SWEET LOVE

Drrt drrt drrt.

Berlyan terbangun saat merasakan getaran dari ponselnya yang ada di bawah bantalnya. Tanpa melihat siapa yang menelepon, dia pun segera menjawab dan menempelkan layar ponsel pada daun telinganya.

“Ya halo?” ucap Berlya dengan mata yang masih tertutup.

“Sahara?” Suara berat Arga memburunya.

“Dasar gila, apasih yang dia katakan? Kenapa ada orang iseng menelepon sepagi ini?” gerutunya.

“Aku tidak iseng. Apa kamu masih setengah tidur? Sahara?”

“Ah aku bukan Sah...,” ucapnya terhenti dan dia langsung membuka matanya saat sadar dengan suara orang dipanggilan tersebut. Berlyan pun langsung melihat kembali nama kontak tersebut.

“Maaf, aku hanya sedikit terkejut. Ada apa ya kamu meneleponku?”

“Tidak ada apa-apa, aku hanya mau memastikan. Apa kamu mengganti nomor atau menghilang. Kalau begitu aku tutup!” Arga pun langsung mematikan teleponnya, tanpa mendengar jawaban dari Berlyan.

“Halo?”

“Apa-apaan itu? Masih pukul 5 pagi. Apa dia sudah gila?”

“Rasa kantukku benar-benar hilang sekarang! Dasar orang gila!”

“Woah sangat menyebalkan!”

“Dia benar-benar sangat menyebalkan!” gerutunya sambil menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan diatas kasurnya.

Sedangkan disisi lain. Setelah memutuskan panggilan, Arga melempar kembali ponselnya keatas sofa lalu menyandarkan tubuhnya.

“Burung bangau? Rasakan! Semoga dia tidak bisa tidur lagi!” decak Arga menatap ponselnya dengan sinis.

“Woahmp!” Berlyan menguap saat memasuki ruang kerja timnya.

“Kenapa kamu sudah menguap seperti itu pagi-pagi begini? Apa tidurmu kurang nyenyak?” celetuk Bu Dewi.

“Ya, aku hanya kesulitan tidur kembali saat tadi pagi,” jawab Berlyan tersenyum paksa seraya berjalan ke meja kerjanya.

BRAK.

Pak Galang tiba-tiba masuk dengan tergesa-gesa.

“Apa kalian sudah dengar? Pasti belum kan? Lagi-lagi baru aku yang mendengarnya kan?” serunya dengan bersemangat, “baik, fokus, dengarkan semuanya.”

Ketiga wanita yang bekerja dengannya pun diam dan memperhatikannya dengan seksama.

“Berita besar, tampaknya Presdir Argantara pergi ke kencan buta,” lanjut Pak Galang membuat Berlyan membulat dan wajahnya memucat.

“Astaga, memangnya apa hubungannya hal itu dengan kita, sampai kamu begitu heboh begini?” sahut Bu Dewi mencibir.

“Kan apa ku bilang! Kalian pasti begini lagi. Kalian itu harus melihat gambaran besar. Tentu saja ini ada hubungannya dengan kita! Orang-orang kaya akan selalu bersama. Mungkin akan ada kerja sama. Hal itu akan memberi dampak besar pada harga saham,” jelasnya tersenyum bahagia.

“Kamu saja hanya punya sedikit saham di perusahaan ini. Kenapa kamu sampai mempermasalahkannya serasa kamu pemegang saham besar saja?” sambung Bu Dewi dengan kata-katanya yang sadis.

“Total sahamku sekitar... lima puluh saham. Jumlahnya cukup lumayan.” Pak Galang terkekeh dan menyombong sambil menekan lima jari didepan wajah Bu Dewi.

Bu Dewi tersenyum sekejap lalu menyatukan tangannya dengan tangan Pak Galang. Kemudian memelintirnya hingga dia menjerit kesakitan.

“SAKIT SEKALI!”

“Berhenti membicarakan tentang Presdir Argantara, dan mulai melakukan pekerjaanmu! Dia juga memang adalah Presdir diperusahaan kita, tetapi dia orang yang mungkin tidak akan pernah kita temui,” sembur Bu Dewi.

“Apa kamu itu pegulat profesional? Kuat sekali!” gerutu Pak Galang sambil berjalan kearah meja kerjanya.

“Benar, ya tuhan tolong bantu aku agar tidak akan pernah bertemu pria itu!” batin Berlyan.

***

Didalam ruang kerjanya. Arga tengah serius membaca proposal pekerjaan dari layar kaca hologram. Beberapa saat kemudian pintu ruangannya terbuka, masuklah sekretaris tampannya yaitu Rey. Rey pun berjalan menghampiri Arga yang tengah serius.

“Apa anda mencari saya, Pak?” tanya Rey.

“Ya. Dengan pabrik di AGF 4, kapan rencana kita untuk memulai ulang lini produksi keduanya?” tanya Arga yang tatapannya masih terfokus pada proposal kerjanya.

“Setidaknya itu akan memakan waktu seminggu menyelesaikan semua pekerjaan sisanya,” jelas rey.

“Hari ini adalah hari pertama Pak Juan bekerja pengganti Pak Sammy? Ayo kita makan siang dengannya hari ini,” ucap Arga.

“Sebenarnya, jadwalmu berubah mulai jam makan siang hari ini....”

“Apa? Apa maksudmu? Kenapa kamu mengubahnya tanpa bilang apapun padaku?” Arga menoleh tajam kepada Rey.

