NovelToon NovelToon
Takdir Anak Yang Tidak Dianggap

Takdir Anak Yang Tidak Dianggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam / Menjadi Pengusaha
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Miftahur Rahmi

Seorang perempuan bernama Zainab Rahayu Fadillah memutuskan menikah dengan seorang pria bernama Hasan Bahri. Dia menerima pinangan itu, dikarenakan keluarga sang suami adalah keluarga dari turunan turunan seorang tuan guru di sebuah kota.
Zainab dan keluarga, jika mereka adalah dari keturunan baik, maka sikapnya juga akan baik. Namun kenyataannya bertolak belakang. Dunia telah menghukum Zainab dalam sebuah pernikahan yang penuh neraka.
Tidak seperti yang mereka pikirkan, justru suami selalu membuat huru hara. Mereka hampir setiap hari bertengkar. Zainab selalu dipandang rendah oleh keluarga suami. Suami tidak mau bekerja, kerjanya makan tidur dirumah. Namun penderitaan itu belum selesai, adik ipar dan juga ponakannya juga sering numpang makan di rumah mereka, tanpa mau membantu dari segi uang dan tenaga. Zainab harus berjuang sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kita adalah teman

Fatur kembali diam. Ia hendak membuka mulut, namun selalu dipotong oleh Budi.

“Kenapa kalian datang dan mengusiku hah? Bukannya bagus, jika aku seperti ini? Berarti kalian sudah tidak akan diusik lagi.” jelasnya dengan mata sembab.

“Kami tidak mengusikmu... Tapi, kamu mau membantu jika kamu butuh bantuan atau bercerita... Kita ini berteman, sudah seharusnya kita saling peduli satu sama lain...” jawab Fatur.

Budi tersenyum sinis. “Apakah kalian benar-benar peduli Fat? Atau hanya supaya terlihat baik?”

Fatur hanya mengelengkan.

“Kami benar-benar ingin membantumu...”

Budi hanya diam. Ia menunduk, air matanya kembali luruh. As memberanikan diri mendekati Budi.

“Kita semua teman Bud... Jika kamu ada masalah, cerita sama kami... Kami hanya ingin menjadi temanmu. Bukankah lebih baik, kita berteman dari pada musuhan?” ujar As dengan lembut.

“Lihat As, ia sakit... Tapi, ia masih bisa kuat, karena memiliki teman... Dan kamu juga bisa seperti As, gimana mulai sekarang kita berteman?” sahut Fatur.

Budi diam. Ia kembali duduk tanpa menanggapi perkataan Fatur lagi.

Fatur dan As, kembali bergabung dengan teman-temannya. Keduanya kembali memberi kesempatan, untuk Budi berpikir dan sendiri dulu. Mana tahu, setelah ini Budi akan mendengarkan apa yang mereka katakan dan mau bercerita.

Disisi lain, As kembali bolak balik kerumah sakit Kabupaten. Ia harus melakukan kemoterapi. Sedangkan disekolah, Budi masih diam seperti biasanya dan tidak mau berbicara pada siapa pun.

Namun, walaupun Budi terus saja diam dan tidak menanggapi mereka. Fatur dan teman-teman lainnya, terus mendekati Budi yang nampak memendam masalah. As juga sering meletakkan jajanan dan minum disamping Budi.

Walaupun ia tahu, jajanannya jarang disentuh oleh Budi. Seperti pagi itu, As meletakkan jajanan dan satu buah es lilin disamping Budi.

Budi menoleh kearah As. “Jika tidak ingin bercerita, tidak masalah... Kami, akan siap kapan pun kamu mau bercerita...” ujar As pelan, sambil tersenyum meninggalkan Budi.

Dikehidupan Fatur dan Mel pun tidak jauh berbeda. Rumah mereka terus diisi perdebatan demi perdebatan, yang membuat telinga panas.

Sore itu, Mel, Fatur, Adit dan Agus bermain pondok dibelakang rumah Nenek Limah. Fatur, Mel, Agus, dan Adit sibuk mematahkan batang lukut atau beluntas, untuk dijadikan dinding pondok, dengan menancapkan ketanah.

Setelah cukup banyak batang tersebut dikumpulkan, Fatur mengangkatnya atau menjunjung batang-batang tersebut. Namun saat melewati rumah Nenek limah, karena papan licin, kaki Fatur tergelincir dan akhirnya terjatuh.

Telinganya menghantam papan tempat jalan itu. Beberapa detik telinganya berdenging, dan sejenak tidak bisa mendengar suara orang. Fatur cepat bangkit, ia malu dilihat teman-temannya ketika ia jatuh. Ia kembali berdiri dan membawa batang lukut atau batang Beluntas itu.

Disamping papan untuk dilewati atau untuk mandi Nenek Limah, itu ada tempayan untuk mengambil air wudhu dan juga mandi. Papan itu setiap harinya terus basah, hingga membuat permukaan kadang menjadi licin.

Fatur meletakan batang lukut itu ketanah, dimana ia akan membuat pondok. Ia hanya diam, ia tidak memberitahu adiknya saat ia jatuh. Telinganya sesekali masih terasa sakit. Namun ia tahan. Ia tidak mau terlihat lemah.

Kemudian, mereka menancapkan batang lukut itu satu persatu, ketanah dan dibuat berjejer sesuai keinginan pembuat.

Setelah selesai, keduanya kembali bermain dengan riang. Sejenak, Fatur melupakan rasa sakit ditelinganya.

Setelah beberapa hari setelah kejadian itu, Fatur sesekali merasakan sakit ditelinganya. Namun ia hanya diam saja. Ia tidak mau, adik dan orang tuanya khawatir dengan keadaannya.

Lagipula, seriring berjalannya waktu, semuanya akan berlalu.

Disekolah Budi kembali duduk sendiri. Seperti biasa As dan teman-temannya mencoba mendekatkan diri pada Budi. Mereka khawatir dengan sikap Budi beberapa hari ini.

Saat jajan, As yang sudah pulang dari kemoterapi dari rumah sakit Kabupaten, selalu menyempatkan diri memberi jajanan pada Budi, walaupun terkadang Budi mengabaikannya dan tidak peduli.

Tapi mereka tidak akan menyerah. Mereka adalah teman, seharusnya teman selalu berbagi dan tidak selalu musuhan.

Budi selalu diam, dan tidak mau bergabung dengan anak-anak lainnya.

“Aku mau seperti mereka... Aku mau seperti mereka...” lirihnya.

Ia tidak kuasa menahan tangisnya. Apa yang terjadi, tidak luput dari pandangan Fatur dan teman-temannya. Mereka ingin mendekat dan menenangkan Budi, namun mereka tidak punya kuasa. Budi terus menjauhi mereka dan tidak pernah menanggapi mereka.

Dirumah Budi, terdengar suara ribut dari dalam rumah. Suara teriakan, pecahan gelas, bahkan umpatan terdengar begitu jelas ditelinga. Budi hanya duduk diam, didepan pintu. Ia sudah biasa, mendengar suara kedua orang tuanya berantem. Ia diam tidak bersuara.

Hal yang menyakitkan baginya adalah, saat ia mengetahui bahwa dirinya bukan anak kandung dari orang tuanya. Kedua orang tuanya, sudah merasa bahwa dirinya beban.

“Aku, nggak mau hidup kek gini terus...” teriak Ibu Budi.

“Lalu, maunya gimana?” tanya sang suami.

“Aku mau kau kerja Bang... Jangan hanya diam saja dirumah... Capek, aku lihat dirumah terus... Beras mahal, semuanya mahal. Tapi kau malah diam dirumah dan tidak mau kerja... Kau itu kepala keluarga, masa hanya diam terus dirumah...” teriak Bu Budi.

“Aku kerja... Sekarang aku hanya lagi istirahat sebentar... Apa kamu tidak melihatnya?” tanya ayah Budi. Ia menatap sang istri sinis.

“Waktu istirahatmu telah habis... Sekarang kau harus kembali bekerja... Kita, sudah tidak punya uang untuk membeli kebutuhan dapur...”

