NovelToon NovelToon
Giziania

Giziania

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:355
Nilai: 5
Nama Author: Juhidin

Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.

Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.

Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.

Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.

note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 23 Main Drama

"Hh, hhh.. Iya," jawab Jihan sambil bungkuk saking lelahnya maraton bareng tsunami. "Hh, hh, hh.."

Tombak-tombak di depan Jihan masih menancap dan memblokade lorong. Jihan menengok ke belakang, ada dinding 36 km/jam yang sudah jadi jalan buntu.

Jihan berkeringat cukup banyak. Dia biarkan wajahnya tertutup helai-helai rambut yang menempel. Jika ada Ira, mungkin dagu Jihan akan dibersihkan dari lumuran merah. Banyak bercak darah di piyama yang bolong itu, sementara kaos dalam masih bersih menutupi bra Jihan.

"Gue gak liat update lagi, nih.. Kak. Mending balik sih gue pikir."

Suara Seha terdengar lagi, Ira mungkin sudah memberikan peta padanya di seberang sana.

"Iya. Buru-buru gini jadi boros xmatter."

Sumber suara tampak ada di samping Jihan walau gelombang dipancarkan dari cincinnya.

"Voice buat logout, key tinggal diurut balik. Satu dua tiga jadi tiga dua satu."

"Tandesa cosami.. sindemi.."

Dwittth..!

Benar saja. Cairan hitam langsung muncul dan mengembang di bawah kaki Jihan. Namun kini namanya keset TCS.

"Giz?"

"Hamba, Tuan."

"Kamu lagi otewe khan?"

"Demikian. Hamba dalam kekhawatiran, Tuan."

"Aku gak apa-apa, Giz. Hadeh.. Malem ini aku boros. Buang xmatter lima puluh kilo lebih. Hh, hh.."

"Hamba lebih khawatir jika engkau tak membawanya, Tuan."

Slpph! Slippph! Slpph-slipp..! SLPPH-SLIPP!!

Tiang-tiang jeruji tiba-tiba unlocked seperti dicabut dari atas, satu persatu batang yang berat itu kembali jadi langit-langit dengan mudahnya.

"??!"

Jihan bingung karena memang bukan ulahnya. Dia lalu mengawas arah belakang. Di ujung sana dinding 36 km/jam tak bergerak. Sadar Gizi sedang di jalan, Jihan pun menghela nafas lega dan lemas bersandar ke dinding.

"Hadeh.. jangan nakutin aku, Giz.. Hh, hhh."

Drrhh!! Bunyi getar, menampakkan sosok gadis terbalut piyama motif Kalajengking, memegang masker canggih tipe setengah wajah.

Gizi tiba di lorong panggilan. Dalam wajah cemasnya mencari-cari jalan, dia langsung mendapati Jihan sedang memegang dada di jarak 20-an meter, di arah depan.

"Tuan!"

Zwwth!

Jihan versi kuncir kuda ini segera jetset ke lokasi gadis yang sesak nafas, langsung melesat pada kembarannya yang kocak itu, yang berasal dari dunia manusia.

Di sepanjang jalan, tampak orang-orang mematung, termasuk mobil-motor, umbul-umbul, serangga, daun pada pepohonan di jalur ini, burung, awan, mereka tak bergerak.

Lokasi ini persis sama dengan tempat yang pernah jadi neraka. Bedanya di sini ada kehidupan dan peradaban manusia.

Lubang segi empat di situ pun tadinya tempat portal putih yang mengapung. Namun kini dasarnya naik mengantarkan Jihan dan Gizi ke permukaan.

Jihan masih menghirup-hirup masker ala cimengers yang selamat dari runtuhan goa. Dia tak mempedulikan objek diam yang berlangsung di sekitarnya, mungkin sudah tahu dan tak peduli waktu telah berganti jadi siang hari.

Jihan habiskan udara dari masker demi paru-parunya yang memang sudah dirusak di acara begadang.

"Ira tertidur di bangku tribun. Menunggumu. April menjaga Ira dengan sebaik-baiknya, Tuan."

Jihan memberikan masker.

"Hhsshhhh..." pejam Jihan, menghirup hawa jalanan sedalam-dalamnya seolah sedang sendirian di sorga yang tengah dihalu.

"Syukurlah. Hendaklah penuhi kembali bekalmu seperti ini, Tuan. Agar hamba terjaga dari kekhawatirannya sendiri."

Chuppph!

"Oke, Ndan. Saip. Eh.. Siap. Restok sukses. Hehe," beritahu Jihan, mungkin menjawab tentang nyawanya yang dibuang lima puluh kilo itu.

Gizi senyum mendapat tanggapan di pipi. Walau Jihan lebih berseri darinya, Gizi mengingatkan lagi. "Terimakasih, Tuan. Bersegeralah bila engkau memang membutuh hamba. Hhh.. Hamba-"

"Iya, iya.. Aku boleh pergi? Kayak gini misalkan lapak sendiri tuh. Bukan titipan aku. Ini temlenmu, Giz. Lancar khan, laporan si Waras kita?"

"Demikian," ucap Gizi.

"Gue banget.."

Chph!!

Blizt! Jihan langsung memberkas begitu mengulang aksinya pada pipi sang jins.

Aksi tersebut perlahan berubah jadi tayangan pada sebuah layar, lokasi seolah tengah dipantau oleh perekam tersembunyi, sedari tadi hingga..

"Lena (Helen - Nana). Bermusyawarahlah dengan tuanku dalam menetapi (kesediaan) Hen Hen. Kami telah mengupayakannya dan mendapat apa yang kami kerjakan. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang diridhai."

"Dihh.. Giz? Of course. Iya siap. Makasih Giz. Lu tau aja lagi diintip siapa. Nih hoki lu. Dapet imam paling santuy biarpun dia (Jihan) hobi insyaf. Iya. Kami berdua lagi cari jalan. Barusan Dito-"

Blitz..! Cahaya ini memberkas di pinggir jalan.

Gizi mem-blizt di saat tatapannya kosong, perutnya berpendar cahaya saat termenung sendirian.

Seperginya si pemilik timeline di situ, suasana di jalan bergerak cepat. Wat-wit-wet..! Wat-wit-wet..!

Entah jarum jam menuju angka berapa. Forward berlangsung selama 5 detik, lalu orang-orang, mobil dan motor di jalanan lanjut bergerak normal sore ini.

Endfield masih di tangani beberapa anak lab, para snaler. Kelimanya sibuk "menyetrika" bekas retakan yang ada. Seorang lagi sibuk mengobrol dengan Dito lewat ponsel.

"Seha udah pergi, Dit. Iya ini lagi di polesan akhir nih. Lancar, Dit. Sesar aman."

Sementara di bangku tribun..

Zrrthh! Sebuah garis vertikal membelah diri jadi segi empat.

"Euu! Duh.. Kenyang gue, Ra," kata si hobi insyaf dalam duduknya begitu April datang.

Sekeluar dari pintu segi empat, April menaruh makanan bungkus yang dijinjing ke piring kosong milik Jihan.

"Ya udah. Buat aku aja. Aku mau, Pril."

"Pedes tau ketopraknya, Ra."

"Siniin, April. Aku mau. A... aaa."

"Lo bayar dulu ke gue Ra. Mumpung merah nih bibir."

"Iyach.."

Ira menaruh cemilan bersama piringnya dari pangkuan duduk. Dia lalu merangkak maju tanpa menyenggol piring ketoprak yang akan ditebus.

Chypph!

Capph.. Chyaap! Chuppph..

Dua lesbay saling mengulum, mencium, membiarkan April menonton.

"Hmm. Lonjakan nih kayaknya bentar lagi."

"Mghh!" lenguh Jihan, sesuai ramalan April.

Tampak kilatan listrik di bagian kain dada Jihan. Namun hanya berlangsung beberapa detik.

"Khan.."

"Hihi. Makasih, Kak."

Ira segera mengambil barang yang "dibeli"nya.

"Elo kok gak koslet sih, Ra? Kenapa nih?" tanya April sambil tetap melipat tangan di posisi berdiri ini.

"Lapar."

Ira cengesan sambil membuka bungkusan, santai menggiring rambut.

"Gue mandi dulu ya Guys. Giliran kita nanya ke Lena kalo emang keluhan Dito itu kekecewaan duo babu Hen Hen. Kita harus nemenin para gabut. Hari ini juga soal owner-nya."

Blitz!

Di sini tampak Lena berdiri menatap planet Bumi. Dia di tepi atap suatu bangunan yang tinggi, bukan gedung bertingkat tapi atap dari paduan menara dengan balok panjang. Saking diam, Lena tak meloncat ketika piring metalik mengambang di belakangnya.

