"Assalamualaikum, boleh nggak Alice masuk ke hati Om dokter?" Alice Rain menyengir.
Penari ice skating menyukai dokter yang juga dipanggil dengan sebutan Ustadz. Fakhri Ramadhan harus selalu menghela napas saat berdiri bersisian dengan gadis tengil itu.
Rupanya, menikahi seorang ustadz, dosen, sekaligus dokter yang sangat tampan tidak sama gambarannya dengan apa yang Alice bayangkan sebelumnya.
Happy reading 💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Labilnya Alice
Setelah kasus kemarin selesai, tentu Alice sudah harus aktif kuliah. Sesuatu yang tidak terlalu menyenangkan pun dimulai kembali.
Fachry melihat, istrinya cukup tertekan, gadis itu sering kali keluar ketika ada praktik yang mengharuskannya menyimak secara langsung bagaimana proses pembedahan dilakukan.
"Uegh!" Katak tak bersalah kenapa harus dibedah, Alice tak sanggup melihatnya.
Fachry menyodorkan masker khusus, walau tidak mengurangi kengeriannya. Setidaknya, Alice merasakan kehadirannya di dalam sini.
Alice lumayan bisa bertahan, meski lemas tubuh gadis itu. Ingin pingsan, dan sejak sering melihat hal aneh di fakultasnya, Alice sulit sekali untuk menelan makanan.
Selesai praktikum, Dewi mengajak sahabat terbaiknya ke kantin. Tak ada yang bisa Alice makan lagi dan lagi.
Sedari tadi, makanan Alice hanya dilihat, tidak disentuh sama sekali. Dewi ikut miris melihat keluhan seorang Alice Rain.
"Lo beneran mau tahan, Lice?"
"Nggak tahu, ah!" Fachry dan Sky sudah menawarkan untuk mundur dari fakultasnya, tapi, Alice sendiri belum bisa memutuskan.
Kuliah di fakultas yang sama dengan fakultas di mana Fachry mengajar saja, Alice sama sekali tak diakui istri. Apa lagi jika sampai Alice keluar dari lingkungan fakultas ini, Cinta pasti bebas merayu Fachry.
Lihat, di kursinya sana, Fachry cukup banyak yang mendekati, dan salah satu gadis yang tidak tahu diri; Cinta, bahkan, Cinta masih aktif sekali mengirim pesan dan dibalas oleh Fachry.
"Gimana kalo Gue minta cerai?"
"Hust!" Sontak, Dewi menegur. Tidak semudah itu cerai diucapkan. "Lo nggak dikasih jatah ranjang emangnya hah?"
Alice seketika berdecak lidah. "Kalau urusan itu sih, Dokter Fachry nggak pernah telat buat minta!"
"Terus ngapain minta cerai?!"
Alice sering berpikir ini, setiap hari, semenjak menikah kebebasannya terenggut. Tak apa, dia juga sudah sedikit menerima, tapi tidak dengan sikap maha benar, Fachry.
Yah, memang Alice belum siap menutup kepalanya. Lantas kenapa? Dia sopan, dia memakai abaya pilihan Fachry setiap hari.
Lagi pula, selama hidup, hanya Michael yang mencoba meleccehkan dirinya. Aurat yang diproklamirkan Fachry, Alice rasa tidak begitu berpengaruh. Toh, banyak yang berkerudung menjadi korban peleccehan.
Pikir Alice terus mencari pembenaran, karena dia selalu berpikir logis, baginya sendiri. Dan untuk urusan rumah tangga, bagaimana cara mereka menjadi suami istri yang samawa?
Mereka hanya bertemu sebentar, kadang Fachry pulang jam 3 pagi. Yang jadi masalah adalah, jam 6 saja, Fachry sudah sibuk ditelepon sana sini.
Kadang ke pesantren, kadang ke rumah sakit, kadang ke klinik. Kalau Fachry tidak mengajar di fakultasnya, mungkin Alice tak pernah bisa menemukan suaminya.
Sekarang, Dewi menanyakan dia akan menyerah dari fakultas ini atau tidak? Jelas ingin sekali menyerah, tapi berpikir ribuan kali untuk mundur karena dia masih betah melihat wajah tampan suaminya di sini.
Walau, tak jarang juga Alice beranggapan jika bercerai mungkin lebih baik. "Punya suami ustadz yang terlalu religius juga nggak enak, karena menolong sesama itu prioritasnya!"
"Tuh lihat!" Dengan sekilas manyun bibirnya, Alice lantas menunjuk tubuh tinggi Fachry yang berdiri di jajaran mahasiswi cantik.
"Tapi Lu kan tahu itu dari awal." Dewi mengingatkan bagaimana dirinya sudah pernah memperingatkan, Alice dulu.
"Lu bilang nggak apa- apa ganteng, dokter yang ketemu banyak cewek, no masalah, kalo seorang ustadz pasti setia!" imbuh Dewi.
Yah, memang sebelumnya Alice berpikir seperti itu. Tapi tidak dengan sekarang, yang bahkan hari harinya menjadi membosankan.
Semenjak kasus Michael, dia harus izin ke mana pun dia pergi. Termasuk, saat dirinya ingin berlatih ice skating, dan Fachry larang.
"Di rumah, Gue cuma sendirian tapi nggak boleh ke mana pun, Ustadz pulang terus ngajakin gituan. Abis itu shalat subuh bareng, Gue juga heran, kapan ustadz tidurnya!"
"Mungkin di RS, pas ada waktu," sela Dewi.
Dagu Alice dijatuhkan ke meja, dia cukup frustrasi dengan ini. "Gue mau kehidupan dulu Gue dibalikin, Dew! ... Baju Cinta bagus banget kan! ... Sekarang Gue nggak bisa pake baju begituan! ... Ice skating, sekarang Gue nggak bisa nari nari di sana lagi! ... Lagian, Gue punya suami kayak nggak punya suami!"
"Jadi gimana?" Dewi mendesah. "Gue nggak punya ekspektasi sama sekali kalau Lo bakalan nyerah, Lice. Secara, Lo tuh sesayang itu sama Dokter Fachry! Lu inget nggak, dulu Lu mimpi Fachry setiap hari, Gila!"
"Biarin dalam mimpi. Om Dokus baik, selalu ada, tapi di kenyataannya berbeda. Dia lebih memilih pasien, murid, santri, sama..." Ah, Alice tak bisa sebut satu persatu apa yang membuat Alice cemburu.
Alice membereskan tas miliknya. "Ya udah, Gue pulang."
"Mau ke mana?" Dewi menegur. "Masih ada kelas fisiologi, Lice!"
"Gue bolos kelas," jawab Alice. Wajahnya mulai malas melakukan apa pun. "Lagian, bentar lagi, mertua kesayangan Gue dateng."
"Lu bilang mertua kesayangan, tapi mau minta cerai, ... Gue turut prihatin sama hidup bebas Lo yang sudah wasalam." Dewi peluk tubuh Alice dengan wajah iba.
"Ehm." Dahaman seseorang membuat Alice melerai pelukannya. Menatap gadis itu dari atas hingga bawah.
Dulu, setiap peluncuran out fit di brand kalangan elit muncul, Alice yang selalu lebih dulu membelinya. Sekarang, Alice tak lagi memburu baju mahal.
Uang jajannya terbatas, Alice lebih suka perawatan dari pada membeli baju yang bahkan diharamkan oleh Fachry. Yah, ralat, bukan Fachry tapi, diharamkan oleh agama.
"Jadi mau minta pisah, ni yee?" Cinta seperti meledek, dan Alice mulai geram. Terlihat, dari tangannya yang mengepal kuat.
"Kenapa?" Cinta mendekati, bicara tepat di depan wajah Alice. "Dicuekin, Dokter, ya?"
Alice ingin menjambak, tapi sebisa mungkin dia tahan. Karena, di sini dia mulai menjadi bahan pembicaraan netizen, terlebih setelah semua orang tahu jika Alice bisa masuk ke fakultas ini karena orang dalam.
"Gue bilang juga apa, nggak ada cowok yang mau tahan buat deket- deket sama keluarga yang super duper arogan kayak keluarga, Lo!"
"Heh!" Alice menghentak dada Cinta dengan dorongannya. "Terus ngapain Kakak Lu masih deketin, Daddy Gue hah!" teriaknya.
Seluruh atensi, kini berpusat kepada mereka, termasuk Fachry yang lalu menatap ke arah Alice dengan kening yang mulai berkerut.
"Ya, sudah pasti, Daddy Lo yang mau Kakak Gue stay di sisinya terus!!" ketus Cinta.
Alice terenyuh. "Daddy cuma sayang Mommy! Asal Lu tahu!" tukasnya, dan mata mulai berkaca- kaca, bahkan bergetar suaranya.
"Oya?" Cinta terkekeh, sebal. "Kemarin, Daddy Lo main ke rumah Gue, dia beliin Gue baju, beliin Kakak Gue berlian juga," pamernya.
Alice sedang sedih karena Daddy Sky seolah sedang membuang dirinya. Tapi, Cinta justru pamer baju mahal pemberian Daddy Sky.
Alice tak perlu waktu untuk menunda, segera Alice dorong gadis di depannya dengan keras, bahkan terjatuh di atas kursi kantin yang juga terbalik bersamaan.
"Lice!" Fachry meraih tangan Alice yang sontak menepis, matanya menajam, dan Alice yakin itu karena Fachry tak suka dengan ulahnya yang dikatakan tidak syar'i.
"Apa!" Alice meneriaki suaminya bahkan, dia sendiri yang menginginkan hidup bahagia bersama Fachry, tapi lelaki itu selalu menjadi seseorang yang menyalahkan dirinya.
"Mau bela, Cinta?!" tukas Alice kembali. Dewi ingin meraih Alice, tapi wanita itu sudah lebih dulu ngeluyur dan berlari ke toilet.
Masuk ke bilik, yang tentu saja sebelumnya, Alice harus menerobos banyak mahasiswi yang bingung dengan raut marahnya. Apa lagi, ketika Alice berteriak di dalam sana.
"Huaaaa!!" Sumpah! Hidupnya sedari dulu sangat kacau, kaya raya, cantik, tapi nasibnya malang, menjadi anak perempuan tak beribu.
Ayahnya selalu menjalin hubungan ambigu dengan banyak artis. Alice ingin sekali memiliki ibu yang baik, seperti Tante Lala contohnya, tapi Daddy Sky justru memacari Kakak perempuan Cinta.
Sekarang, Fachry sasaran Cinta. Tapi lihat, Fachry sendiri tak sadar jika dirinya sedang dirayu gadis munafik yang pandai berakting.
"Kita perlu bicara kan?" Dari balik pintu, Alice mendengar suara Fachry. Memang selalu terdengar teduh saat dirinya sedang berapi- api.
Namun, bukan berarti lelaki itu sudah cukup sempurna. Tidak, karena Fachry masih belum bisa melakukan seperti yang Alice mau.
Alice sudah mau shalat, sedikit sedikit Alice juga menutup aurat, tidak keluar dari rumah tanpa izin suaminya. Namun, ... mana pengakuan Fachry? Mana waktu berkualitas Fachry? Mana princess treatment yang seharusnya Alice miliki dari Fachry?
"Alice pengen cerai!"