Olivia Wijaya, anak kedua Adam Wijaya Utama pemilik perusahaan Garda Utama, karena kesalahpahaman dengan sang Ayah, membuat dirinya harus meninggalkan rumah dan kemewahan yang ia miliki.
Ia harus tetap melanjutkan hidup dengan bekerja di Perusahaan yang Kevin Sanjaya pimpin sebagai bos nya.
Bagaiman selanjutnya kisah Oliv dan Kevin.. ??
Hanya di Novel " My Perfect Boss "
Follow Me :
IG : author.ayuni
TT : author.ayuni
🌹🌹🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Sanjaya Group
Pagi itu, suasana di ruang kerja besar milik Kevin berbeda dari biasanya.
Di meja, terhampar berkas-berkas laporan hasil audit internal laporan yang baru saja ia minta sendiri setelah berita pengembalian saham Garda Utama menjadi perbincangan publik.
Kevin menatap laporan itu dengan rahang mengeras. Semakin lama ia membaca, semakin jelas satu hal, dirinya memang tidak pernah memerintahkan akuisisi Garda Utama.
Yang melakukannya adalah Liana dengan dukungan penuh dari orang tuanya, keluarga Hartanto yang diam-diam menggunakan nama Sanjaya Group untuk memperluas kekuasaan bisnis mereka.
“Mereka memanfaatkan nama kita…” bisiknya lirih, jemarinya mengepal di atas meja.
Disaat yang bersamaan, Pak Sanjaya masuk ke dalam ruangan kerja Kevin, semenjak terjadi kegaduhan dalam pembelian saham sepihak oleh Sanjaya Group kepada Garda Utama, Pak Sanjaya selalu datang ke perusahaan untuk memastikan stabilitas perusahaannya.
“Kevin sudah membaca semuanya, Pah".
Pak Sanjaya menatap putranya hati-hati. Ia memang tahu karakter putranya, ia akan lemah jika mengenai kebenaran dan ia akan keras jika urusan kecurangan.
“Apa kamu menyesal telah mengembalikan saham Garda Utama?"
“Tidak, Pah. Kevin marah… karena Papa tidak memercayai Kevin" ucapnya.
Pak Sanjaya membeku di tempatnya. Kata-kata itu seperti menembus dadanya. Kevin berjalan mendekat, menyerahkan berkas audit yang sudah dibuka.
“Ya, ini salah Papa.. Papa baru tahu kalau Liana dan orang tuanya menggunakan relasi mereka untuk menekan direksi. Papa buta karena percaya mereka bisa membawa Sanjaya Group lebih besar.”
Pak Sanjaya menatap berkas itu dengan rahang mengeras, tapi suaranya tenang.
“Jadi mereka memang… melakukan akuisisi Garda Utama tanpa izin kamu dan memanfaatkan pemberitaan yang lalu"
“Mereka melaporkannya ke Papa seolah kamu sudah menyetujui. Dan Papa terlalu sibuk memperluas bisnis sampai tidak melihat niat buruk di baliknya.”
Hening... Keduanya terdiam cukup lama. Lalu ayahnya menatap Kevin dalam-dalam.
“Kamu benar, Kev. Mengembalikan Garda Utama bukan kesalahan. Itu satu-satunya hal benar yang bisa kita lakukan untuk menebus semua ini.”
Kevin menunduk, matanya memanas.
“Terima kasih, Pa”
Sang ayah menepuk bahunya pelan.
“Papa bangga padamu. Dan mulai hari ini, tidak ada lagi hubungan kerja dengan keluarga Hartanto. Papa akan memutus semua proyek bersama mereka.”
Kevin menatapnya tak percaya. “Papa… yakin?”
Ayahnya mengangguk mantap.
“Bisnis tanpa kejujuran hanya akan membuat kita kehilangan diri sendiri. Papa tidak mau warisan keluarga ini diwarnai dengan kecurangan.”
Kevin tersenyum kecil.
"Kamu.. Kamulah yang akan mewarisi Sanjaya Group ini" ucap Ayah nya kembali menepuk pundak putra semata wayangnya.
“Jadi… semua sudah selesai?” tanya Kevin pelan.
“Sudah Nak, sekarang tinggal kamu lanjutkan perusahaan ini dengan versi terbaikmu" jawab Ayah nya.
“Kevin hanya berharap Oliv tahu… Kevin tidak pernah ingin menyakitinya dan juga menyakiti keluarga nya".
Sang ayah tersenyum tipis.
“Kalau cinta itu tulus, Kev… ia akan tahu, bahkan tanpa kamu menjelaskan apa-apa".
Kevin terdiam. Entah mengapa, pagi itu terasa berbeda, ia merasa sangat damai. Perlahan dan pasti.
***
Beberapa hari kemudian
Ruang rapat Sanjaya Group terasa tegang. Para petinggi duduk berjejer, suasana hening hanya suara detak jam dinding yang terdengar.
Di ujung meja, Pak Sanjaya duduk tegak dengan ekspresi datar, sementara Bu Lusi menunduk gelisah. Tak jauh dari mereka, Liana dan orang tuanya tampak pucat.
Di layar besar ruang rapat, terbentang beberapa dokumen transaksi dan bukti komunikasi internal semuanya hasil audit yang diperintahkan langsung oleh Kevin.
“Jadi ini yang kalian sebut ‘strategi perluasan bisnis’, hm?” suara Kevin rendah, tapi dingin.
“Kalian menggunakan nama perusahaan untuk menekan Garda Utama padahal sudah jelas, saya tidak menyetujuinya" lanjut Kevin.
