"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#23
"Ya Tuhan. Entah seberapa lama sudah kamu berdiam diri di bawah hujan itu, Zia. Sampai-sampai, tubuhmu langsung panas dengan cepat."
"Daya tahan tubuhmu tidak cukup kuat, Kezia. Apakah kamu sendiri tidak takut sakit, hm?"
Deswa terus mendengarkan celotehan Yunan dengan perasaan heran. Sungguh, tuan mudanya yang sangat irit bicara, sekarang malah terus bicara dengan perasaan cemas. Saat itulah Deswa sadar, ternyata, bukan tuan mudanya yang tidak pandai menunjukkan rasa khawatir pada seseorang. Melainkan, tuan muda itu sebelumnya hanya belum menemukan orang yang tepat saja.
"Deswa. Semakin cepat!"
"Ba-- baik, tuan muda. Saya sedang mengusahakannya."
"Perhatikan jalan, Deswa! Jangan memperhatikan aku. Kamu ingin membunuh kita ya?"
"Ti-- tidak, tuan muda."
'Astaga. Apa salahku ya Tuhan? Aku kan cuma ngelirik doang. Tapi malah kena marah. Tempias rasa kesal tuan muda malah sampai ke aku. Ini benar-benar gak adil, tau gak sih? Tuan muda, anda tidak adil sama aku.' Deswa ngomel dalam hati.
Mana berani dia bicara terus terang. Apalagi di situasi saat ini. Yunan sedang sangat cemas. Yang ada, sedikit saja Deswa bicara, Yunan akan melampiaskan rasa kesalnya berpuluh-puluh kali lipat.
Mobil itu terus berjalan hingga akhirnya tiba ke tempat tinggal Yunan. Si asisten pribadi bergegas turun. Lalu membuka pintu mobil dengan cepat. Sedangkan hujan, masih saja turun dengan derasnya. Deswa tidak memperdulikan guyuran hujan yang menyapa tubuh.
"Tuan muda. Biarkan saya yang menggendong nona Zia."
"Tidak perlu. Kamu bantu aku turun dulu. Nanti, aku yang bawa dia masuk."
"Hah? Tapi, tuan muda-- "
"Kamu tidak yakin aku bisa bawa dia? Tubuhnya mungil, Deswa. Letakkan saja dia ke atas pangkuan ku. Maka aku akan bisa membawanya. Kamu tidak perlu cemas."
Sungguh, Deswa tidak lagi tahu harus bicara apa. Tapi, tiba-tiba saja bibir itu melepaskan kata yang sedang ada dalam benak tanpa bisa Deswa tahan.
"Aku tidak cemas. Tapi sepertinya, tuan muda sedang cemburu saat ini," ucap Deswa dengan nada pelan.
Namun, ucapan itu masih bisa Yunan dengar dengan sangat baik. Tatapan tajam langsung Deswa terima. "Deswa .... "
Pup. Tangan Deswa langsung memukul pelan mulutnya sendiri. "Maaf, tuan muda. Saya gak ngomong apa-apa kok. Beneran."
"Jangan bicara lagi. Lakukan apa yang sudah aku katakan. Bantu aku turun. Lalu, bawa dia ke pangkuan ku."
"Baik, tuan muda."
Gegas Deswa bergerak. Setelah menurunkan Yunan, pria itu langsung menurunkan Zia. Sepertinya, gadis itu sedang tidak sadar karena suhu tubuhnya yang cukup tinggi. Deswa yang menyentuh sedikit saja kulit Zia bisa merasakan subuh tubuh Zia yang panas.
Deswa melakukan semua yang Yunan perintahkan. Setelah masuk ke dalam rumah, si bibi yang bekerja di vila Yunan masih terlihat sangat tak percaya akan apa yang sedang ada di depan matanya saat ini.
"Panggil dokter, Deswa!"
"Baik, tuan muda."
"Bi. Bantu aku ganti pakaiannya. Setelah itu, masak air panas untukku."
"Ba-- baik, tuan muda."
Kedua pekerja itu melakukan apa yang majikannya minta. Selama si bibi menggantikan pakaian Zia, Yunan pun mengeringkan diri. Siap berganti pakaian, pria itu buru-buru kembali ke kamar tidurnya yang di mana Zia ia tempatkan di sana.
"Sudah selesai, Bi?"
"Sudah siap, tuan muda."
