Cerita seorang laki-laki yang terpikat karena aroma yang mirip dengan seseorang di masa lalunya.
Kisah seorang laki-laki yang jatuh cinta pada pandangan pertama setelah bertemu dengannya. Aroma yang menenangkan, aroma yang mengingatkannya bahwa bahagia itu sederhana tapi terasa mewah.
Lalu bagaimana kisah laki-laki itu? apakah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anyelir 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Selama 3 hari di Bali, Marcel selalu menuruti keinginan Luna. Pergi ke tempat yang ingin dikunjungi Luna hingga makanan yang ingin dicoba Luna.
Luna yang tersenyum senang menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Marcel. Tak lupa, Marcel selalu memotret kegiatan Luna baik secara terang-terangan atau diam-diam. Mungkin, kamera yang dibawanya hanya berisikan foto Luna saja.
Lalu, hari ini adalah hari terkahir mereka liburan di Bali. Marcel sudah menyiapkan tempat di pantai sebagai saksi mata dirinya menyatakan cinta. Tentu saja, dirinya sudah menyiapkan semuanya dari jauh hari, dan tak lupa bantuan Gustav, Saka, Leni serta Putri sahabat Luna.
"Maaf ya kak, kakak pasti nunggu lama." ujar Luna yang baru saja keluar dari kamar inapnya
Marcel terpesona dengan kecantikan Luna malam ini. Menggunakan gaun yang ia siapkan, begitu cocok dengan tubuh Luna. Gaun itu seperti tercipta untuk Luna.
Luna yang melihat Marcel yang hanya diam saja merasa bingung. Dirinya mengambil kaca, takut riasannya ada yang salah.
"Kak, sebenarnya kenapa? Apakah riasanku ada yang salah?" ujar Luna sambil terus melihat dirinya di dalam kaca kecilnya.
Marcel tersenyum, kemudian mengambil kaca kecil itu dari tangan Luna.
"Tidak, Luna sangat cantik malam ini!" puji Marcel sambil membelai wajah Luna lembut
Kemudian, Marcel menggandeng tangan Luna dan mengaitnya erat.
"Ayo berangkat!"
Luna tersenyum manis, kemudian mengangguk. Marcel pun tersenyum kecil.
Selama di perjalanan, mereka saling diam dengan ditemani lagu yang diputar Marcel. Luna entah mengapa merasa gugup untuk malam ini. Melihat betapa tampannya Marcel saat ini, membuat Luna merasa malu. Mengagumi ketampanan Luna dalam hati.
Marcel diam-diam pun memperhatikan Luna. Melihat tangan Luna yang bertautan, seperti gelisah. Melihat itu, Marcel segera mengambil tangan kanan Luna dan memegangnya.
Luna tersentak, dirinya terkejut dengan perlakuan Marcel. Melihat tangan mereka yang bersahutan, detak jantung Luna berdetak semakin kencang.
Marcel yang merasa ada yang benar dari Luna menjadi khawatir. Keterdiaman Luna sangat aneh di matanya.
"Ada apa Luna?"
"Tidak apa kak!" Luna menjawab dengan sangat lirih
"Kamu sakit? Kalau iya, kita bisa putar balik atau kamu mau ke rumah sakit?" Marcel khawatir jika Luna sakit. Takutnya Luna kelelahan sehingga membuatnya sakit seperti ini. Selama di Bali, Luna sangat aktif dan sangat susah istirahat.
"Tidak kak," Luna semakin menunduk. Dirinya malu untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Lalu, kenapa kamu cemas begini?"
"Itu-... Anu, kak. Aku hanya merasa gugup, entah kenapa seperti itu,"
Marcel tertawa kecil saat mendengarnya. Kemudian Marcel menepi dan menghentikan laju mobilnya.
"Astaga kamu tidak perlu gugup, cemas, gelisah atau semacamnya. Kamu nikmati aja malam ini, ngertikan?" Marcel memberikan pengertian sambil mengelus tangan Luna yang sejak tadi dia pegang.
"Emm," Luna mengangguk mengerti.
'Kak Marcel benar, hari ini kan hari terkahir di Bali. Jadi harus dinikmati,' batin Luna setuju dengan pendapat Marcel
...****************...
Sesampainya di restauran tempat mereka akan malam, Luna terpesona melihat restauran tepat menghadap laut. Selain itu, restauran ini begitu sepi. Padahal melihat dari interiornya, seharusnya restauran ini ramai.
"Kak, kenapa disini sepi ya? Apakah makanannya kurang enak?" bisik Luna
"Atau harganya terlalu mahal, ya?" gumam Luna memikirkan tempat mereka makan itu terlalu sepi
Marcel yang mendengar pertanyaan Luna baik dari bisikan atau gumaman, merasa tak habis pikir.
"Luna, kenapa kamu berpikir seperti itu?"
"Lihatlah, kak! Di sini sepi sekali!" Luna memperhatikan sekitar. Merasa yakin dengan jawabannya, Luna pun mengajak Marcel untuk berganti tempat yang lebih baik. Dan tentu saja Marcel menolak. Marcel merasa dirinya sudah menyiapkan semuanya dengan sempurna, mana mungkin pergi dari restauran ini tanpa hasil yang dia inginkan.
"Tidak, Luna! Kakak yang menyewa tempat ini hanya untuk kita berdua," Sebenarnya Marcel malu mengatakan itu. Namun, dirinya harus membuat Luna tetap di restauran agar rencananya berhasil.
"E-Eh, begitu ya!" Luna merasa malu sendiri dengan pemikirannya. Dirinya tak menyangka bahwa Marcel akan menyewa restauran ini hanya untuk makan malam mereka. Dilihat dari interior restauran, sudah dipastikan bahwa tempat ini sangatlah mahal.
"Apa nggak mahal kak menyewa restauran ini?" bisik Luna lagi
"Tidak, ini semua demi Luna. Jadi mari kita pergi ke rooftop!" Marcel segera mengajak Luna ke tempat yang paling indah untuk melihat pemandangan malam pantai yang disukai Luna. Luna yang diajak tentu saja mengikuti tanpa bertanya kembali, setelah melihat Marcel yang tidak mau ditanyai lagi.
Sesampainya di rooftop restauran, Luna terkejut bahwa rooftop telah dihias sedemikian rupa dan terlihat begitu cantik. Selain itu, langit malam yang berbintang dan suara ombak begitu menenangkan. Luna yang melihat pantai di malam hari merasa senang.
Marcel segera menuntun Luna ke tempat duduk mereka. Menarik kursi Luna terlebih dahulu agar Luna bisa duduk. Kemudian meminta pelayan untuk menyiapkan makanan yang sudah dipesan.
Sambil menunggu makanan siap, Luna menikmati pemandangan yang indah itu. Angin pantai di malam hari begitu dingin, namun tak menyurutkan Luna yang antusias dengan pemandangan yang ada.
Marcel yang melihat Luna kedinginan, segera melepas jasnya dan memakaikannya pada Luna. Dirinya merasa bersalah karena gaunnya yang dipilihnya berlengan pendek.
"Terima kasih, kak!" ujar Luna saat Marcel selesai menyampirkan jasnya.
"Maaf ya, seharusnya kakak menyiapkan pakaian yang lebih hangat!"
"Ehmm, gaun ini bagus kok kak. Luna suka," Luna mengatakan itu agar Marcel tidak merasa bersalah lagi. Lagi pula, Marcel sudah merelakan jasnya untuknya.
Saat makannya sampai, Luna menikmati makanan itu. Begitu nikmat dan pas di lidah Luna. Marcel yang melihat Luna menikmati makanannya merasa lega. Mereka makan dengan penuh hikmat, tidak ada perbincangan saat makan. Hanya ada iringan musik yang terdengar.
Saat makanan penutup datang, Marcel mulai merasa gugup. Luna menyadari perubahan raut wajah Marcel merasa heran, namun dia memilih untuk diam.
Luna melihat kue yang ada di mejanya. Tampilan kue itu begitu cantik. Kemudian melihat ke arah Marcel yang aneh dan kembali melihat ke arah kue.
'Apa yang aneh dengan kue ini?' batin Luna
Namun merasa bodo amat, dirinya segera menyendok kue itu. Saat di suapan ketiga, Luna menyadari ada yang aneh dalam kue itu. Tampak benda bersinar dalam kue tersebut. Merasa penasaran, Luna mengobrak abrik kue itu. Dan terlihatlah sebuah liontin kalung tanpa talinya. Luna mengambil liontin itu dan menunjukkannya pada Marcel.
"Kak, di dalam kue ada liontin," Luna menunjukkan liontin yang ia temukan di dalam kue.
Melihat Luna sudah menemukan liontinnya. Marcel berdiri, kemudian ada seorang pelayan masuk dan membawa sebuah buket bunga mawar.
Marcel mengambil buket itu, kemudian berjongkok di hadapan Luna.
"Luna, sebenarnya malam ini saya ingin mengatakan sesuatu," Marcel memandang Luna dengan tatapan yang terlihat berbeda. Tatapan penuh pengharapan dan cinta yang meluap.
"Saya, jatuh cinta sama kamu. Sejak pertemuan pertama kita dulu, saya jatuh cinta dengan kebaikan kamu. Kemudian saat lita dipertemukan lagi, saya bertekad agar kita bersama. Saya jatuh cinta lagi dengan parasmu, hatimu dan sikapmu. Maukah kamu menjadi pacar saya?" Marcel mengucapkan itu dengan lantang dan sungguh-sungguh. Marcel menyodorkan buket bunga yang dibawanya ke hadapan Luna.
Luna yang masih terkejut hanya duduk diam melihat ke arah buket bunga yang tepat dihadapannya.
Melihat Luna yang hanya diam saja, Marcel merasa gagal. Dirinya segera menurunkan tangannya, namun di detik kemudian Luna mencegah tangan Marcel.
Luna tersenyum, kemudian mengambil buket bunga itu dari Marcel.
"Kakak ternyata orang yang nggak sabaran ya. Luna kan belum jawab pernyataan kakak, kakak sudah mau nyerah gitu aja!" Marcel terkejut, mendengar nada kesal Luna membuat Marcel kebingungan.
"Bukannya kamu mau nolak saya, karena itu kan kamu diam?" Marcel berucap dengan polosnya
Luna tertawa mendengar itu. Kemudian menggelengkan kepalanya.
"Tidak kak, Luna hanya terkejut saja. Mana mungkin Luna menolak seseorang yang Luna suka. Luna mana berani," ujar Luna
Mendengar itu, spontan saja Marcel berdiri dan menarik Luna agar berdiri tepat dihadapannya
"Benarkah?" Marcel memandang Luna dengan intens karena merasa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Luna yang merasa malu, hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Melihat jawaban Luna, Marcel menggendong Luna dan berputar. Terdengar suara tawa Luna saat Marcel melakukan itu. Kemudian Marcel memeluk Luna dengan erat dan berbisik, "Terima kasih," tepat di telinga Luna.
Mengambil liontin yang ditemukan Luna dan memasangkannya dengan tali kalung yang ia bawa. Setelah itu, Marcel memakaikannya kepada Luna.
"Cantik," puji Marcel melihat kalung itu berada di leher Luna. Kemudian Marcel kembali memeluk Luna dan Luna membalasnya tak kalah erat.
"I love you, terima kasih sudah mau menerima cinta saya,"
"I love you too Kak Marcel,"
...****************...
Ini part yang paling panjang selama ini di novel ini. Aku ingin agar kalian bisa langsung menikmati part ini. Semoga suka ya dan maaf jika kurang ngena atau dapat feel nya. Aku belum pernah mengalami hal yang seperti ini, jadi yang ini cuma dari imajinasiku atau hasil dari nonton drama.
Silahkan menikmati 🥰
Jangan lupa follback dan saling dukung ya.
mmpir punyaku juga kakk😻😻