Liana mencoba menahan napas. Tangannya bergetar. Ibunya menunduk, sementara ayahnya mencoba tersenyum kaku.
“Kami hanya berpikir demi masa depan perusahaan, Kev. Lagipula, itu bukan sepenuhnya kesalahan Liana!".
“Cukup!” potong Pak Sanjaya tak kalah keras.
“Masa depan perusahaan tidak dibangun dari keserakahan. Dan saya tidak butuh menantu yang menodai reputasi keluarga saya dengan cara kotor.”
Ruangan kembali sunyi. Liana menatap Kevin yang duduk di seberang meja. Tatapan Kevin tenang, tapi dingin tak ada sedikit pun sisa rasa iba di sana.
“Kevin sudah menjelaskan pada kami” lanjut sang ayah dengan suara lebih tenang.
“Bahwa semua tindakan yang kalian lakukan termasuk manipulasi laporan keuangan dan tekanan kepada pihak Garda Utama bukan bagian dari kebijakan resmi Sanjaya Group" ucap Pak Sanjaya.
Ayah Liana mencoba membela diri, tapi Pak Sanjaya mengangkat tangan.
"Kalian sudah cukup mengambil keuntungan selama ini. Sekarang saatnya bertanggung jawab! Semua posisi dan kerja sama kalian di perusahaan ini dicabut mulai hari ini.”
Nadia terpaku. Suaranya tercekat saat akhirnya berkata..
"Tapi, Om… aku melakukan semua ini untuk Kevin, untuk Sanjaya Group, a..aku ingin buktikan kalau aku pantas" ucap Liana tidak mau kalah.
“Tidak, Liana” potong Kevin pelan tapi tajam.
“Kamu melakukannya untuk dirimu sendiri. Dan dalam prosesnya, kamu hampir menghancurkan orang lain.”
Mata Liana mulai basah. Ia menoleh ke ibunya, tapi sang ibu justru menunduk, malu dan kecewa.
"Bagaimana ini Bu, Yah" ucap Liana lirih.
Hening..
"Kev, tolong dengarkan kami dulu, kami melakukan itu karena ambisi kami untuk memperkuat perusahaan ini, kamu tahu sendiri dunia bisnis itu tidak mudah Kev" ucap Ayah Liana.
" Ambisi tidak salah Pak, tapi.. Cara kalian yang salah.. Dan maaf perusahaan ini tidak bisa dijalankan dengan prinsip yang kotor" balas Kevin sedikit namun tajam.
Liana mencondongkan tubuhnya, pipi nya semakin basah.
"Kev, tolong .. Aku mohon jangan seperti ini, kita sudah banyak melalui hal bersama dalam perusahaan ini, aku hanya ingin menunjukkan, kalo aku pantas ada disamping kamu, kalo aku bisa dukung kamu" ucap Liana terisak.
"Dengan mengambil apa yang bukan milikmu?" balas Kevin sedikit tapi menusuk.
Liana berdiri dari kursinya. Air matanya deras mengalir, tapi ia tetap bersikukuh.
“Aku tahu kamu marah. Tapi aku melakukannya untuk kita, Kev! Aku ingin keluargamu melihat kalau aku bisa jadi pendampingmu yang sepadan.”
Kevin menatapnya lama, tatapannya dingin dan tajam.
"Kamu tidak perlu membuktikan apa pun dengan menghancurkan orang lain, Liana"..
“Aku tidak menghancurkan siapa pun! Itu hanya bisnis!”
“Bukan, itu keserakahan" potong Kevin.
Suasana hening seketika. Kevin berdiri, merapikan jasnya. Seketika seluruh mata memandang ke arah Kevin.
“Mulai hari ini, kerja sama antara Sanjaya Group dan keluarga kalian berakhir. Semua aset yang terlibat akan dialihkan kembali sesuai audit internal.”
Ibu Liana terlihat mulai panik.
“Nak Kevin, tolong pikirkan lagi” suara lembut tapi memelas keluar dari bibir ibu Liana.
“Kami sudah seperti keluarga sendiri. Masa kamu tega memutus hubungan ini hanya karena satu kesalahpahaman kecil?”
Kevin menoleh dengan tatapan tenang namun tegas.
“Kalau kalian benar-benar menganggap keluarga, seharusnya kalian tahu batasan. Apa yang kalian lakukan bukan kesalahpahaman kecil, Bu. Itu manipulasi dan penyalahgunaan wewenang" ucap Kevin.
Ayah Liana menggebrak meja, wajahnya merah padam.
“Jadi kamu pilih perempuan itu? Putri dari Perusahaan Garda Utama itu? Itu semua karena gadis itu, kan?”
Seisi ruangan terhenyak kaget terutama para petinggi perusahaan. Mereka tidak bisa menahan untuk saling berbisik.
“Saya memilih keadilan, Pak. Dan kalau itu berarti harus melawan cara kalian, maka ya saya pilih melawan.” ucap Kevin tenang.
Liana menjatuhkan dirinya ke kursi, tangisnya kembali pecah.
"Kenapa kita diperlakukan seperti ini!"
Ayah nya terduduk lesu, sambil menunduk.
"Kevin sudah melakukannya, Nak, dan kali ini kita tidak bisa menyalahkan siapapun selain diri kita sendiri"
🌹🌹🌹
Jangan lupa untuk selalu dukung author dengan vote, like dan komennya ya ❤️
Jika Oliv berani keluar dr zona nyaman, kenapa kamu tidak??