Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 23
Fabian tetap asyik berbincang dengan teman-temannya, sedang Febi lebih banyak diam, sesekali menjawab pertanyaan dari teman- teman Fabian. Mereka ingin tahu bagaimana Febi dan Fabian bisa berkenalan, berapa lama pacarannya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya seputar hubungan mereka sebelum menikah.
Febi memilih sedikit berbohong untuk menjawab ke-kepoan mereka, karena tak mungkin jujur jika mereka menikah dengan terpaksa, Fabian menggantikan anaknya menikah dengan Febi.
Waktu terus beranjak malam, Fabian melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya,
"Sorry semuanya, kami pamit duluan ya, masih ada tempat yang harus didatangi nih,," perkataan Fabian membuat hati Febi senang, karena akan terbebas dari situasi yang membuatnya tak nyaman.
Apalagi melihat sorot mata salah satu teman wanita Fabian yang bernama Mutia, yang sejak tadi terus melihat tajam ke arahnya.
"Have fun semuanya ya! gue duluan," Fabian pamit kepada semua temannya setelah membayar semua tagihannya beserta tagihan teman-temannya.
Fabian kembali mengajak Febi berjalan ke arah barat dari Pasar Ceplak. Tangan Fabian tetap tak lepas dari pundak Febi. Tak jauh dari sana, ada sebuah toserba yang cukup besar. Fabian hendak membelikan Febi pakaian dan kebutuhan lainnya.
"Lho, ngapain kita ke sini, Om?"
"Belanja," Fabian hanya menjawab singkat.
Fabian menarik Febi menaiki tangga eskalator menuju lantai dua yang menyediakan pakaian wanita.
"Ayo kamu pilih yang kamu suka, sekalian kebutuhan lainnya!"
Febi menatap heran ke arah suaminya.
"Perlu aku pilihin?"
"Kenapa beli baju, Om? Baju yang dibeli mamah dan ibu juga ada yang belum semua dipakai."
"Itu kan baju pilihan mamah sama ibu, sekarang kamu pilih yang kamu suka!"
"Beneran nih, Om? aku suka khilaf kalau belanja," Febi mencoba mengetes suaminya.
"Kamu mau beli seratus baju juga, aku masih sanggup bayar. asal jangan minta dibelikan sama tokonya aja."
Febi tertawa mendengar pernyataan Fabian.
"Cepetan pilih! sebentar lagi tokonya tutup."
Febi mulai mencari baju yang dirasa dibutuhkan dan disukainya. Tanpa sepengetahuan Febi, Fabian juga membelikan dua jaket dengan model dan warna berbeda untuk Febi.
Febi sebenarnya memerlukan pakaian dalam, tapi merasa risih, karena Fabian terus mengekorinya.
"Om nggak beli baju juga?" Febi mencoba menjauhkan Fabian secara halus.
"Kenapa?"
"Aku mau beli dalaman. Om ke mana dulu gitu," Febi berbisik pelan ditelinga Fabian, yang membuatnya kegelian.
Lalu menertawakan Febi. "Ya udah sih kalau mau beli, ya beli aja nggak usah malu. Udah liat juga semuanya."
Perkataan Fabian membuat Febi merenggut bercampur malu. Febi mengerucutkan bibir mungilnya.
"Ya udah, nggak jadi beli. udah ayo bayar!"
Fabian yang tahu istrinya merajuk, mengalah.
"Ya udah, aku ke sana, silahkan pilih yang banyak! yang berenda hitam itu lucu, beli ya! yang pink transparan juga cocok buat ka,,,,,"
Perkataan Fabian terhenti karena Febi memutup mulut suaminya. Lalu mendorong suaminya agar menjauh darinya.
Fabian tertawa senang bisa mengerjai istri mudanya. Berjalan menuju arah dorongan istrinya. Setelah dirasa Febi pergi ke tempat tujuannya, Fabian berhenti dan memperhatikan istrinya dari jauh.
Nampak istrinya memilih-milih yang dibutuhkan sesuai ukurannya. Fokus memilih model, tak sadar Fabian mendekat. Fabian melihat ada pakaian malam yang transparan dengan berbagai model. Dengan pelan Fabian memanggil pramuniaga yang ada di sana, untuk langsung membuatkan nota untuk beberapa model pakaian malam yang Fabian tunjuk.
Pramuniaga tersenyum samar, melihat kelakuan Fabian. Setelah nota-nota itu aman ditangannya, Fabian segera menghampiri istrinya.
"Udah dapet?" bisik Fabian di telinga Febi, yang langsung membuat Febi memukul pundak suaminya karena kaget.
"Udah."
"Sini notanya, ada yang mau dibeli lagi?"
"Nggak ada, Om."
