Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.
Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.
Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.
Yuk, simak kisahnya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Jangan pisahkan aku dari anakku.
Hansel terbangun ketika suara hujan deras dan deru angin malam membuat jendela kamarnya bergetar. Perasaan tak enak menusuk dadanya. Dia segera turun dari ranjang dan melangkah ke kamar tamu tempat Hana tidur. Begitu pintu kamar dibuka, Hansel terperanjat. Ranjang kosong, selimut tergeletak begitu saja, dan koper Hana sudah tak ada di sudut kamar.
“Hana?” panggilnya dengan suara rendah tapi panik. Hansel, segera bergegas menuju kamar Jamilah berharap Hana ada di sana.
Tok ... tok ... tok ...
"Bu," panggil Hansel pelan, suaranya sedikit bergetar karena panik. Jamilah yang terlelap terbangun oleh suara Hansel yang memanggilnya berulang kali. Lalu, Jamilah bangun turun dari ranjangnya, dia berjalan ke arah pintu kamar dan membukanya mendapati Hansel dengan raut wajah cemas.
“Bu, Hana ada di sini?” tanyanya terburu-buru begitu pintu dibuka. Sembari kedua matanya mencari sosok Hana di dalam kamar.
Jamilah yang setengah mengantuk langsung tersadar. “Nggak ada, Tuan. Memangnya dia nggak di kamarnya?”
“Kamarnya kosong ... koper juga hilang.” Hansel menahan napas, wajahnya menegang.
Jamilah langsung pucat, tangannya gemetar memegangi dada. “Astaghfirullah … jangan-jangan Hana kabur, Tuan…”
Ucapan itu membuat Hansel seperti disambar petir. Ia segera berbalik, pergi ke ruang tamu, lalu mencari ke teras rumah dengan langkah terburu-buru. Suara hujan deras kian membuat paniknya bertambah. Keributan itu membangunkan Laudya. Dengan rambut yang masih terurai dan wajah mengantuk, ia keluar kamar, berdiri di pinggiran anak tangga.
“Ada apa sih malam-malam begini ribut?” tanyanya. Suaranya serak khas orang yang baru saja terbangun. Hansel menoleh cepat, matanya penuh kecemasan.
“Hana nggak ada di kamarnya. Koper juga hilang ... di jam segini nggak ada kendaraan lewat, berarti dia masih di sekitar sini, kalau dia benar-benar pergi dari rumah ini."
Laudya terdiam, wajahnya berubah serius. “Apa?! Hana kabur?”
Jamilah ikut keluar dengan wajah panik. “Kita harus cari, Tuan. Dia nggak mungkin kuat jalan jauh dalam kondisi hamil tua begini.”
Hansel mengangguk tegas. “Aku akan cari ke jalan besar. Laudya, kamu ikut cari ke arah lain. Kita harus temukan dia sebelum terjadi apa-apa!”
Tanpa menunggu jawaban, Hansel langsung meraih jaket dan berlari keluar ke bawah derasnya hujan, meninggalkan Laudya yang menatap kosong ke arah pintu.
Di luar rumah, hujan turun semakin deras. Jalanan sepi, hanya suara deras air yang menimpa atap rumah dan dedaunan. Hansel berlari menuju mobilnya, mesin langsung dinyalakan. Lampu sorot menembus kabut tipis dan tirai hujan.
Laudya, dengan payung di tangan, ikut berlari ke arah mobil satunya bersama Jamilah. Meski masih terlihat kaku, raut wajahnya menyimpan kekhawatiran.
“Aku ke arah jalan raya, kamu coba ke arah pasar,” ucap Hansel cepat pada Laudya.
Laudya hanya mengangguk, wajahnya dingin namun matanya tak bisa menyembunyikan keresahan. Mobil Hansel melaju, menembus derasnya hujan. Tangannya erat di kemudi, matanya menajam mencari sosok Hana di sepanjang jalan. Sesekali ia membuka kaca, meneriakkan nama itu dengan suara parau.
“Hana!”
Sementara di sisi lain, Hana terduduk di halte kecil dekat Indomaret. Nafasnya tersengal, wajahnya pucat, keringat bercampur dengan air hujan. Koper yang digeret sejak tadi tergeletak di samping kakinya. Tangannya memegangi perut yang kian terasa berat.
Air mata jatuh bercampur dengan air hujan. “Aku nggak mau kehilangan kamu, Nak … aku nggak mau dipisahkan dengan kamu…” bisiknya lirih pada perutnya sendiri.