"Baiklah. Masak air. Sediakan juga aku handuk dan air hangat untuk mengopres gadis ini."
"Ba-- ik tuan muda. Tapi, bolehkah bibi tahu siapa dia?" Si bibi tidak tahan lagi untuk bertanya.
Yunan tidak menoleh. Tapi matanya tertuju fokus ke arah Zia. "Dia adalah ... dia, karyawan di kantor ku."
"Hah ... lakukan dengan cepat apa yang aku katakan tadi, Bi. Bawakan aku air dan handuk kecil."
"Baik, tuan muda."
Si bibi keluar. Namun, rasa ingin berbagi dengan nyonya besarnya tidak bisa dia tahan. Bibi itu mengambil beberapa gambar. Setelah memberikan Yunan apa yang Yunan minta, si bibi malah langsung mengabadikan momen langkah dengan cara merekamnya menjadi vidio agar bisa di bagikan pada majikannya.
Thing. Pesan itu masuk ke nomor kontak mama Yunan. Awalnya, wanita paruh baya itu terlihat biasa saja. Namun, setelah melihat pesan yang pelayannya kirimkan malah langsung bangun dari duduk.
*Nyonya. Pohon tua yang layu ternyata bisa berbunga lagi. Lihatlah vidio yang saya ambil beberapa menit yang lalu.*
Gegas mama Yunan memutar vidio yang baru saja masuk ke ponselnya. Matanya menatap dengan tatapan fokus. Setiap detik vidio tidak sedikitpun ia lewatkan.
"Ya Tuhan. Benarkah ini?"
"Pa!"
"Papa!"
"Papa! Cepat ke sini, Pa. Ada yang ingin mama tunjukkan."
Papa Yunan yang ada di ruang kerja langsung bergerak dengan langkah santai mendekat ke arah si istri yang ada di ruang keluarga. "Ada apa sih, Ma? Teriak-teriak kek di hutan aja. Mau ngomong apa sih? Mau nunjukin apa?"
"Aduh, jangan bertanya lagi, Pa. Lihatlah ini!"
Mama Yunan langsung menyodorkan ponselnya ke si suami. Awalnya, wajah papa Yunan terlihat biasa saja. Tapi, setelah melihat vidio sang anak yang sedang merawat seorang gadis dengan penuh perasaan. Wajah orang tua itu langsung berubah.
Wajahnya terlihat sangat tidak percaya dengan apa yang matanya lihat. "Tunggu! Ini ... nyata, Ma?" Papa Yunan berucap sambil menatap lekat wajah sang istri.
"Nyata. Tentu saja nyata, Pa. Papa gak lihat apa, ini vidio baru yang baru beberapa menit yang lalu si bibi kirimkan. Gimana bisa bohong?"
"Tidak. Papa masih tidak percaya. Pohon tua kita masih bisa berbunga. Tunggu! Ini sungguh nyata?"
"Papa sama bi Rina sama saja ya. Pohon tua pohon tua. Dia anak kita. Enak aja kamu bilang pohon tua."
"Habisnya, dia terlihat kek pohon tua yang sudah kering. Sejak kecelakaan waktu itu, dia jadi hilang ekspresi. Dia seolah hilang segalanya, Ma."
Wajah mama Yunan pun terlihat sedih. "Benar. Sampai sekarang, dia masih menyalahkan dirinya atas kecelakaan itu. Anak kita yang malang, Pa. Kasihan sekali dia."
"Ah, lupakan lupakan. Gadis ini, siapa dia? Apa hubungannya dengan Yunan?"
"Hubungan? Tentu saja orang spesial yang ada dalam hati anak kita, Pa. Kalau tidak, mana mungkin anak kita akan memperlakukan dia seperti ini."
"Papa lihat saja sendiri. Gadis itu bukan hanya Yu bawa pulang ke vila pribadinya, yang tidak sembarang orang bisa masuk. Gadis itu juga Yu tempatkan di kamarnya. Kamar tempat Yu tidur. Apakah harus dipertanyakan lagi posisinya di hati Yu kita?"
Papa Yunan kembali memperhatikan vidio yang ada di layar ponsel sang istri. "Benar. Ini kamar tidur Yunan. Ya Tuhan, aku pikir, anak kita sudah tidak punya selera lagi sama lawan jenis. Tapi sepertinya, bidadari itu sudah datang."