Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Keesokan harinya
Mansion keluarga Liu Zhen — ruang makan
Cat duduk di meja makan bersama ayahnya, ibu tirinya, dan kakak tirinya, Flora. Di hadapan mereka tersaji bubur ayam hangat, roti, dan segelas susu.
“Cat, kau mengenal Tuan Zhang sejak kapan?” tanya Liu Zhen, menatap putrinya dengan raut penasaran.
“Baru bertemu sekali sebelum dia datang,” jawab Cat santai sambil menyendok buburnya.
“Sekali? Lalu kenapa dia ingin melamarmu? Dan apakah benar kau menyelamatkan adiknya, Tuan Muda Kedua?” tanya Liu Zhen lagi.
“Iya,” jawab Cat singkat.
Flora menatapnya sinis. “Apakah kau menyukainya? Kau harus sadar, Maximilian itu bukan pria sembarangan. Gadis desa sepertimu tidak layak bersamanya.”
Cat mengangkat kepalanya sebentar dan tersenyum tipis. “Kalau kau layak, kau saja yang menikah dengannya. Sayangnya… dia lebih suka padaku.”
“Apa maksudmu?!” bentak Flora sambil menghentakkan tangannya di meja makan.
Brak!
“Kalau dia menyukaimu, kenapa malah aku yang dilamar? Dia akan menjadi adik iparmu,” jawab Cat tenang, kembali fokus pada makanannya.
Fanny, ibu tiri Cat, ikut menimpali dengan nada merendahkan, “Jangan sombong. Aku rasa dia hanya ingin bermain denganmu. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, kau tidak sebanding dengan Flora.”
Cat menoleh sedikit. “Tapi dia tetap anak selingkuhan, jadi… apa yang harus dibanggakan?” ucapnya datar sambil menghabiskan buburnya.
“Cat! Jangan bicara tidak sopan pada ibumu!” bentak Liu Zhen.
“Ibuku sudah meninggal,” jawab Cat singkat, lalu meneguk susunya.
Fanny mendengus. “Tinggal di sini, makan gratis, tapi masih berani sombong.”
Cat menaruh sendoknya dan menatap mereka satu per satu. “Kalau begitu, kenapa dulu membawaku ke sini? Aku juga tidak suka tinggal di sini. Bagaimana kalau aku pulang saja ke desa? Itu memang tempatku.”
“Tidak bisa!” kata Liu Zhen cepat, meski dalam hati ia bergumam, "Kalau dia pulang, tetangga desa akan tahu kalau aku ayah yang tidak bertanggung jawab."
“Kalau kau mau pulang, tentu saja lebih baik,” ucap Flora, jelas berharap Cat benar-benar pergi.
“Ya, itu tergantung pada papamu. Apakah dia izinkan aku pulang?” tanya Cat menantang.
Liu Zhen terdiam sejenak sebelum berkata, “Nanti ikut aku ke perusahaan. Kau akan bekerja sebagai cleaning service. Dan satu lagi, kau tidak boleh memberitahu siapa pun tentang hubungan kita.”
Cat tersenyum miring. “Perusahaan besar keluarga Liu mempekerjakan putrinya sendiri sebagai cleaning service. Sungguh malang hidupku.”
“Itu memang yang pantas untukmu. Kau tidak berpendidikan tinggi dan tidak mengerti apa-apa. Selain jadi cleaning service, apa yang bisa kau lakukan?” sindir Liu Zhen.
“Aku tidak mau. Aku ingin mengobati orang, itu cita-citaku. Jangan khawatir, aku tidak akan menggunakan uang darimu,” jawab Cat tegas.
“Ingin jadi tabib? Jangan bermimpi! Kau yang dari desa ingin jadi tabib di kota besar? Itu hanya khayalan,” cibir Flora.
“Terserah apa cita-citamu, yang penting kau harus bekerja. Daripada seharian berkeliaran di luar,” ujar Liu Zhen.
Cat bangkit dari kursinya, menatap Liu Zhen tajam. “Aku tidak mau, Tuan Liu. Aku tidak akan patuh padamu. Jangan lupa, namaku Cat. Seekor kucing liar tidak akan tunduk pada siapa pun. Soal Maximilian… aku juga menolak bertunangan dengannya. Kalau kalian suka, ambil saja.”
Tanpa menunggu respon, Cat melangkah keluar dari ruang makan dengan langkah mantap.
***
Cat berjalan santai di pinggir pusat kota, langkahnya ringan sambil matanya menatap deretan bangunan megah dan lampu-lampu toko yang berkelap-kelip. Udara pagi yang dingin bercampur aroma makanan jalanan membuatnya sedikit rileks.
"Sayang sekali kalau aku harus pulang ke desa. Di sana aku tidak akan bisa mengembangkan ilmu pengobatanku... Di sini pun aku tidak punya dukungan. Kalau aku ingin membuka toko obat tradisional sekaligus merawat pasien, aku butuh tempat dan modal. Liu Zhen jelas tidak akan membantuku. Dan sekarang masalah terbesarku adalah pria cabul itu… Hidupku pasti tidak akan tenang. Aku harus cari cara untuk meninggalkan Guang Zhou, pindah ke kota lain," batinnya sambil menghela napas panjang.
Namun, ketenangannya tidak bertahan lama. Beberapa meter di depannya, seorang wanita berjalan cepat bersama lima pria bertubuh kekar—orang-orang yang malam itu sempat mengejarnya.
“Kakak, gadis itu lolos karena dibantu orang-orang bersenjata. Mereka seperti mafia, punya pistol. Tidak mudah menemukan dia,” lapor salah satu pria, suaranya tertahan oleh napas yang terengah-engah.
Wanita itu menatap lurus ke depan, matanya menyipit, penuh tekad. “Adikku itu seperti kucing liar. Di desa saja aku kesulitan menemukannya, apalagi sekarang dia di kota. Tapi bagaimana pun, aku harus menangkapnya… dan memaksanya mengeluarkan barang itu.”
Begitu matanya menangkap sosok Cat yang berjalan santai tidak jauh di depan, ia mengangkat tangan memberi isyarat. “Dia di sana! Cepat tangkap!”
Kelima pria itu langsung berlari, langkah mereka menghentak trotoar.
Cat yang awalnya sedang melirik kiri-kanan tiba-tiba merasakan tatapan mengancam dari arah depan sana. Matanya membelalak. “Ha… mereka lagi!” gumamnya sebelum langsung berbalik dan melesat lari.
“Cepat kejar dia! Jangan sampai lolos lagi!” teriak wanita itu.
“Tolong minggir!” seru Cat sambil menabrak beberapa pejalan kaki. Beberapa orang terhuyung, bahkan ada yang jatuh dan memaki.
“Maaf! Aku tidak sengaja!” teriaknya tanpa memperlambat langkah. Nafasnya mulai memburu, tapi pikirannya hanya tertuju pada satu hal: "Aku tidak boleh tertangkap. Kalau mereka berhasil, semua usaha guruku akan sia-sia."
Ia menembus kerumunan dan matanya menangkap sebuah restoran besar di ujung jalan. Tanpa pikir panjang, ia mengarah ke sana, berharap bisa menyelinap atau bersembunyi.
Pada saat yang sama, Maximilian keluar dari restoran itu bersama beberapa pria berpakaian rapi. Mereka tampak baru saja selesai makan siang bisnis.
Cat yang berlari terlalu kencang tidak sempat memperhatikan arah. “Awas!” teriaknya, tapi sudah terlambat—ia menabrak tubuh Maximilian dengan cukup keras.
Tubuhnya hampir terjerembab ke lantai, namun pria itu yang menyadari siapa gadis itu langsung memeluknya erat untuk menahan jatuhnya. Sentuhan itu mengejutkan keduanya, tetapi Cat segera berusaha melepaskan diri.
Tatapan mereka bertemu. Mata Maximilian yang dalam dan tajam seolah mencoba membaca setiap emosi yang tersembunyi di wajah gadis itu. Ada sesuatu—entah apa—yang membuatnya sulit melepaskan pandangan.
Sementara itu, Cat justru merasakan darahnya berdesir. "Kenapa si cabul ini ada di sini? Sial… bukan waktunya untuk bertemu dia," batinnya, cemas.
“Lepaskan tanganmu, aku ada urusan!” pinta Cat sambil berusaha melepaskan diri. Namun, genggaman Maximilian justru semakin erat, membuat tubuhnya tetap tertahan di pelukannya.
Rekan-rekan Maximilian yang berdiri di samping mereka saling melirik, kebingungan melihat bos mereka menahan seorang gadis asing yang tampak panik.
“Ada apa? Kenapa kau lari begitu cepat?” tanya Maximilian, nadanya tenang tapi matanya tajam, seolah ingin memaksa Cat untuk jujur.
Sebelum Cat sempat menjawab, suara teriakan nyaring terdengar dari arah belakang. “Liu Hua Hua! Jangan lari lagi! Kau tidak akan bisa lolos!” teriak seorang wanita dengan napas terengah, diikuti lima pria kekar yang sudah tampak kelelahan mengejar.
Maximilian menoleh. Tatapannya berubah dingin dan tajam, seperti seekor predator yang baru saja melihat ancaman. Sinar di matanya membuat para pengikutnya langsung waspada.
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni