NovelToon NovelToon
Ragna: Merasuki Tubuh Anak Idiot

Ragna: Merasuki Tubuh Anak Idiot

Status: sedang berlangsung
Genre:spiritual / Reinkarnasi / matabatin
Popularitas:22k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Dituduh sebagai pemuja Iblis, Carvina melakukan bunuh diri dengan meminum racun.
Terombang-ambing dalam kegelapan sembari membawa luka dan menjadi tawanan iblis, tiba-tiba saja dia terbangun dalam tubuh seorang anak kecil yang ternyata memiliki keterbelakangan mental.
Diperlakukan layaknya hewan, dia mulai membalas perlakuan mereka satu persatu.
Bagaimana kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Puluh Tiga

Jeremy memainkan gelas yang berisi setengah minuman merah sambil bersiul-siul bahagia, mengabaikan Lud yang menatap tajam dirinya.

Pria itu mengedipkan matanya genit ke arah Lud saat menyadari tatapan mematikan yang menghunus seakan mengulitinya membuat Lud merinding jijik.

"Tak sia-sia aku menyuruh Ragna bereinkarnasi di tempat itu, hihihi~" Ujar Jeremy sambil memasang wajah bahagia.

Tatapan tajam Lud berubah menjadi rasa penasaran, "Keberadaan raja telah ditemukan? Dimana?"

"Hais! Apa-apaan tatapanmu itu, Lud? Kau ingin menyatakan cinta padaku?" Tanya Jeremy pongah sambil menyugar rambutnya dengan percaya diri yang sukses membuat Lud kesal setengah mati dan ingin membunuh pria itu.

"Aku tau diriku ini sanga~t tampan. Tapi, kondisikan mata sialanmu itu saat menatapku yang seakan ingin mengajakku bercinta. Nanti aku kebablasan dan tak sengaja mencongkel matamu itu, loh~"

Pria itu kalap karena emosi lalu mengeluarkan sihir api dan mengarahkan pada Jeremy yang sibuk mengoceh sambil memasang wajah yang menurutnya menyebalkan dimatanya.

'Wusshh'

'Blarr!'

Serangan Lud hampir mengenai wajahnya dan berhasil meledakkan dinding yang berada di belakang Jeremy. Rambut pria itu berkibar akibat hembusan api yang melesat dengan kecepatan tinggi dan membakar beberapa helai rambutnya. Meleset sedikit, sudah pasti wajah tampannya berubah menjadi gosong.

"Wah~ Meleset~ Aku tak menyangka kau semakin payah," Jeremy meledek Lud habis-habisan, membuat pria itu melancarkan serangan hingga membuat ruangan mewah bernuansa hitam itu hancur berantakan.

"Sialan kau!!"

Di tempat lain, Ragna dan Leon telah tiba di sebuah rumah berlantai dua minimalis. Ragna menatap rumah itu dengan dahi berkerut.

"Ayah, ini rumah siapa?" Tanyanya kebingungan.

"Ini rumah kami." Leon menjawab sambil melepas seatbelt.

"Kami?"

"Ya. Aku dan Alandro. Kami membeli rumah ini bersama dan merenovasinya." Leon menatap Ragna sambil tersenyum, "Ayo."

Ragna mengangguk. Lalu dia teringat dengan perubahan Leon beberapa waktu lalu membuatnya menyeringai. Selama tiga tahun ini, dirinya dan Jeremy berhasil menemukan makam kuno yang terletak di pinggir desa dekat dengan hutan yang dikeramatkan warga sekitar. Dengan alasan berburu, Ragna mengajak Leon kesana dan membuat pria itu terjatuh tepat diatas makam raja iblis.

Alasan Ragna melakukan hal itu karena perintah; ralat, rengekan Jeremy yang membuat telinganya hampir pecah berdarah. Bahkan pria iblis itu menunjukkan sebuah kalung peninggalan raja iblis, dimana kalung itu akan bersinar terang jika jiwa sang raja berada di dekatnya.

Awalnya Ragna tidak percaya, tetapi setelah desakan dan paksaan dari Jeremy yang menyuruhnya meletakkan kalung itu di leher Leon, kalung itu mengeluarkan cahaya terang.

Apalagi Jeremy mengatakan jika jiwa Leon merupakan serpihan jiwa raja iblis yang bercampur dengan jiwa ksatria suci pemilik aura expert. Dia harus menumbalkan beberapa jiwa agar jiwa iblis terkumpul dan Leon bisa kembali ke dunia iblis.

"Ragna, ayo." Suara Leon mengembalikan Ragna dari lamunannya. Ragna menoleh dan sudah mendapati pria itu berdiri di samping mobil sambil menenteng dua tas besar.

"Baik."

Ragna segera keluar dan mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah berlantai dua.

Ragna menatap ruang tamu dan ruang TV bernuansa hijau dan cokelat dengan beberapa hiasan tanaman hias di sebuah rak pajangan yang menjadi pembatas. Terdapat dua pintu bercat putih yang di duga sebagai ruang tamu atau ruang kerja.

Lalu Ragna mengekor sang ayah yang berjalan menuju lantai atas dengan sebuah tangga melingkar yang menjadi penghubungnya. Disana terdapat empat pintu kamar berwarna kayu.

"Ini kamarmu. Kamarku ada di sana." Leon menunjuk ke sebuah pintu yang berhadapan dengan Ragna.

"Baik. Kalau begitu aku istirahat dulu, Ayah. Selamat malam."

"Ya. Selamat malam."

Ragna mengambil tas yang dijulurkan oleh Leon dan memasuki kamarnya. Gadis itu menatap dekorasi kamarnya yang cantik dengan dinding berwarna hitam dan biru serta perabotan berwana merah gelap.

Ragna memutuskan membongkar tasnya dan menata beberapa pakaian di lemari berwarna biru gelap. Setelahnya dia memutuskan membersihkan diri dan beristirahat.

Tahun ajaran baru telah tiba. Ragna memasuki gerbang sekolah bersama siswa baru lainnya dengan menggunakan seragam SD, mengingat sekarang merupakan hari pertama melakukan masa orientasi dan pengenalan diri.

Beberapa siswa diantar menggunakan mobil mewah, mengingat mereka adalah anak orang kaya, sisanya ada yang naik bus ataupun diantar orang tua seperti dirinya.

Leon mengendarai motor biasa, meskipun sanggup membeli sebuah motor sport pria itu lebih memilih membeli motor biasa demi kenyamanan.

"Kau gugup?" Tanya Leon saat melihat Ragna masih setia menatap beberapa siswa baru yang memasuki area sekolah.

"Sedikit." Ragna menjawab sambil memegang tasnya. Kepalanya sedikit pusing saat mendengar isi hati orang-orang yang berada di sekitar sana yang membuat mimisan.

Leon yang melihat hidung putrinya mengeluarkan darah segera mengambil sapu tangan, menyeka hidung yang sedikit mancung itu dengan lembut yang sukses membuat mereka menjadi pusat perhatian.

"Kau sungguh baik-baik saja? Kita pulang sekarang dan aku akan menghubungi pihak sekolah dan meminta ijin," Leon menatap Ragna khawatir. Pria itu meletakkan kembali sapu tangan dengan noda darah di saku celananya.

"Aku tidak apa-apa, Ayah. Percayalah,"

Leon menghela nafas pasrah, "Baiklah. Hubungi aku ketika ada apa-apa."

Ragna mengangguk dan tersenyum tipis, "Tentu, Ayah. Kalau begitu aku pamit dulu. Selamat pagi."

"Ya. Hati-hati."

Leon menatap punggung Ragna yang kini menghilang di balik gerbang sekolah. Sorot mata yang memancarkan kasih sayang berubah menjadi dingin.

"Kau sangat dekat dengan putrimu, ya," Komentar seorang pria yang tengah mengantar anak-anaknya dengan mobil mewah.

"Karena dia putriku," Leon menjawab dengan datar. Pria itu melirik seorang pria yang diperkirakan berusia tiga puluh tahunan dengan malas seakan mengetahui jika orang yang tengah menatapnya itu memiliki perasaan iri.

"Aku sendiri tidak begitu dekat dengan anak-anak. Mereka seakan menjauhiku." Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Mungkin kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu sehingga memilih abai dengan keberadaan mereka." Leon berkata tajam membuat pria itu terkekeh canggung.

"Yah, kau benar. Pekerjaan membuatku sibuk dan menyita banyak waktu." Pria itu bersandar di mobilnya.

"Hn."

Leon meninggalkan pria itu begitu saja, membuatnya berdecak kesal.

Ragna menyeringai saat melihat berita viral di ponselnya, dimana ditemukan seorang wanita meninggal dalam keadaan basah kuyup, tetapi di sekitar tempat kejadian tidak ditemukan genangan air.

Banyak spekulasi bersebaran, membuat gadis itu menyeringai tipis. Bahkan kematian beruntun yang terjadi di desa itu sejak seminggu lalu membuat beberapa orang meyakini jika desa itu sedang dikutuk.

Ragna menutup ponselnya dan fokus dengan beberapa senior yang sibuk memberikan penjelasan singkat tentang misi visi sekolah ini. Bahkan gadis itu mendengar berbagai umpatan dan cacian dari beberapa kakak kelas perempuan yang menatap sinis ke arahnya yang menonton langsung dari pinggir lapangan.

"Hei, dia memiliki wajah yang sangat cantik."

"Dia benar-benar jalang. Siapa yang akan dia rayu dengan wajah sok cantik itu?"

"Murid baru itu pasti sudah sering tidur dengan banyak pria."

Ragna melirik ke arah beberapa senior yang bergunjing tentangnya dengan tajam, membuat mereka seketika bergidik dan saling berbisik sambil menjauh.

"Benar-benar mulut sampah." Ragna memaki dalam hati.

"Hei, kau!" Seru seorang senior perempuan sambil menuding dirinya dengan tajam.

"Saya, Kak?" Tanya seorang siswi dengan tubuh pendek yang berdiri di depan Ragna dengan pucat.

"Tidak, yang dibelakangmu. Yang berambut ombre itu!"

"Saya?" Ragna menunjuk dirinya sendiri dengan raut bingung.

"Ya, kau. Siapa namamu?"

Semua orang menatapnya serentak dengan berbagai tatapan. Hal itu tidak membuat nyali gadis itu menciut mengingat dirinya di beberapa kehidupan merupakan seorang pemimpin maupun penguasa.

"Ragna. Ragna Leonora."

"Ya, Ragna. Sekolah ini melarang setiap siswa siswi mengecat rambut." Tegurnya keras, membuat beberapa siswi menatapnya dengan mencemooh dan puas.

"Maaf, rambut saya memang seperti ini sejak saya lahir. Ayah saya juga memiliki rambut yang sama dengan saya." Tutur Ragna menjelaskan, "Apa perlu saya memberikan beberapa bukti?"

Sontak mereka saling tatap. Bahkan Ragna mendengar beberapa diantaranya mengumpat kesal.

"Sial! Si jalang itu tidak dihukum!"

"Aku benar-benar ingin melihatnya dihukum."

Seorang guru mendatangi area lapangan dan mengatakan jika rambut Ragna merupakan asli. Bahkan dia juga memberikan beberapa bukti pada siswa yang mengisi acara tersebut.

"Oke, karena sudah ada bukti jika rambutnya asli dari lahir, tidak masalah. Tapi kami berharap besok rambutmu sudah berwarna hitam."

"Baik."

Ragna memilih tidak menanggapi beberapa komentar buruk orang-orang padanya. Lagipula dia tidak mengenal mereka sama sekali.

Sesekali Ragna memperhatikan jiwa-jiwa mereka yang masih memancarkan aura positif, bahkan beberapa memiliki jiwa-jiwa yang mulai berwarna gelap negatif, pertanda jiwa itu mulai terkena hal-hal buruk.

'Tes'

Hidung Ragna kembali mengeluarkan darah. Buru-buru gadis itu mengambil ponsel dan menghubungi Leon untuk menjemputnya sambil mengambil sebuah tissue untuk menahan darah yang mengalir deras di hidungnya.