Di kota alien, yang berlokasi di Bulan ini, Lena tampak sering ke sini. Pesawat-pesawat dengan bentuk aneh, salah satunya ban pelampung tadi, Lena biarkan hilir mudik.

Lena masih berpiyama motif fusi, tidak ber-APD karena dirinya jins.

"Iya.. bareng Ira. Lu kasih tau April.. kalo kita lagi di sini. Berenti ngebahas Dito."

Di tempat lain, melintas wahana bulat seukuran gedung mall. Benda ini keluar dari kendaraan yang lebih besar bernama Paltin, meninggalkan kapal karatina.

Di jendela mall bulat, tampak Ira sudah mengenakan harness dan Jihan yang sudah berseragam player Squwat Lem, pakaian resmi alumnus game sadis itu.

"Kenapa di sini gak ada wajah Linpar-nya Kak?" tanya Ira atas Bimasakti yang ditontonnya.

"Nih langit golput, Ra."

"Kenapa ada pemilu-nya, Kak?"

"Gue gak musuhan sama dewan kami. Lo nyuruh gue nunggu, gue nurut.. diem menunggu."

"Tapi apa bener temlen ini milik kak Jihan?"

"Udah gue pasrahin ke mereka."

"Mereka siapa Kak?"

"Para humanoid. Mereka emang doyan aer. Lebih ambius sama bumi Ultimate ketimbang alien-alien berekor, tentakel, siripan, bertaring, berduri, pokoknya alian flora-fauna deh. Makanya menang terus kalo tawuran. Mereka emang suka ngeributin bumi, sih."

"Trus? Kak Jihan pernah di sini?"

 Nit.. Niit! Sabuk Ira menyala-nyala.

"Ada pesan dari Nana, Han."

"Bacain, Pril."

April membacakan transmisi teks, sementara laju wahana bulat yang dihuni mereka ini makin cepat, menuju Milkyway.

Di tempat barunya, Ira semakin senang dengan dunia Fani, matanya menjelalat ke sana-sini melihat mahluk Men In Klik. Bahkan Ira balas melambai pada Lele yang bertangan dua itu, pada pelayan kafe jika di Bumi.

Perahu karet yang mereka tumpangi terus melaju. Fisik penduduk kota semakin aneh dan beragam. Mungkin dapat dikatakan para manusia transisi dan semi-ghoib, pintu rumah yang Ira lihat memang sedang joging.

"Apa tadi, sih? Kok ada kakinya."

"Produk laboratorium. Walking door. Tadinya zombie," beritahu April, suaranya menyala-nyala di pelat sabuk Ira.

"..??"

"Biasanya untuk demo di gedung perlemen, Ra."

Di sisi kota yang agak sepi, perahu karet berputar arah saat Jihan dan Ira turun, melaju kembali ke arah kota. Penumpang tidak dipungut biaya karena mungkin perahu tersebut dari BASARNAS.

"Apa kita harus nyentuh bendera tiap turun, Pril?" tanya Ira di perjalanan menuju pintu menara.

"Anggaplah Merah Putih tadi tombol like. Simbol gratis. Tapi di beberapa tempat sentuhan kita gak laku, Ra. Sekalipun pun itu masih bendera kita."

"Jiah. Aku gak bawa uang."

Jihan yang mengandeng Ira, sampai di tujuan. Lena sudah di bawah gedung, tidak lagi merenung menatap planet. Dia memberikan dua lembar gambar pada Jihan.

"Bahasnya di dalem aja. Gue lebih fokus kalo udah di meja makan."

"Kok foto gue? Lo dapet dari mana nih, Len? Maksudnya apa?"

Lena tak menanggapi selain terus melangkah. Berhenti pun hanya untuk menunggu pintu lift terbuka, Lena langsung masuk.

Di dalam gedung pemandangan yang tampak adalah restoran luas dan ramai. Entah kendaraan para pengunjung di parkir di mana, suasana ruangan tak sesunyi lapangan tadi.

"Rame banget. Dengung apa sih ini?" tanya Ira saat sudah duduk.

"Musik, Ir," beritahu Lena. "Han. Gue gak nyangka lo nyari-nyari sampe sini. Sorrow yang ngasih foto."

"Owner kalian ngusir gue. Apa iya Hen Hen mempan dikasih berita ini?" tanya Jihan.