Ayah Budi mendesah pelan. “Kamu itu terlalu boros, aku sudah membeli uang belanja padamu selama, kok hanya berselan satu hari saja sudah habis? Gimana sih?”

“Itu hanya sedikit, kebutuhan aku hanya nggak cukup, belum lagi untuk kebutuhan anak-anak...” jawabnya dengan dingin.

Ayah Budi tersenyum simpul. “Bergaya sesuai kantong dek... Jika kau tahu kita miskin, jangan asyik beli baju dan keperluan pribadimu terus... Boleh saja kau beli, tapi kau juga harus pandai membagi antara kebutuhan pribadimu dan kebutuhan dapur...”

“Kamu sendiri yang hanya sedikit memberi uangnya, bukan salahku karena boros...” ujar Ibu Budi membela diri.

“Kau selalu saja menyalahkanku! Aku mati-matian mencari ikan di laut, pulang bawa uang untuk kamu dan anak-anak... Namun pemberianku tidak pernah terlihat, karena dirimu selalu memanjakan dirimu sendiri....”

“Apa salahnya aku memanjakan diriku sendiri? itu juga salah satu kewajibanmu bang...” bentak Ibu Budi.

“Juga kewajibanmu, membagi kebutuhan itu dan kebutuhan anak-anak... Jangan terlalu egois, jangan demi gaya, kamu mengabaikan kebutuhan anak-anak...”

“Itu tidak cukup bang...” bentak Ibu Budi.

“Apa sejuta itu tidak cukup untuk kebutuhanmu dan anak-anak?” tanya Ayah Budi. Seketika Ibu Budi yang dari tadi bersuara keras, seketika terdiam.

“Tapi tetap saja tidak cukup.... Belum lagi, membeli perlengkapan sekolah Budi dan adik-adiknya...”

“Anak itu lagi...” dengus Ayah Budi. Budi hanya diam mendengar namanya disebut. Ia menarik napas dalam.

“Kalau kau tidak sanggup mengurusi anak itu, mending kau kembalikan saja kepada orang tua kandungnya...” ujarnya dingin.

Seketika jantung Budi berdetak. Ia tidak mau dikembalikan kerumah orang tua kandungnya. Ia sudah terlalu sayang pada orang tua angkatnya.

Dikejauhan As dan teman-temannya, melihat dan mengdengar semua keributan yang ada dirumah Budi. Fatur mendesah pelan. Ternyata hidupnya tidak jauh berbeda dari kehidupan Budi. Hanya bedanya, keluarga Budi orang yang berada, sedangkan ia orang miskin.

1
Miu Nih.
aku hadir kakak untuk mendukungmu...
salam kenal ya, jgn lupa mampir di 'aku akan mencintaimu suamiku' 🤗🤗

aku akan datang kalo udh UP lagi 😉
MifadiruMzn: ok kak
total 1 replies
Abu Yub
Aku mampir lagi thor/Pray//Ok//Good/
Abu Yub
Ngak usah ngomong
Abu Yub
sumber suara
Abu Yub
Lanjut/Ok/
Abu Yub
jangan nakal
Abu Yub
seharian
Abu Yub
Aku datang lagi thor
Abu Yub
Fatur
Abu Yub
selesai makan
Abu Yub
zainab
Abu Yub
Aku datang lagi thor/Ok/
Abu Yub: ok dedek/Ok/
MifadiruMzn: ok kakak, nanti aku mampir ya
total 2 replies
Abu Yub
pada tahun
Abu Yub
saat pagi
MifadiruMzn: pagi kakak
total 1 replies
MifadiruMzn
Jangan lupa vote, like dan komen ya teman-teman/Rose//Heart/
Abu Yub
wanita paruh baya yang masih gadis
Neonaaaaa
lanjut terus Thor🔥🔥🔥
jangan lupa untuk mampir juga yaaa makasihhh
MifadiruMzn: oke kak, nanti saya mampir ya
total 1 replies
Anonymous
Lanjut Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!