Istri Kecilku Yang Nakal

"Al, dengarkan aku." Adam menarik pinggang Alana dan memeluknya erat.

"Lepas! Kenapa kamu bisa disini? Dimana Clara?!" dengan sisa tenaganya, Alana mendorong pundak Adam menjauh.

Bagaimana bisa suaminya itu tahu keberadaannya? Sialnya Alana lupa kalau Adam pernah mengantar Clara pulang saat itu.

"Dia di luar, sayang," ucap Adam hendak mengecup kening Alana namun wanita itu berhasil menghindar. "Pakaian mu basah? Apa kamu nekat hujan-hujannya tadi, hmm?"

"Tidak usah sok peduli." Alana memalingkan wajahnya, enggan menatap Adam. Meski sejujurnya, jauh di dalam lubuk hati Alana sangat merindukan pria itu.

Adam mengajak Alana untuk duduk. "Dengarkan penjelasan ku dulu. Jangan asal pergi begitu tanpa memberiku kesempatan untuk bicara."

Alana duduk dan menjaga jarak dari Adam. "Hei, kamu marah padaku?" tanya Adam.

Alana masih diam. Bukannya marah, hanya saja Alana masih kesal dengan ucapan Adam saat pria itu sedang bicara dengan Sherly tadi.

"Sayang," lirih Adam menarik dagu Alana agar menatapnya.

Wanita itu mendongak dan menatap Adam dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya juga bergetar karena menahan tangis. "Aku... aku sebenarnya..."

Tak lagi bisa menahan perasaannya, akhirnya Alana mendekati adam dam memeluk erat suaminya.

"Aku marah padamu Kak! Aku juga kesal mendengar ucapan mu! Aku ingin sekali..." Alana mengusap air matanya. "Aku ingin kita bercerai saja," lirih Alana.

Adam mengurai pelukannya dan mendorong pundak Alana lalu mencengkram nya kuat. "Apa yang kamu katakan? Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan mu Alana!" tegasnya meraih jemari Alana dan menggenggamnya erat. "Jangan pedulikan ucapan Sherly. Dia hanya masa lalu bagiku dan kamu masa depanku. Kamu salah paham, sayang."

Ya, Alana memang belum sempat mendengar apa yang akan Adam katakan tadi saat bicara dengan Sherly.

"Awalnya saat kita menikah, aku memang masih mengingat Sherly. Tapi, semakin hari bersamamu juga sikap manja mu selama ini membuatku luluh dan sadar jika kamu lah yang aku inginkan bukan Sherly ataupun wanita lain."

"Bohong!" celetuk Alana. "Kakak selalu saja marah dan membentak ku, apa itu yang dinamakan cinta?!"

Adam tersenyum kemudian kembali menarik Alana ke dalam pelukannya. "Jika aku berbohong kamu bisa membunuhku saat aku sedang lengah."

"Jangan..."

"Maafkan aku, sayang. Maaf."

"Tidak mau!"

Adam mengusap wajahnya frustasi. Kenapa tiba-tiba sikap Alana berubah seperti ini.

"Katakan, apa yang harus aku lakukan supaya istri kecilku ini mau memaafkan aku, hum?"

"Yakin aku boleh meminta apapun yang aku inginkan, Kak?" Alana menyunggingkan senyuman. Jika Adam sudah setuju, maka ia akan mengatakan semua yang ada di dalam otak kecilnya itu.

"Ya, apapun," jawab Adam.

"Aku ingin kuliah di luar negeri melanjutkan studi ku di bidang desainer dan art," ucap Alana dengan antusias.

"Kenapa harus luar negeri? Bukankah disini juga banyak universitas terbaik?" Adam menelan saliva nya dengan susah payah. Apakah dirinya siap tinggal jauh dari Alana?

"Kak, ayo jawab. Kamu mengizinkannya 'kan?" rengek Alana menggoyangkan lengan Adam.

"Tidak. Minta saja yang lain," tegas Adam tidak mau dibantah.

"Ya! Bukankah tadi kamu sudah berjanji padaku. Kenapa sekarang ingkar?" kesal Alana melipat kedua tangan dan membelakangi Adam.

"Sayang, kamu tahu 'kan kalau aku sangat mencintaimu dan tidak bisa jauh darimu sedikitpun. Bagaimana nanti jika saat aku sedang ingin bercinta dan kamu tidak—" belum selesai Adam bicara, pipinya terasa perih saat merasakan satu tamparan mendarat disana.

"Dasar mesum! Kenapa hanya itu yang ada itu yang ada di otakmu?" Alana menunjuk dada Adam. "Atau jangan-jangan selama ini kamu hanya menginginkan tubuhku, bukan cintaku. Iya?"

"Astaga, mana ada begitu? Aku benar-benar serius denganmu." Adam mulai frustasi melihat tingkah Alana.

"Kalau begitu pergilah, tidak usah menemui aku lagi!" ketus Alana bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar Clara lalu menutup pintunya kuat.

Brak.

"Shiit! Salah lagi!" gumam Adam memijat pelipisnya yang mulai terasa pusing. "Aku lupa kalau Alana itu masih bocah!" umpatnya kesal sembari bangkit menyusul Alana.