Dua foto tersebut adalah kondisi naas pemudi berbaju ungu. Bagian kepala hilang sampai mata, gambar kedua dadanya yang terburai alias potret Jihan saat begadang.

"Semua berawal di sini. Dulu itu gue sama Nana dicariin Voin. Dia stress kami bersantai ngadu catur."

Brakh..!

"Nah khan. Rumit kalo Hen Hen udah ilang gini, Len. Orang sibuk nyari Hen Hen, kalian main catur?"

"Hhh.."

Klontang.. Drkkkh! Prang..!

Melihat Lena bingung, Jihan bicara lagi. "Gue gak tau di taon berapa dia ilangnya. Yang gue baca tuh kita seumur. Tapi terakhir, Hen Hen masih esempe.. Dia fobian ke gue."

"Kak.. Kak Jihan.."

"Han.. Kita cari tau aja. Dia perhatian sama foto yang mana. Ini udah jadi bubur. Gue ke sini demi kehindar protokolnya. Bukan gak nurut, Han."

". . . "

Wrrhh..! Rrgghh! Whuung..!

"???"

Jihan lalu menengok ke belakangnya, semua pengunjung telah baku hantam, sedang tawuran.

Dziig..!! Dziig!

Ketiga gadis menatap dua pelayan terdekat yang juga berkelahi saling memukul wajah, tadinya mereka berdiri di sebelah meja menunggu ketiga tamu pesan makanan. Kini bergulat, penuh teka-teki bagi penontonnya.

Keaakh! Keaakh!!

Pelayan berpunggung jangkar menggelapak dicekik pelayan bercula.

Dzeghh!!

Yang dicekik langsung menendang, lawan pun sukses terpental ke pusat seteru. Whuung..!!

Jihan dan Lena saling pandang. Sementara Ira sudah menjerit menjauhi meja, deg-degan berada di samping kaki besar patung batu.

"Baru aja sebulan, Han. Mereka aneh lagi. Gimana nih?"

"Pasal satu Medium, jangan ikutan," ingat Jihan beranjak ke patung.

"Ck! Biasanya juga perang bintang, jadi pada gebuk-gebukan gini sih, Han?"

"Gak tau! Ayo Ra. Nan, April, panggil si Medi."

Ketiga gadis bergegas pergi meninggalkan meja. Mereka merunduk. Ada kursi yang terbang ke arah mereka, melesat ke si Pintu Berkaki.

Brakh..!

"Aarh!!" jerit Ira.

"Sial.. Kita terjebak!"

"Stay!"

"Lift chaos!"

Jihan menengok arah entrance, benar saja pintu masuk itu ternyata terbuat dari puting beliung mini. Sumber utama, pelempar otomatis yang membuat semua perabotan melesat ke sana-sini.

Grooahh!!

Bugh!!

Mulk baru saja membangkitkan tenaga marahnya, langsung ditabrak patungnya sendiri.

"Basement! Ayo..!"

DRRGHHHH..!!

"Mau runtuh!"

"Iya cepat!"

Ira dalam paniknya melihat Jihan dan Lena menghentak-hentakkan kaki ke lantai, masih terlindung dari amukan angin, entah untuk apa balok seluas aula ini. Akibatnya Ira tertular ulah mereka, segera menginjak-injak lantai mengikuti kegaduhan yang ada.

Krakk..!

Lantai tebal yang bening akhirnya retak, jatuh melesak bersama para penapaknya.

"Aaarh!!"

Drrrhh...! Rrrrrd..! Getaran tanah tak juga berhenti.

"Out! Waras yang minta!"

Mendengar itu, Lena mengangguk dan jetset ke tepi basement yang terhalang banyak kendaran aneh. Wwtthh!

Jihan meraih tangan Ira lalu melesat menyusul Lena yang terbang lebih dulu.

Praang!! Priingg!! Hrrakh! Tornado mini terus berpusar di tempatnya berada, melemparkan banyak barang berat. Entah sedang menghentikan pertikaian atau alarm bahaya, tak ada satupun materi organik turut terbawa pusarannya.

Para pengunjung masih saling pukul, sebagian berlarian ke arah basement dan meloncat menyelamatkan diri.

Wuung-wuung..! Trakh! Jebred..

Jebred..!

"Woakkh!"

Mendapati lawannya tumbang tertusuk jangkar, si tangan empat ini lalu mendongak melihat retakan di langit-langit. Dia panik dan begitu mendapati lantai yang bolong, tokoh game duel ini segera lari mengikuti yang lainnya.

Jihan membawa Ira menembus dindin basement. Klazt! Mereka muncul di ketinggian setengah menara. Jihan dapati bangunan yang ditinggalkannya sudah rapuh sejak gempa di dalam.

"Gue salah. Ini bukan karena lift yang error. Tapi.. Apa-apaan ini?" bingung Lena.

Jihan menoleh ke belakang, membiarkan gedung menara roboh dan tenggelam.

"Stay, mode balon Ra."

"Iya."

Ira lalu mengikuti Jihan dari belakang.

"Nih gak jauh beda sama kami, Len. Doyan numpahin darah," komen Jihan di sebelah Lena atas kerusuhan serupa yang baru ditinggalkan.

Tampak di bawah sana, warga kota saling tendang dengan sesama pengguna jalan, belum yang tinggal di apartemen, belum yang di atas kapal piring, warga Bulan sedang bertikai di mana pun berada.

"Samaan jins juga pernah perang. Tapi biasanya di sini pada perang bintang, sama galaksi sebelah."

"Maksud lo ini perang sodara?"

"Nana bilang frekuensinya emang ke sana dikit. Tapi dia (Nana) bingung jelasin grafik siskon. Ruang bacanya sekarang lebih komplek katanya, Han."

"Ras, lo ada saran?"

"Medium lagi otewe."

"Lama banget dia.."

"Mata uang. Clue gue bilang gitu."

"Mata uang apa?"

"?!!"

Lena menoleh pada Jihan, memasang kuping begitu menangkap kata tersebut.

"Nan.. Cari fungsi pengeras suara. Gue ada ide."

"Ide apa, Len?" tanya Jihan.

"Mereka menggila. Munahin rasnya sendiri. Bantu gue nyari porokator."

Wzeett! Jihan jetset ke tengah kota, pergi meninggalkan Lena dan Ira. Lalu..

"BERHENTIII!"

Wluggh..!!

Teriakan Jihan menggema di permukaan Bulan. Riak gelombangnya langsung menyapu debu yang tengah mengepul menyelimuti kota. Pemandangan hasil cival war pun kini terlihat cerah, banyak cairan segar dan mayat bergelimpangan di sehampar kota perkara.

"Krrsksh..! Krrsksh!"

Terdengar siaran radio, tak jelas suara siapa.

Lena melirik ke piring terbang yang jatuh terselap di gedung tinggi besar. Pesawat tersebut masih dipijak dua pelayan resto, Punggung Jangkar dan Cula Head (nama sementara) ada di sana.

"Krrkskk!!!"

Cula Head mengacungkan satu tangan.

"Apa katanya Nan?" tanya Lena.

Beberapa menit hening, Jihan mendapati banyak alien bercula turut mengangkat tangan. Di bawah sana, Jihan tidak melihat Cula Head.

"Lo kenapa gak bilang tadi tuh mereka berdua?" tanya Jihan bicara sendiri, mungkin sedang menyalahkan Sorrow.

Setelah itu, civil war berlanjut. Mereka yang mengacung tangan mungkin sedang berseru merdeka.

Mereka kembali memukul dan meninju lawan mainnya.

Kaum jangkar yang dipukuli tanpa alasan, lanjut mengganas mendengar seruan itu. Sama kerasnya dengan geraman Punggung Jangkar. Grooahh!

Bukh! Bukh! Bukh..!!

Kepul debu yang ada kembali menutupi permukaan.

"Woy!!"

Wuutth!! Lena segera melesat ke kapal UFO.

Kabut telah hilang. Hiruk pikuk pukulan dan erangan para monster tak lagi terdengar. Kedua kubu sudah gencatan kombat dan berkumpul di belakang pemimpinnya di tengah kota. Mereka tak lagi baku hajar, sudah menggelar dialog disaksikan ketiga gadis penimbrung.

"Grrkkss. Grrkksm.." kata Punggung Jangkar pada Jihan sambil menunjuk kubu lawan.

"Krrsksh. Krssk. Krrrk.." kata Cula Head, kubu terduga.

"Kami sedang berselisih. Dia ingin mengganti sisi dengan inisial baru," kata Lena. "Itu bagus. Aku harus melihat. Jangan terburu-buru."

Punggung Jangkar bicara lagi pada Cula Head.

"Kami bukan kriminal." - terjemahan.

"Bila demikian kami pun begitu. Aku harus melihat. Jangan terburu-buru." - terjemahan.

"Kalian mengguruiku?"

"Jnaq!" seru Jihan pada Punggung Jangkar yang menghampiri Cula Head.

Setelah Jnaq kembali ke tempatnya, Jihan segera bicara.

"Sesama penambang bumi Ultimate, hormati satu sama lain. Kita takkan pernah ada di puncak kuasa sekalipun tujuan telah diraih. Gak ada yang tahu hari esok, kita cuma bakal ngedapetin apa yang diperbuatnya. Puncak kuasa yang palsu gak mampu ngalahin dirinya sendiri."

"Krrkskk.." pinta Cula Head.

"Iya Unicorn. Bentar. Gue nitip. Jaga diri kalian habis ini."

"Grrkkss," ajak Punggung Jangkar, sesampainya di depan Ira.

"???"

Ira membiarkan dirinya dibawa ke depan.

Jnaq menyatukan tangan mungil Ira dengan tangan Jihan. Dia bertepuk tangan. Pengikut Jnaq mengikuti aksi, turut menepuk-nepuk telapak. Deru koar mereka mengema.

"Goaarrh..!"

"Oke. Valid. Gue udah gak bareng Marcel lagi. Udah diklaim sama Ira. Ini dia. Gue puterin."

Jihan menyentuh gesper Ira.

"Ya ampun belum Kak. Jawabnya.. waktu.. aku bilang.. gini.. Kak Jihan mau tidak, jadi pacarku?"

"Diterimaaa!!"

"Krrsksh..!!" seru ras Unicorn, mengangkat tangan.

"Kreeesshh..!!!"

Serentak kubu Badak bersorak gembira meninju udara. Loncat-loncat kecil di tempat gaya atlet kafan (pocong).

"Iya. Silahkan aja kalo pengen ganti gambar. Gue udah sama Ira sekarang."

"Goaarrh..!! Kereakkh..! Kreak!"

Werrshh!!

Sorak-sorai humanoid menggema. Koin dan uang kertas yang mereka buang serempak ke atas langsung tersawer menghujani kota. Penghuni gedung melakukan hal yang sama, kertas pun berterbangan.

Ira hanya tersenyum membiarkan Jihan mencengkram jarinya.

"Wahid, Ra. Astraler prime."

Ira meraih uang kertas yang Lena sodorkan. Dalam uang tersebut ada wajah seseorang yang tengah pudar. Ira balikkan sisi tersebut, di balik uang itulah tercetak wajah Jihan.

"Ehh, hidup Kak."

Kertas bergerakan dan terlepas dari tangan Ira, terbang begitu saja mengikuti kawanannya menuju bumi.

Semua membubarkan diri, ada yang bersalaman, berpelukan, bahkan meng-geram ganas meliuk-liukkan kepala. "Goaaard!!"

"Sori Han kami terlambat. Kurasa laporannya memang star wars."

Seorang pemuda turun di dampingi dua gadis bersenjata. Medium baru saja tiba setelah semuanya bubar.

"Iya juga. Guenya salah lihat."

"Hmm. Selamat buat kalian berdua ya."

Di sini Lena duduk mengamati monitor, di sebelahnya ada Jihan yang turut menunggu.

"Kalo ngambil foto lu, berarti itu yang dia percaya. Kalo mungut foto Sorrow, fix dia bukan majikan gue. Fix dia soloter. Kanibal anyar."

Layar laptop tersebut menampilkan tayangan siluet gundul. Itu Helena, planetnya masih menggelegak namun tak mengerogoti tubuhnya. Dia naik ke tepi rakit seperti biasa dan kali ini mendapati dua foto Jihan yang terlapis gel anti-api.

Ira berdiri mengamati dua paket tersebut. Dia memungut satu foto yang pernah terjadi dalam brankas kuasanya. Paket satunya Hen Hen tendang. Dukh!

Aksi sang owner barusan membuat Lena tersenyum lega, berbunga-bunga, menyeka basah di mata.

Sosok hitam itu perlahan duduk demi menyelami kondisi yang ada, yang tentu saja memang mengabadikan erangan Jihan atas tubuhnya.

"Hiks.."

Jihan menyentuh pundak Lena yang mulai bergetar.

"Hkkh.. Uhuh. Huuu.."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!