Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Valentine
Sepulang sekolah Tina duduk di bangku kantin sambil merenung, wajahnya tampak muram. Romeo yang melihat dari kejauhan tampak khawatir karena Tina merasa mungkin sedih. Tapi sebelum ia sampai ke tempat Tina duduk, Jovan yang lebih dulu menghampiri Tina. Romeo melihat Jovan memberikan buket bunga coklat kecil itu kepada Tina.
"Halo Tina cantik...." Sapa Jovan yang menghampiri Tina dengan buket bunga coklat itu.
"Ini buat kamu ya cantik, jangan sedih lagi."
"Makasih ya Jovan." Jawab Tina pelan yang menerima bunga itu. Lalu Romeo segera bergegas menghampiri Tina juga. Jovan menatap Romeo dengan senyuman culasnya sedangkan Romeo menatapnya dengan tajam.
"Ouh ya aku duluan ya Tina cantik." ucap Jovan yang berlalu pergi. Setelah Jovan pergi Romeo duduk di sebelah Tina yang masih cemberut, Tina melirik sekilas Romeo yang menatapnya penuh khawatir.
"Tina Lo kenapa?" Tanya Romeo akhirnya yang buka suara.
"Bunda belum pulang dari rumah sakit terus ayah juga lagi pergi, tapi gak tau kemana ..."
Romeo menghela napas pelan. "Lo sendirian di rumah?"
Tina mengangguk, menundukkan kepalanya. "Iya… rasanya sepi aja."
Romeo menatapnya lekat-lekat. Dalam hati, ia ingin melakukan sesuatu untuk membuat Tina merasa lebih baik, tapi ia bukan tipe orang yang pandai menghibur dengan kata-kata.
Tanpa pikir panjang, Romeo mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya—sebungkus kecil coklat yang tadi pagi ia beli di supermarket. Ia meletakkannya di atas meja dengan sedikit canggung.
"Nih."
Tina mendongak, menatap coklat itu, lalu Romeo. "Buat gue?"
Romeo mengalihkan pandangannya ke samping dan menggaruk belakang kepalanya. "Gak tau, tadi gue beli aja. Kalau Lo gak mau, ya udah..."
Tina tersenyum tipis. "Makasih, Rom."
Romeo akhirnya menatapnya lagi. "Kalau Lo gak mau sendirian, gue bisa temenin sampai Bunda Lo pulang."
Tina menatapnya, terharu dengan perhatian Romeo. "Beneran?"
Romeo mengangguk santai. "Iya, kenapa enggak?"
Tina akhirnya tersenyum lebih lebar. "Makasih, Rom. Lo emang baik."
Romeo hanya mendengus kecil, menahan senyum. "Udah, makan coklatnya."
"EH ROMEO, GAK BOLEH YA LO KE RUMAH TINA PAS DIA SENDIRIAN DI RUMAH." ucap Dinar di belakang mereka ternyata Dinar, Tika, Lila, Dika, Danan, Hanan dan Choki menguping mereka.
Romeo langsung menegakkan punggungnya, sementara Tina buru-buru menjauhkan kepalanya dari bahu Romeo.
"Apaan sih lo pada?" gerutu Romeo, menatap tajam ke arah teman-temannya yang sekarang berjalan mendekat dengan senyum usil.
Tina yang masih memegang coklat dari Romeo ikut memerah wajahnya. "Kalian dari tadi di situ?"
Tika tertawa sambil melipat tangan di dada. "Jelas lah! Momen kayak gini mana boleh kelewatan."
Dika mengangguk setuju. "Gue sih udah curiga dari dulu. Romeo tuh sebenernya ada hati sama Tina, kan?"
Romeo mendengus, memasukkan tangannya ke saku. "Ngaco lo, Dika."
Lila mendekat ke Tina sambil berbisik, "Tapi lo tadi nyender ke dia, Tin. Manis banget sumpah."
Tina makin salah tingkah, sementara Romeo malah makin gondok. "Udah, udah. Lo pada gak ada kerjaan lain apa? Daripada sibuk kepoin orang, mending cari jodoh deh."
Danan ngakak. "Kita sih udah punya jodoh masing-masing. Nah, lo gimana, Rom? Mau kita bantuin gak?"
Hanan dan Choki langsung bertepuk tangan dengan semangat. "Wah, ide bagus tuh!"
Romeo menghela napas panjang, lalu berdiri dari kursinya. "Udah ah, gue cabut dulu. Lo semua ganggu banget."
Tina menahan tawa melihat wajah kesal Romeo. Tapi sebelum Romeo pergi, Tika tiba-tiba berseru, "Romeo, lo belum jawab! Jadi, lo suka sama Tina gak?"
Semua mata tertuju pada Romeo. Cowok itu terdiam sejenak, lalu menatap Tina yang juga menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Romeo mendesah pelan. "Gue…"
Namun sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, ia langsung berbalik pergi sambil melambaikan tangan. "Bye."
Danan tertawa terbahak. "Kabur tuh! Berarti beneran suka!"
Sementara teman-temannya tertawa, Tina hanya bisa tersenyum kecil sambil menatap punggung Romeo yang semakin menjauh.
"Eh buket bunga coklat dari Jovan?" tanya Hanan pada Tina yang masih memegang coklat Silverqueen itu tapi yang berukuran kecil.
"Iya nan, ambil aja. Gue mau makan yang ini."
Hanan langsung menyambar buket bunga coklat dari tangan Tina dengan mata berbinar. "Serius nih? Ya udah gue ambil, makasih, Tin!"
Dika melirik coklat SilverQueen kecil yang masih dipegang Tina. "Lo lebih milih coklat dari Romeo?" tanyanya dengan nada menggoda.
Tina melirik sekilas coklat di tangannya, lalu tersenyum kecil. "Ya… enakan yang ini aja."
Tika, Dinar, dan Lila langsung bersorak. "Wihhhh!"
Romeo yang masih belum pergi sepenuhnya tiba-tiba berhenti di ambang pintu kantin, mendengar suara gaduh itu. Ia menoleh sedikit dengan ekspresi heran. "Apaan sih ribut-ribut?"
Danan tertawa sambil melingkarkan lengannya di bahu Romeo. "Santai, bro. Coklat lo menang, Jovan kalah."
Romeo mengerutkan kening. "Apa maksud lo?"
Choki menunjuk coklat kecil di tangan Tina. "Tina nolak coklat dari Jovan, tapi nerima yang dari lo. Keren kan?"
Romeo terdiam sejenak, lalu melirik Tina. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa, hanya memainkan ujung bungkus coklatnya dengan wajah sedikit memerah.
Dika menyenggol lengan Romeo. "Udah lah, Rom. Ngaku aja, lo seneng kan?"
Romeo hanya mendengus dan berjalan pergi tanpa menjawab, tapi kalau diperhatikan baik-baik, ada sedikit senyum kecil di sudut bibirnya.
Romeo mengambil tasnya dan beranjak dari tempat duduknya. "Udah ya, gue pulang."
Tina menatap punggung Romeo yang mulai berjalan menjauh. "Romeo!" panggilnya tiba-tiba.
Romeo berhenti, menoleh sedikit. "Apaan?"
Tina menggenggam coklat SilverQueen kecil itu, lalu tersenyum. "Makasih ya."
Romeo terdiam sebentar, lalu mengangguk singkat. "Iya."
Tanpa menunggu lebih lama, ia kembali berjalan pergi. Tapi kali ini, ada sesuatu di dalam hatinya yang terasa lebih ringan.
Sementara itu, Dika, Danan, Hanan, Choki, Tika, Dinar, dan Lila saling bertukar pandang dengan senyum penuh arti.
"Fix sih, Romeo ada maunya," gumam Choki sambil terkekeh.
Lila menepuk bahu Tina. "Tunggu aja, Tin. Pasti nanti dia balik lagi."
Tina hanya tersenyum kecil, menatap coklat di tangannya. Mungkin, hanya mungkin, perasaan ini memang bukan hal yang sepele.
Romeo berjalan pulang dengan langkah agak cepat, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, sementara pikirannya masih dipenuhi kejadian tadi.
"Kesel gue… tapi seneng… tapi kesel lagi gara-gara si Jovan."
Ia menghela napas berat. Coklat yang ia kasih ke Tina memang cuma kecil, tapi kenapa rasanya berarti banget? Kenapa waktu Tina bilang makasih sambil tersenyum, dadanya berdebar?
"Gila, nggak mungkin gue seneng cuma gara-gara itu."
Tapi bayangan Jovan yang datang duluan dengan buket coklatnya bikin darahnya sedikit mendidih.
"Si brengsek itu apaan sih, tiba-tiba dateng bawa coklat segala?"
Romeo mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi.
"Kenapa gue jadi peduli? Harusnya gue nggak usah mikirin ini!"
Namun, dalam hati kecilnya, ia tahu jawabannya.