Saat itu, sebuah mobil berhenti tak jauh darinya. Dari dalam, seseorang keluar sambil menutup pintu dengan cepat, melindungi diri dari hujan. Pria itu adalah Rayyan, yang awalnya hanya berniat membeli minuman di Indomaret, tapi pandangannya terhenti pada sosok Hana yang duduk di halte.
'Wanita itu mirip dengan Hana,' gumam Rayyan, melihat gamis hitam serta hijab senada yang Hana pakai, Rayyan mendekat dua langkah untuk memastikannya.
“Hana?” panggilnya, setengah ragu. Hana tersentak, matanya membesar panik. Ia buru-buru mencoba berdiri, ingin pergi. Namun tubuhnya terlalu lemah, kakinya goyah.
Rayyan berlari mendekat, menahan lengannya agar tak jatuh.
“Astaqfirullah, Hana! Kamu ngapain di sini, tengah malam, dalam keadaan hamil besar begini?” suaranya penuh nada marah, tapi jelas ada kepedihan yang ia sembunyikan.
“Aku … aku harus pergi, Tuan Rayyan…” suara Hana gemetar, air matanya jatuh.
“Kamu gila? Pergi ke mana? Dalam kondisi kayak gini kamu bisa celaka!” Rayyan membentak, tapi tangannya justru makin erat menopang Hana. Hana menunduk, suaranya lirih.
“Semua orang mau ambil bayi ini dariku … aku nggak mau… aku nggak mau dipisahkan dari anakku..."
Rayyan terdiam, menatap wajah Hana yang penuh keputusasaan, matanya bergetar menahan emosi.
Di saat yang sama, mobil Hansel sudah makin dekat ke arah Indomaret. Lampu sorotnya menembus hujan, dan dari kejauhan, samar-samar ia melihat sosok yang sangat dikenalnya, Hana bersama seorang pria, dan pria itu tak asing bagi Hansel, dia mengenalnya.
Hansel menekan rem mendadak, jantungnya berdegup keras.
“Hana…” bisiknya, sebelum amarah bercampur cemburu mulai menyala melihat Rayyan berdiri di sisi istrinya.
udah lah Ray kalo gua jadi lu gaya bawa minggat ke Cairo tuh si Hana sama bayinya juga, di rawat di rumah sakit sana, kalo udah begini apa Laudya masih egois mau pisahin anak sama ibu nya
Rayyan be like : kalian adalah manusia yg egois, kalian hanya memikirkan untuk mengambil bayi itu tanpa memikirkan apa yg Hana ingin kan, dan anda ibu jamilah di sini siapa yg anak ibu sebenarnya, Hana atau Laudya sampi ibu tega menggadaikan kebahagiaan anak ibu sendiri, jika ibu ingin membalas budi apakah tidak cukup dengan ibu mengabdikan diri di keluarga besar malik, kalian ingin bayi itu kan Hansel Laudya, ambil bayi itu tapi aku pastikan hidup kalian tidak akan di hampiri bahagia, hanya ada penyesalan dan kesedihan dalam hidup kalian berdua, aku pastikan setelah Hana sadar dari koma, aku akan membawa nya pergi dari negara ini, aku akan memberikan dia banyak anak suatu hari nanti
gubrakk Hansel langsung kebakaran jenggot sama kumis 🤣🤣🤣
biar kapok juga Jamilah
Pisahkan Hana dari keluarga Malik..,, biarkan Hana membuka lembaran baru hidup bahagia dan damai Tampa melihat orang" munafik di sekitarnya
Ayo bang Rey bantu Hana bawa Hana pergi yg jauh biar Hansel mikir pakai otaknya yang Segede kacang ijo itu 😩😤😏
Hana buka boneka yang sesuka hati kalian permainkan... laudya disini aku tidak membenarkan kelakuan mu yang katanya sakit keras rahim mu hilang harusnya kamu jujur dan katakan sejujurnya kamu mempermainkan kehidupan Hana laudya... masih banyak cara untuk mendapatkan anak tinggal adopsi anak kan bisa ini malah keperawatan Hana jadi korban 😭 laudya hamil itu tidak gampang penuh pengorbanan dan perasaan dimana hati nurani mu yg sama" wanita dan untuk ibunya Hana anda kejam menjual mada depan anakmu demi balas budi kenapa endak samean aja yg ngandung tu anak Hansel biar puas astaghfirullah ya Allah berikanlah aku kesabaran tiap baca selalu aja bikin emosi 😠👊