“Aku tidak punya pilihan karena itu perintah dari ketua pimpinan. Aku sudah menjadwalkan kencan buta lagi,” jelas Rey dengan wajah tidak enak.

“APA? Aku sudah tebak, pada akhirnya akan menjadi seperti ini lagi,” gumam Arga.

“Minny dari IBM Kontruksi. Jurusan arsitek di Universitas Ternama, dan kini sedang mengejar gelar doktor di Universitas Nasional.” Sambil menyetir Rey menjelaskan wanita pertama yang akan dia temui. Arga menghela nafasnya menatap kearah luar jendela.

“Sebenarnya orang-orang bilang sayang sekali, jika aku harus menikah dengan karierku yang sedang melambung seperti ini,” jelas wanita bernama Minny. Arga yang mendengarnya mendongak menatap wajah wanita yang duduk dihadapannya sambil menyeruput gelas teh.

“Tapi, kalau kupikir melahirkan seorang anak dengan genetikku yang bagus ke dunia ini dan membesarkannya juga tidak sia-sia,” lanjutnya. Lagi-lagi Arga hanya dia dan tersenyum tipis mendengar kesombongan wanita itu.

Next.

“Wanita ini lulusan Sekolah Medis Harvard dan putri tunggal dari menteri pendidikan. Kalian pasti punya banyak kesamaan karena satu alumni.”

“Kamu pasti kenal dengan Profesor Peter kan?” tanya wanita berambut pendek sebahu warna hitam yang duduk didepannya.

“Tentu saja, karena dia pembimbingku,” jawab Arga tersenyum.

“Dia mengajar mata kuliah bisnis yang ku ambil sebagai pilihan, dan aku ingat dia sering memuji tesismu,” ucap wanita itu seraya membalas senyuman Arga dengan malu-malu.

Next.

Arga melihat arloji di tangan kirinya sambil menghela nafas menatap luar jendela kafe.

“Tuan Argantara, aku sudah dengar banyak tentangmu.”

“Kamu lebih tampan dari pada yang kulihat difoto.”

“Kamu juga tinggi sekali.”

“Aku suka dengan sifat tenangmu.”

“Kamu benar-benar tipeku.”

“kamu tipeku sekali.”

“Tipeku banget.”

“Saat aku memberi tahu keluargaku tentang mu....”

“Para tetua keluargaku sangat senang.”

“Ini juga pertama kalinya aku merasa seperti ini, jadi....”

“Hatiku berdebar.”

“Hatiku Berdebar.”

“Astaga aku bicara terlalu banyak.”

Di dalam lift bersama dengan Rey. Arga melonggarkan dasi yang dia pakai. Karena dadanya terasa sesak mendengar semua ocehan dari wanita-wanita yang berkencan buta dengannya tadi. Bahkan yang lebih terburuk, rata-rata perkataan mereka sama persis. Gendang telinga Arga rasanya mau pecah.

“Apakah menurutmu ada orang lain yang pergi kencan buta sampai sebelas kali dalam sehari?” keluh Arga seraya menghela nafas dan menatap sayu pintu lift didepannya.

“Tentu saja mungkin tidak ada, kamu akan mencetak rekor kencan buta terbanya dalam waktu tersingkat,” jawab Rey sembari terkekeh dan tersenyum mengejek Arga.

Arga mencibir dan menatap sinis Rey yang berdiri disampingnya.

“Kamu salah menekan tombol. Kenapa menekan rooftop?” tanya Arga.

“Aku tidak salah menekan tombol, karena masih belum selesai kencan butanya,” ucap Rey tersenyum melihat wajah sengsara Arga.

“Apa?” Arga mengerutkan dahinya.

“Namanya Oh Eun-ji, dia generasi ketiga imigran dan calon pewaris Hitori Foods.” Rey menjelaskan kepada Arga saat berapa didalam helikopter. Arga melambaikan tangannya karena sudah tidak perduli lagi siapa nama wanita terebut karena yang penting kencan buta ini cepat selesai.

“Apa ada wanita yang menarik perhatianmu hari ini?” tanya Rey.

“Tidak ada sama sekali,” jawab Arga lesu dengan mata tertutup dia bersandar pada dinding lift. Keadaannya sudah berantakan rambutnya tidak lagi mengkilap, bajunya sudah kusut, dasinya terlepas, bahkan sepatunya sudah terlepas dari kakinya karena begitu gerah dan lelah.

“APA?” Rey terkejut mendengarnya.

“Maksudku mereka semua terlihat jauh lebih baik dari pada Nona Hana yang palsu yang ingin kamu nikahi saat baru bertemu,” jelas Rey tersenyum.

“Setidaknya Nona Hana palsu tidak membosankan seperti mereka,” tutur Arga menghela nafas lalu tersenyum mengingat Berlyan. “Bagaimana bisa semua wanita itu mengatakan hal yang sama?”

“Benar juga,” gumam Rey yang ikut menghela nafasnya, “Dia berbeda daripada yang lain.”

“Presdir, hidungmu berdarah,” ucap Rey panik melihat darah keluar dari hidung Arga.

“Hidungku berdarah lagi?” Arga terkejut dan langsung menyentuh hidungnya, “Ah sialan!”

Rey pun memberikan sapu tangannya kepada Arga untuk mengusap darah yang terus mengalir dari dalam hidung Arga.

.

.

BERSAMBUNG