirukan suara singa. “Aum... siapa takut!”

Rui Feng tertawa sampai guling-guling di tikar taman.

Lang Yue, tak mau kalah, lalu memukul-mukul tangannya ke udara dan berteriak, “Aku... aum juga!”

Dan di antara tawa, bunga-bunga, dan cahaya matahari pagi itu...

Mei Lin hanya duduk bersandar di bahu Ibu suri Wajahnya bahagia, matanya berbinar. Tak perlu permata atau mahkota tambahan. Harta sejatinya kini bermain di rumput, menertawakan kupu-kupu, dan menyebutnya “Ibu” dengan suara cadel.

Dan rakyat pun berkata, “Mereka bukan hanya keluarga kekaisaran... tapi keluarga yang benar-benar punya hati.”

Bersambung

1
kurnia rahayu
👍👍👍💪💪💪
mong air
sesuai untuk bacaan santai2...tiada intrik berat..
myukai pwatakan Pemaisuri mei lin.jarang2 sbegitu..Author,,tbaik..😚
Asihfitr
endingnya mei lin hamil LG brarti anaknya 5 tp blm melahirkan udh end
Asihfitr
endingnya mei lin hamil LG brarti anaknya 5 tp blm melahirkan udh end
Hastin71
sayang kalau di lewatkan setiap episodenya...ceritanya pembelajaran sekali,Thor
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 👍👍👍👏👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒐𝒌 𝒂𝒏𝒆𝒉 𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒏 𝒚𝒈 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒊𝒕𝒖 𝑹𝒖𝒆 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒕𝒑 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒋𝒅 𝒀𝒖𝒏 𝒁𝒉𝒊 𝒅𝒏 𝒅𝒖𝒂"𝒏𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏 𝒕𝒓𝒖𝒔 𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒓 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂 𝒋𝒈 𝒈𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒊 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒊𝒏 𝒌𝒂𝒊𝒔𝒂𝒓 𝒕𝒆𝒓𝒅𝒂𝒉𝒖𝒍𝒖 𝒕𝒑 𝒌𝒐𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒋𝒖𝒋𝒖𝒓 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒔𝒌𝒓𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒈𝒂𝒌 𝒏𝒚𝒂𝒎𝒃𝒖𝒏𝒈 𝒅𝒓 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂 𝒑𝒅𝒉𝒍 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒅𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒓𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒑𝒂𝒔 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒋𝒅 𝒃𝒊𝒌𝒊𝒏 𝒂𝒎𝒃𝒚𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒉 𝒃𝒂𝒄𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 𝒉𝒓𝒔 𝒂𝒏𝒋𝒍𝒐𝒌 𝒈𝒂𝒓𝒂" 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈 𝒚𝒈 𝒌𝒂𝒄𝒂𝒖 🤦‍♀️🤦‍♀️😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝑳𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒊𝒏 𝑹𝒖𝒆 𝑭𝒆𝒏𝒈
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖 𝒏𝒊𝒉 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑱𝒊 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒋𝒅 𝒎𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒏𝒊𝒉 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒍 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑 𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒃𝒐𝒅𝒐𝒉 😒😒
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒃𝒆𝒏𝒆𝒓" 𝒚𝒂 😄😄
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒌𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒚𝒈 𝒌𝒂𝒌𝒂𝒌 𝒊𝒕𝒖 𝑹𝒖𝒊 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒚𝒂 𝒌𝒐𝒌 𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒊𝒏𝒊 𝒚𝒈 𝒌𝒂𝒌𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒉 𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 🤔😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒊𝒓𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒓𝒊𝒑𝒍𝒆𝒕 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒏𝒚𝒂 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒓 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒚𝒂 😄😄
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒍𝒈 𝒏𝒊𝒉 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒄𝒊𝒓𝒊 𝒌𝒉𝒂𝒔𝒏𝒚𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒑𝒊𝒏𝒕𝒂𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑹𝒖𝒊 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝑳𝒊𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒊𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 👍👍👏👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!