"Hei, kau tak apa? Hidungmu berdarah!" Pekik seorang murid perempuan yang berdiri di sebelahnya panik yang sukses membuat semua orang menatap kearahnya.

Bisik-bisik mulai terdengar memenuhi area lapangan, membuat kepala Ragna semakin pusing.

"Idih, sok caper."

"Hati-hati, pacar kalian jangan sampai nyantol pada jalang itu."

"Aku baik." Ragna menjawab dengan tenang dengan wajah yang mulai pucat. Apalagi mendengar beberapa isi pikiran orang-orang membuat kepalanya terasa pusing.

Tak lama Leon datang dengan berlari cepat. Pria itu menerobos barisan dimana para siswa berbaris di bawah terik matahari.

"Kegiatan macam apa ini?!" Umpat Leon saat tiba di sana. Dia melihat beberapa siswa yang terkulai lemah di pinggir lapangan, bahkan ada beberapa yang pingsan.

Tetapi matanya memicing tajam saat melihat Ragna berdiri dengan wajah pucat, tak lupa dengan darah mengalir deras di hidungnya. Dan dengan buru-buru pria itu menghampiri sang anak dengan khawatir.

"Siapa pria itu?"

"Oh, sepertinya dia simpanannya."

"Lihat si jalang itu."

"Ragna, kau tidak apa-apa? Astaga!" Panik Leon dan memeluk Ragna yang berusaha berdiri meski wajahnya pucat.

"Ayah? Aku..." Ragna merasa dunianya berputar dan pandangannya menggelap.

Buru-buru Leon membawa Ragna keluar dari lapangan, membuat seorang siswa dengan berani mencegahnya, "Maaf, acara sekolah masih berlangsung. Setiap siswa dilarang keluar dari sekolah."

"Siapa kau yang berhak mengaturku? Aku ayahnya dan putriku sedang sakit." Desis Leon penuh penekanan.

"Tapi–"

"Nyawa putriku lebih berharga daripada kegiatan tidak berguna ini. Minggir atau aku menghajarmu." Leon mengancam siswa itu dengan aura yang mencekam.

Seorang guru datang menghampiri mereka dan meminta maaf. Dia mengijinkan Ragna pulang terlebih dahulu dan membubarkan barisan siswa yang masih setia berjemur di bawah terik matahari.

1
Fatin Fiqah
Luar biasa
safira
cerita menarik tapi membinggungkan..sbb tadinya d cafe dengan pamannya serta dokter jushua kenapa tetiba ada adik dari sebelah bapanya..dan berani keluar sulur berduri..bukan ka d tempat awan..🤔
Daniela Whu
ivanka kan seharusx nama perempuan ya 😏 kok ini jd nama cowok 🤭
Cahaya yani
akhr ny raja iblis kmbli
Cahaya yani
lah iy tinggalkn sja
nury
Luar biasa
Daniela Whu
astoge mulut anak SD lo itu sdh kyak mulut jalang
Cahaya yani
sampah teriak sampah
Lina Sofi
jgn kelamaan up thor ak nungguin g nongol2 sedih/Cry//Cry//Cry/
Lina Sofi
bantai musuh2y leon alan
Suzana Diro
jeremy nya cool sekali
Daniela Whu
ragna sama leon juga dokter siapa itu belum balas dendam ke orang" yg berniat membunuh x kh
Daniela Whu
kok bisa leon berubah jd iblis ya gimna cerita x awal kn dia cuma pemuda biasa gk ada tuh hawa" keiblis san
Tati Suriyati
lanjutkan ceritanya, menarik menegangkan 😊
deria
wah thor lama amat upnya😂
siapa tuh yang punya aura hitam😣
Lina Sofi
bumi hanguskan tuh desa
Daniela Whu
la kapan nih mereka balas dendam ke keluarga yg telah membuat mereka hancur? kok sdh lain lg ceritax
Lina Sofi
keren thor up kurang thor
deria
ayo ragna santet aja dia kayak dulu nyantet lina biar sekalian tuh ama anaknya😂😂😂 kalo dah cerai dari ayahmu🤣🤣🤣
Lina Sofi
bodoh cerai aj damai hidup bertiga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!