Anggita Dewi, seorang gadis yang polos dan lugu terpaksa merantau ke kota karena diusir oleh ayah tirinya.
Lalu ia dinikahi oleh Rega Harsono yang merupakan CEO Harsono Grup. Tapi sayang meski dinikahi oleh seorang CEO, tidak lantas membuat pernikahannya bahagia.
Ibu mertuanya yang kejam selalu menyiksa batin dan fisik Anggita karena memergokinya yang tengah melakukan kejahatan terhadap papa mertuanya yang lumpuh. Bukan itu saja, ibu mertuanya bahkan memfitnahnya sehingga Rega ikut membencinya.
Mampukah Anggita bertahan dalam pernikahannya dengan siksaan dari ibu mertuanya yang kejam?
Dan dapatkah Anggita mengungkap segala kejahatan dan fitnahan yang dilakukan oleh sang ibu mertua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafsa Juliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Salahku, Ibu Mertua? Bab 23
"Tapi selain Anda, masih ada orang lain lagi yang saya curigai, Pak Rega, " ucap dokter Hera di ruangannya pada Rega.
Rega ingin meminta hasil dari lab dan rontgen dari Anggita, ia akan memeriksa dan mungkin juga menyelidiki hal yang ia rasa janggal terjadi pada istrinya tersebut.
Meskipun ia masih merasa marah dan membenci Anggita, tapi wanita itu tetaplah istrinya yang merupakan tanggungjawab nya. Jadi ia merasa tetap harus mengambil tindakan jika sesuatu yang buruk benar-benar terjadi pada Anggita.
"Maksud Anda, Dok? " tanya Raga dengan sedikit kernyitan di dahi. Karena baru saja tadi sang dokter mengatakan kalau ia mencurigai dirinya, tapi sekarang dokter tersebut sudah mengatakan hal yang lain lagi.
"Ya, seperti yang saya katakan tadi. Jika kasus yang terjadi pada Ibu Anggita ini bukanlah suatu kecelakaan ataupun sebuah ketidaksengajaan. Dan jika memang itu benar-benar terjadi, maka saya akan mengambil tindakan, " dokter Hera selalu merasa geram oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Ia yang juga sebagai sesama wanita tak akan rela jika ada perempuan-perempuan yang mendapatkan kekerasan namun tidak mendapatkan keadilan. Sudah beberapa kali ia menemui kasus seperti yang terjadi pada Anggita ini, tapi menurut nya kondisi Anggita merupakan yang terparah.
Karena wanita itu memiliki hampir semua jenis luka terdapat pada tubuh dan juga jiwanya. Ya, memang bukan hanya fisik Anggita saja yang penuh luka, tapi jiwanya juga mendapatkan trauma yang mungkin akan sangat lama untuk menyembuhkannya.
"Siapa orang itu, Dok? Maksud saya, orang lain siapa yang Anda curigai selain saya selaku suaminya? "
"Mungkin, mama Anda. Atau ibu mertuanya yang ia sebut nyonya? Karena tidak mungkin kan istri Anda bekerja di tempat lain sedangkan Anda merupakan seorang CEO terkenal? " dokter wanita itu membenahi kacamatanya, ia memperhatikan perubahan raut wajah Rega yang kontras, bahkan kini wajah itu tampak marah.
Sangat berbeda daripada saat ia mengatakan jika mencurigai lelaki itu sendiri.
"Dokter jangan sembarangan ya menuduh mama saya seperti itu. Saya bisa menuntut Anda mencemarkan nama baik Anda nanti, " seru Rega sedikit emosi.
"Saya mengatakan hal tersebut bukan tanpa alasan, Tuan. Saya mendengar dengan telinga saya sendiri saat istri Anda mengigau waktu kami sedang menanganinya, "
"Hal seperti itu tidak mungkin terjadi kalau bukan karena ia merasa sudah sangat ketakutan hingga ketakutannya itu mendarah daging. Tidak mungkin jika seseorang bisa sampai mengigau saat sedang pingsan kalau bukan disebabkan rasa trauma yang mendalam pada dirinya, " terang dokter Hera pada Rega.
Lelaki itu terdiam, hatinya menyangkal pernyataan dokter tersebut. Tapi logikanya seolah membenarkan perkataan dokter Hera.
"Memangnya seperti apa igauannya, Dok? "
"Sus ... bisa tolong tunjukkan video Bu Anggita sebelum operasi kemarin? "
Suster Dina mengangguk dan memberikan sebuah ponsel pada dokter Hera yang sepertinya digunakan untuk merekam Anggita.
"Ampun ... Nyonya. Ampun... " di dalam Video tersebut menampakkan Anggita yang masih dalam keadaan memprihatinkan kemarin.
Yakni wajahnya yang pucat dengan bibir membiru, tubuhnya basah kuyup dan terasa sangat dingin seperti baru saja keluar dari freezer raksasa. Wanita itu menggigil dengan menggumamkan kata-kata yang terdengar janggal menurut dokter Hera.
Lalu dokter Hera meminta salah satu suster untuk merekamnya pada saat itu.
"Saya tidak salah, Nyonya... " gumaman itu memang sangat lirih, namun juga sangat jelas jika di dengarkan dengan seksama.