"Kalau begitu bayar sekarang aja ya, tokonya udah mau tutup."
Fabian tak perlu mengantri saat melakukan pembayaran, karena pengunjung sudah sangat sedikit.
Kasir dan temannya yang memasukan pakaian ke dalam kantong plastik, tertawa melihat belanjaan Fabian, banyak dengan pakaian dalam dan pakaian malam. Mereka melirik ke arah Febi yang sedang asik dengn poselnya, berdiri di samping Fabian, siapa saja yang melihat, pasti mengira kalau mereka sugar baby dan sugar daddynya.
Fabian menyadari arti tatapan kasir dan temannya, saat sudah menerima kartu debitnya kembali, Fabian berkata tegas
"Kami pasangan menikah ya mba!" Lalu berlalu meninggalkan kasir. Febi yang nggak mengerti, dengan yang terjadi, hanya melongo saat tangannya ditarik oleh Fabian.
"Kenapa sih, Om? mukanya sensi amat," Febi bertanya saat sedang menuruni tangga.
"Nggak ada apa-apa," Fabian hanya menjawab singkat.
Mendengat jawaban suaminya, Febi hanya mengendikan bahunya, karena tak mengerti dengan yang terjadi.
"Mau beli sesuatu?"
Lantai dasar merupakan swalayan, Febi melihat sekeliling,
"Boleh deh!" Febi langsung mengambil troli yang berjejer di depannya.
"Om mau dimasakin sesuatu besok?"
Fabian tampak berfikir sejenak,
"Aku mau dimasakin rendang, bisa buatnya?"
"Keciiiillll," Febi menjawan sambil menjentikan ibu jari dan jari telunjuknya.
"Sama olahan udang."
"Siyap bos ku!" melihat wajah suaminya sedang kesal, Febi mencoba melucu.
Febi memasukan daging sapi, daging ayam, udang, kepiting, beberapa macam sayuran dan juga buah-buahan. Mereka menyusuri rak demi rak, febi memasukan barang-barang yang diinginkannya, seperti yogurt, keju, susu, bahkan bahan-bahan membuat kue. Febi juga membeli peralatan mandi yang biasa dia pakai.
"Nggak beli cemilan?"
"Nggak, ah. itu awug, klepon belum dimakan."
Segera mereka menuju kasir terdekat, karena sudah terdengar pemberitahuan toko akan tutup.
¤¤FH¤¤
Satu kresek besar dan beberapa kresek berisi pakaian Febi, hasil belanjaan malam hari ini. Febi sebenarnya merasa tak enak, dirinya sudah diberi uang, tapi belanja kali ini tetap suaminya yang membayar.
Tak lama taksi online yang mereka pesan datang. Sebenarnya Fabian ingin naik beca, agar bisa dempet-dempetan dengan istrinya, namun sadar meski tukang becanya dibayar, tapi beban dia, istrinya, beserta bawaan mereka pasti sangat berat, kasian tukang becanya.
Hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit, mereka sudah sampai di depan rumah mereka. Febi segera membukakan pintu pagar, agar suaminya tak terlalu lama menunggu. Setelah suaminya masuk Febi mengunci kembali pintu pagar. Saat berbalik suaminya sudah masuk ke dalam rumah, membuka pintu dengan kunci ditangannya.
Febi masuk, lalu menutup pintu dan menguncinya. Fabian nampak kelelahan duduk di kursi ruang keluarga dengan kepala bersandar di sandaran kursi. Namun langsung bangun, saat melihat Febi hendak mengangkat belanjaan untuk dibawa ke dapur.
"Aku aja, berat!" Febi senang dengan perhatian dari suaminya.
Febi mengekori suaminya ke dapur, dan mulai membereskan barang belanjaannya ke tempatnya masing-masing, setelah Fabian meletakan kresek besar itu di atas meja.
"Aku ke atas duluan ya!"
"Iya, Om."
Febi kembali ke ruang keluarga untuk mengambil kresek bajunya, namun sudah tak dilihatnya. Febi langsung menuju kamarnya setelah mematikan semua lampu diruangan bawah.
Saat memasuki kamar, Fabian tak terlihat, tapi terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Febi melihat kresek bajunya di atas sofa.
Febi duduk di sofa, sambil membuka kresek, untuk melihat hasil belanjaannya. Alangkah kagetnya Febi dengan banyaknya barang-barang yang sebenarnya tidak ia beli.
Membuka satu persatu, dan bergidik ngeri saat tangannya merentangkan sebuah gaun tidur dengan bahan yang sangat tipis dan terbuka dibanyak bagian, dan bukan hanya satu gaun yang dia pegang. Seketika Febi merasa ingin pingsan saja.
BERSAMBUNG
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama