"Kak please jangan kayak gini" cicitnya saat deril memeluk Almira dari belakang dan mengendus ceruk lehernya menghadap jendela kelas yang tembus ke lapangan sekolah.
"Why? padahal lo nikmatin posisi ini kan?" ucap Deril sambil menyunggingkan bibirnya.
"Aku mohon kak ja- hmmmptt" ucapannya terpotong dan tesumpal oleh benda kenyal milik Deril.
Deril melumat bibir Almira dengan rakus dan menuntut, yang membuat si empu terbelalak kaget tak bisa bergerak.
-----
Yahhhh, bagaimana ceritanya ketika seorang Almira yang pindah sekolah tujuan ingin mencari ketenangan tetapi malah menemukan kemalangan dengan bertemu dan mengenal seorang Deril sendiri.
Mau tau kelanjutannya? yukkk baca novel Obsession Deril ini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Siti padilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Kenangan Masa Kecil
Deril dan Almira sudah siap dengan pakaian casualnya. Mereka terlihat serasi padahal tak janjian untuk menggunakan baju berwarna apa-apanya.
Almira kini menggunakan crop top berwarna biru muda yang di senadakan dengan rok diatas lutut berwarna putih serta sepatu yang senada. Begitu juga dengan Kenzi yang menggunakan kaos berwarna putih, kemeja pendek berwarna biru muda serta bawahan yang berwarna senada. Duh kayak couple yang mau prewed aja yah.
"Kamu udah siap?" Tanya Kenzi yang memang dia siap lebih cepat dari Almira.
"Udah kok."
"Yaudah yuk kita turun sarapan dulu. Tadi bunda juga ngajak kita sarapan dulu."
"Eh, apa-apaan manggil bunda aku begitu?" Tanyanya sengit.
"Bunda yang nyuruh kok." Deril cepat-cepat menjawab.
"Awas aja kalo itu kemauan kakak. Emang kakak kapan ketemu bunda?"
"Pas tadi aku mau ambil barang dari asisten aku ketemu bunda yang lagi dari kamar ke dapur. Kayaknya abis manggil om Budi."
Almira mengangguk mengerti. Saat dia sadar saat ini Deril banyak bicara dirinya merasa geli, karena biasanya Deril ini irit bicara, sehingga membuat Almira tersenyum sendiri.
"Yaudah ayok, di tungguin bunda."
"Ah iya." Merekapun langsung pergi ke lantai bawah untuk sarapan bersama.
Sesampainya di dapur hidangan tersedia lebih banyak dari biasanya. Bahkan ada pasakan udang sambal manis yang merupakan kesukaan Deril disana padahal orang-orang disana kurang suka karena sulit untuk makannya.
"Eh bun kok banyak banget masaknya. Tumben juga masak udang kita kan gak terlalu suka udang."
"Kenapa gak suka?" Tanya Deril pada Almira, yang dirinya juga gak paham kenapa banyak sekali makanan untuk sarapan ini.
"Hehehe ini kesukaan nak Deril kan? Jadi bunda pasakin, takutnya yang lainnya gak ada yang suka."
Mereka berdua terkejut karena kok bisa bunda Rere ini tahu masakan kesukaan Kenzi. Namun mereka tidak mempermasalahkan itu, mereka langsung saja duduk dan menyantap makanan mereka.
Setelah selesai sarapan bunda Rere membersihkan meja dan bekas makan mereka. Tapi Deril, Almira serta pak Budi belum pergi dari meja makan.
"Kalian mau kemana, sampe baju couple gitu?" Tanya pak Budi.
"Eh anu aku..."
"Kita mau jalan ke alun-alun kota boleh kan om?" Deril memotong ucapan Almira yang terlihat gugup dan takut.
"Berdua?"
"Iya yah. Kami gak bakal kemana-mana lagi kok cuman mau ngisi hari libur aja."
"Oke, ayah izinin tapi. Jangan kemaleman, kalo pun malem jangan malem banget. Dan kalo kalian mau ke tempat lain selain alun-alun juga boleh asal jangan ke tempat terlarang buat ngelakuin hal-hal yang buat kalian rugi."
Seketika mereka berdua saling pandang bahagia. Apalagi Deril yang merasa sudah ada peningkatan terkait restu dari pak Budi, jadi gampang buat milikin Almira secepatnya.
"Yaudah kalo gitu kita pamit ya om, takut terlalu siang."
"Hemm"
Mereka berdua menyalami tangan Budi dan Rere bergantian. Kemudian berjalan keluar dari rumah tersebut.
-----
Saat di perjalanan, suasana di dalam kabin mobil terasa dingin, karena tanpa ada pembicaraan diantara mereka karena mendadak canggung. Tapi karena tak ingin keadaan semakin canggung Deril lebih dulu mengajak Almira bicara.
"Gimana suasana kamu setelah pindah ke sekolah aku?" Tanya Kenzi untuk basa basi.
"Aku happy kok kak, mereka baik dan terima aku. Apalagi Yura dia jadi teman dekat aku sekarang." Deril mengangguk-anggukan kepalanya.
"Oh iya, kebetulan tadi om ngizinin kita pergi kemana pun asal jangan kemaleman gimana kalo kita pergi ke tempat paforit aku?" Deril menoleh ke sebelah Almira.
"Wah boleh tuh kak. Tapi jauh gak?" Tanya Almira.
"Nggak kok justru lebih jauh alun-alun loh. Kita ke supermarket dulu tapi buat cari cemilan, karena disana gak ada yang jualan." Almira menganggukan kepala sebagai tanggapan.
"Ngomong-ngomong kenapa tempat itu jadi tempat paforit kakak?" Tanya Almira penasaran.
"Mau tahu atau mau tahu banget?" Tanya Deril dengan nada jahilnya.
"Ih, kok kak Deril jadi nyebelin. Ayo dong kak kasih tahu, tapi kalo gak kasih tau juga gak papa sih."
Kemudian Almira membalikan pandangannya ke arah jendela seakan dirinya marah. Deril yang melihat tingkah Almira merasa lucu.
"Iya nanti aku cerita."
Deril pun kembali fokus ke jalanan yang lumayan ramai di hari weekend ini.
-----
Tak lama kemudian mobil Deril memasuki daerah rimbun dengan pepohonan, tempat yang jauh dari hiruk pikuknya kota. Almira senang saat mendapati jalanan tersebut. Almira membukakan kaca jendela mobil dan mengeluarkan kepalanya untuk menghirup udara segar disana.
"Wah hijau banget disini kak, nyaman adem dan sepi cocok untuk healing dari tugas sekolah yang bikin pusing." Deril yang mendengar ucapan Almira terkekeh.
Mobil yang ditumpangi mereka pun berhenti di pinggir jalan yang di sebrang sana terdapat sebuah danau yang sangat asri.
Almira menatap semua itu dengan takjub. Matanya tak pernah meredup melainkan berbinar dengan kebahagiaan. Lamunan Almira buyar kala Deril mengajaknya turun.
"Ayo turun."
"Ah iya kak ayok."
Saat turun dari mobil Almira langsung berlari ke arah danau tanpa menunggu interupsi Deril. Hal tersebut yang membuat Deril geleng-geleng lucu.
Tapi melihat tingkah Almira dirinya teringat dengan gadis kecil yang sering main bersamanya dulu. Dia adalah alasan Deril menjadikan tempat ini sebagai tempat paforit.
Namun lamunan Deril buyar kala mendengar rintihan Almira. Saat Deril melihat kearahnya terlihat Almira sudah terduduk menangis.
"Al!" Panggilnya. "Al kamu gapapa?" Deril ikut berjongkok untuk menyetarakan tingginya.
"Hiks hiks kak sakit." Almira merengek sambil menyodorkan kedua tangannya tanda harus di gendong.
Hal tersebut juga mengingatkan dirinya kala gadis kecil dulu terjatuh di tempat yang sama dan melakukan hal yang sama yaitu mengulurkan tangannya. Tapi saat Almira tidak mendapatkan respon apapun dirinya menepuk bahu Deril.
"Kak, kok gak digendong sih hiks." Ucapnya.
"Ah iya ayo. Ini lutut kamu berdarah kita obati di sana."
Derilpun menggendong Almira ala bridal style menuju suatu tempat. Kala mereka sudah sampai di tempat tersebut, seketika Almira turun dengan terburu-buru dan berjalan mendekat ke arah tempat di depannya.
"I-inikan...."