Setelah lima tahun Fatur pergi ke luar negri untuk menghilangkan luka hatinya karena Anggita, kini ia kembali ke Indonesia dan tiba-tiba bertemu lagi dengan perempuan yang sangat ia cintai di masa lalunya. Sampai akhirnya Fatur jatuh cinta lagi untuk yang kedua kalinya kepada Anggita.
Disarankan membaca novel 'Jatuh Cinta Lagi' sebelum membaca novel ini.
Up dari senin sampai sabtu ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Snow White, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DILEMA
Adam Wisnu Guntara adalah kaki tangan Rudi yang tidak lain adalah papanya Fatur. Adam sudah bekerja hampir 15 tahun dengan Rudi dan dia juga yang menemani Fatur selama di Australia. Selama diasingkan hanya Adam yang menemani Fatur dalam kesendiriannya dan Adam sudah menganggap Fatur sebagai putranya sendiri.
Mengetahui Fatur ada di Indonesia membuat Rudi marah kepadanya dan akhirnya Adam mendapatkan hukuman dari Rudi karena lalai dalam menjaga putranya. Tanpa Fatur tahu Adam sudah lama ditugaskan oleh Rudi untuk menjaganya. Dari SMP Rudi terus memperhatikan Fatur dan tahu benar bagaimana perasaannya selama ini, apalagi sejak bertemu dengan Anggita. Meskipun Rudi telah memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjaga Fatur, ada beberapa hal yang tidak pernah diceritakan oleh Adam kepada Rudi tentang Fatur. Rahasia itu hanya Fatur dan Adam yang tahu.
Mengetahui Fatur berada di rumah sakit dengan cepat Adam menyusulnya. Padahal baru saja sampai dari Batam, namun rasa khawatirnya kepadanya Fatur lebih besar melebihi apapun. Ada rasa dilema di hati Erik saat memberitahu keadaan Fatur kepada Adam kaki tangan papanya Fatur, pasti dia akan memberitahu Rudi tentang keadaan Fatur saat ini.
Tubuh Erik terdiam membeku dan membisu menatap Pak Adam sedang berdiri di samping Fatur yang baru saja siuman. Kedua bola mata Erik melirik ke kiri dan ke kenan seolah berjaga-jaga jika akan mendapatkan pertanyaan dari Pak Adam. Sesekali Erik menarik napas panjangnya dan mencoba menenangkan dirinya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Pak Adam dengan tatapan sendu menatap Fatur yang masih terlihat lemas serta wajahnya sedikit pucat.
"Iya," jawab Fatur dengan suara terdengar parau dan sedikit lemas.
"Beristirahatlah, aku akan menemanimu di sini."
Pak Adam memang begitu dekat dengan Fatur sehingga pembicaraan antara kedua orang berbeda usia itu terdengar sangat akrab, seperti seorang ayah kepada anak lelakinya. Erik mulai terlihat panik dan tegang saat Pak Adam menoleh ke arahnya. Wajah Erik mendadak gugup entah apa yang harus diucapkan.
"Aku mohon, Pak. Jangan sampai Om Rudi tahu tentang ini," pinta Erik dengan suara sedikit ketakutan karena tatapan Pak Adam seolah sedang mengintimidasinya.
"Asal kamu tahu kalau tujuanku ke sini adalah untuk mengawasi Fatur. Apapun keadaan dia di sini aku harus melaporkannya kepada Pak Rudi," jelas Pak Adam terdengar tegas membuat Erik gelisah.
"Tapi, Pak. Kalau sampai Om Rudi tahu tentang keadaan Fatur kaya gini pasti dia akan disuruh pulang lalu dijodohkan."
Deg, tatapan Pak Adam begitu lekat menatap Erik saat dirinya bilang jika Fatur akan dijodohkan. Apa benar yang baru saja diucapkan oleh Erik tadi?
"Apa kamu bilang, dijodohkan?" tanya Pak Adam terlihat terkejut dengan ucapan Erik.
Melihat ekspresi Pak Adam membuat Erik hanya bisa mengangguk dengan rasa ragu, sepertinya Pak Adam belum mengetahui tentang masalah ini. Sejurus kemudian Pak Adam kembali menoleh ke arah Fatur yang sudah mulai tertidur karena masih merasakan pusing di kepalanya.
Dengan panjang lebar Erik menceritakan semuanya kepada Pak Adam jika papanya Fatur berencana untuk menjodohkannya dengan putri temannya. Tentu saja kabar yang mengejutkan membuat Pak Adam terdiam tidak percaya jika atasannya memenuhi janjinya. Memang sudah lama sekali Rudi merencanakan perjodohan antara Fatur dan putri temannya. Pak Adam pikir jika ucapan Rudi tidak akan serius, namun nyatanya semua akan menjadi kenyataan.
"Aku mohon jangan beritahu Om Rudi tentang keadaan Fatur," pinta Erik lagi terus memelas agar Pak Adam tidak membuka mulutnya kepada Rudi.
"Semua akan berjalan sesuai rencananya, Fatur akan menikah dengan orang yang sudah dikehendaki papanya," ucap Pak Adam membuat Erik terdiam menatapnya seolah heran dengan ucapan Pak Adam.
"Apa Anda tahu kalau Fatur memang akan dijodohkan?" kedua bola mata Erik membulat sempurna menatap Pak Adam begitu lekat.
"Iya. Sudah lama sekali," jawab Pak Adam singkat dan tenang membuat Erik terkejut tidak percaya.
"Itulah alasannya kenapa aku ada di sini. Aku akan membawa Fatur pulang sesuai rencananya," tambah Pak Adam lagi saat Erik masih terdiam tidak berkata apa-apa.
Kabar itu membuat Erik semakin mengasihani Fatur, ternyata dia tidak bisa lepas dari bayang-bayang papanya. Kehidupan Fatur seperti permainan bagi papanya. Tatapan sendu Erik menatap Pak Adam yang ada di hadapannya. Andai saja Pak Adam bisa membantu sahabatnya tapi semua tidak mungkin terjadi.
Erik menatap Fatur yang sedang tertidur pulas dengan tatapan sendu, begitu berat selama ini kehidupan yang Fatur hadapi hingga dirinya tidak pernah mendapatkan kebahagiaan yang diimpikannya selama ini. Mempunyai kisah cinta yang indah seperti dalam dongeng, seseorang yang selalu ada dalam suka dan duka, nyatanya selama ini dia selalu memeluk luka. Pantas saja Fatur selalu ingin mati saja dan hilang dari dunia ini.
Sejak pertemuan kemarin dengan Fatur membuat Anggita terlihat sedih karena masih teringat akan ucapan mantan kekasihnya. Pekerjaannya berantakan dan sudah beberapa kali Anggita melewatkan telepon masuk dari Damar. Hanya dengan Lara bisa berbagi beban yang sedang dirasakan olehnya saat ini. Lara adalah saksi hidup perjalanan kisah cinta antara Anggita dengan Fatur. Dan Lara juga satu-satunya yang tahu jika Anggita masih mencintai Fatur sampai saat ini.
Tangis Anggita tidak berhenti sejak tadi ketika bercerita dengan Lara melalui telepon, isak tangis didengar oleh Lara membuatnya ikut sedih dan terluka. Lara bisa merasakan bagaimana perasaan Anggita selama ini, merelakan Fatur demi kedua keluarga. Hanya diam yang bisa Lara lakukan saat itu dengan kedua bola mata mulai berkaca-kaca, andai saja Lara ada di sana pasti beban Anggita akan berkurang.
"Gue nggak tahu harus bilang apa, yang pasti lo harus sabar menghadapinya, Git." Lara mencoba menguatkan Anggita meskipun terdengar tidak akan berhasil.
"Jujur, Ra. Gue nggak sanggup kalau berhadapan sama dia. Gue nggak bisa menatap kedua bola matanya karena membuat gue merasa bersalah," rintih Anggita yang menangis tersedu-sedu.
Ya bagaimana bisa Anggita berhadapan langsung dengan Fatur, mendengar namanya saja hatinya terasa sakit dan terluka. Apalagi menatapnya seperti dibunuh hidup-hidup. Lara juga tidak bisa berbuat apa-apa karena saat ini Anggita akan menjadi istri dari Damar, tidak ada jalan keluar karena Anggita sudah memilih jalan untuk meninggalkan Fatur di saat dirinya sedang mencintai sedalam-dalamnya.
Setelah hampir satu jam Lara mendengarkan cerita Anggita, akhirnya ia baru saja bisa menikmati makanan yang sudah lama dipesannya. Memang ketika Anggita sedang menelepon saat itu Lara sedang berada di cafe tempat mereka sering bertemu, dulu. Nafsu makan Lara sudah tidak ada karena mendengar semua cerita sahabatnya yang membuatnya ikut menangis. Di saat Lara sedang menatap makanan yang sedari tadi belum disentuhnya, seseorang menghampirinya. Sebuah suara yang sangat dikenal olehnya.
"Lagi ngapain lo di sini?" tanyanya menyapa Lara yang sedang melamun.
Sontak suara itu membuat Lara tersentak kaget dan tersadar dari lamunannya. Lara menoleh dan melihat seseorang sudah berdiri di depannya, ternyata Indra yang secara tidak sengaja bertemu dengannya di sana. Mimik wajah Lara semakin terlihat tidak bersahabat ketika Indra berada di sana, ternyata kejadian kemarin tidak membuat keduanya saling dekat dan berbaikan.
"Ya makan! Nggak mungkin gue ke sini lagi antri obat!" jawab Lara terdengar ketus dan sinis serta ekspresi wajah yang tidak bersahabat.
Mendengar ucapan Lara spontan Indra hanya tertawa ringan, tanpa permisi Indra duduk di hadapan Lara, namun gadis cantik berhidung lancip terlihat cuek tidak menghiraukannya.
"Gue tahu itu. Maksud gue sama siapa lo ke sini?" jelas Indra kembali bertanya meskipun sikap Lara tidak bersahabat degannya.
"Lo nggak lihat gue di sini duduk sendirian? Pake tanya lagi!" semprot Lara masih dengan sikap sinis-nya membuat Indra semakin gemas melihat tingkah laku Lara saat ini.
"Sinis banget sih sama gue? Gue pikir setelah hampir 5 tahun kita kenal bakalan bisa akrab," ucap Indra terdengar kecewa menatap Lara.
Percuma saja Indra terus bersikap baik kepada Lara yang nyatanya Lara masih saja menolak kehadiran Indra. Baginya masalah yang pernah terjadi di antara mereka berdua tidak bisa dilupakan begitu saja.
"Nggak usah mimpi. Kita berdua dari dulu nggak akan pernah bisa akur, paham!" tegas Lara singkat.
Semua ucapan Lara tidak membuat Indra kecewa dan tersinggung, justru ia merasa senang melihat Lara seperti ini. Semakin menantang bagi Indra untuk mendekatinya.
"Lo sendiri kenapa ada di sini? Kaya yang nggak ada tempat makan lain aja?" tambah Lara lagi penasaran kenapa bisa bertemu dengan Indra di sini.
Lagi-lagi tawa ringan terlukis di bibir Indra, sepertinya Lara lupa jika tempat ini dulunya adalah awal pertama mereka berdua bertemu.
"Bukannya di sini pertama kali kita berdua ketemu? Apa lo lupa?" Indra mencoba mengingatkan Lara.
"Sorry gue amnesia," tegas Lara mematahkan ucapan Indra yang masih berusaha meluluhkan hati Lara.
"Gimana keadaan Anggita? Lo kapan mau ke sana lagi?" Indra mengalihkan topik pembicaraan agar bisa berlama-lama bersama Lara di sana.
"Nggak tahu."
"Kata Damar dia lagi kurang sehat?"
"Iya," jawab Lara masih seadaanya dan tidak banyak yang keluar dari mulutnya.
"Mungkin dia kecapean harus mengurus toko kuenya dan juga mengawasi rumah barunya," tebak Indra berasumsi sendiri.
"Nah, itu lo tahu! Gimana dia nggak stress dan capek harus kerja sambil ngawasin rumah barunya nanti. Apalagi di sana dia harus ketemu sama mantan pacarnya setiap hari!" papar Lara keceplosan bicara membuat Indra yang tadinya terlihat santai kini menjadi kaget dan serius menatap Lara.
Bukan hanya Indra yang terlihat kaget dan terkejut, begitu juga Lara. Kini dirinya terdiam membisu saat apa yang baru saja diucapkan tidak boleh ada satu orang pun tahu selain dirinya dan Anggita. Tapi kini semua terlanjur nasi sudah menjadi bubur dan pasti Indra akan bertanya tentang apa yang baru saja didengarnya.