"Ampun... hentikan, Nyonya... "
"Saya mohon... "
Igauan Anggita terus terjadi dengan durasi yang terjeda-jeda, bukan sekali waktu. Namun sepanjang operasi bahkan sesudah operasi juga igauan tersebut masih berlanjut.
"Semua ini salah Raka, buka saya.. "
Deg.
Suara terakhir yang terdengar di telinga Rega membuat lelaki itu semakin menajamkan pendengarannya. Ia menambah volume pada ponsel itu dan menempelkan nya di telinga.
"Semua ini salah Raka, Nyonya ... bukan saya, " suara itu sangat lirih dan terdengar begitu pilu.
Seakan-akan wanita sedang dan keadaan tersiksa dan ketakutan.
"Apa semua ini benar? " tanya Rega dalam hatinya.
"Tapi tidak mungkin orang itu adalah mama Siska kan? Mama Siska orang yang baik, beliau tidak mungkin melakukan hal sekejam itu, " Rega terus menyangkalnya meski fikiran logisnya membenarkan.
Suster men-slide video selanjutnya, dimana dokter Hera dan satu dokter lainnya serta beberapa suster sedang melaksanakan operasi terhadap Anggita.
Operasi yang pertama mereka lakukan adalah kuret atau pemebersihan rahim dari janin yang sudah luruh, setelah dokter Prasetyo yang merupakan rekan dokter Hera, memeriksa pendarahan hebat yang dialami Anggita adalah keguguran.
Sebenarnya janin tersebut masih bisa diselamatkan jika Rega membawa Anggita kesana tepat waktu atau tidak terlalu banyak mengeluarkan darah seperti malam itu. Tapi semuanya terlambat karena Anggita sudah kenangan banyak darah, bahkan hingga kini wanita itu masih membutuhkan banyak transfusi darah.
"Apa Anda tidak pernah merasa curiga atau pernah mendapati hal-hal janggal sebelumnya? " tanya Dokter Hera yang melihat kernyitan di dahi Rega.
Rega menggeleng samar, ia ragu akan menjawab pertanyaan dokter Hera dengan tidak, tapi ia juga tidak yakin kalau harus menjawab iya. Karena sejujurnya ia pernah melihat Anggita terluka yang seperti di tutup-tutupi atau disembunyikan oleh istrinya itu.
"Ini, Dok... " salah satu suster yang lain masuk ke ruangan dan memberikan sebuah berkas kepada dokter Hera.
Dokter Hera meletakkan berkas tersebut di hadiah Rega, "dan ini, apa Anda akan menyangkalnya juga? "
"Apa ini, Dok? " tanya Rega meraih berkas yang berisi sebuah data.
"Silahkan Anda baca, Pak, "
"Berkas perawatan Anggita di rumah sakit Setia Kasih? " gumam Rega membaca data itu.
"Apa maksud Anda memberikan ini pada Saya? " lanjutnya bertanya.
"Ibu Anggita baru saja keluar dari rumah sakit tersebut sekitar sepuluh hari yang lalu 'kan, Pak? "
Rega mengangguk, "iya, lalu apa hubungannya dengan saat ini?
" Anda bertanya kepada saya? Justru saya yang mau bertanya kepada Anda, kenapa Ibu Anggita bisa masuk ke rumah sakit tersebut dan dirawat lumayan lama disana? "
"Apa saya harus mengatakannya pada Anda? " tanya Rega yang sedikit jengkel dengan dokter perempuan di depannya yang dinilai terlalu ikut campur dengan kehidupan pribadi pasien.
"Ya, itu kalau Anda memang bukanlah pelaku kekerasan terhadap Ibu Anggita, "
Rega menghembuskan nafas kasar, ia tau sekarang apa maksud dokter Hera. Dokter tersebut sedang menyelidiki dirinya, bahwa dirinya atau bukan pelaku kekerasan terhadap wanita yang tengah menjadi pasiennya saat ini.
"Baiklah, istri saya memang dirawat di rumah sakit tersebut pada tanggal satu sampai tanggal delapan, lalu pulang setelah ia sembuh dan memulihkan kondisinya di rumah selama beberapa hari ini, lalu... "
"Apa penyebab istri Anda masuk rumah sakita pada waktu itu? " desak dokter Hera tak sabar karena jawaban Rega hanya menjelaskan tentang kapan dan berlaku lama Anggita dirawat.
"Itu, saya memergokinya sedang mencoba bunuh diri dengan menenggak detergen cair, saya mencoba menghentikannya namun terlambat karena acairan itu sudah terlebih dahulu masuk ke dalam lambungnya dan pencernaan nya. Saya juga langsung membawanya ke rumah sakit secepatnya waktu itu, " jawab Rega sedetail mungkin.
"Bunuh diri? atas dasar apa istri Anda mau melakukan percobaan bunuh diri? " dokter Hera dibuat semakin curiga oleh pernyataan Rega barusan.
Rega mengangkat kedua bahunya, "saya juga tidak tau kenapa dia melakukan perbuatan keji seperti itu. Padahal dia sendiri tau kalau dia sedang hamil, meski bukan anak saya, "
Dokter Hera terus merekam perbincangan mereka dan menulis juga pernyataan Rega, mulutnya lun menggumamkan kata yang menjadi poin yang ia butuhkan.
"Mencoba bunuh diri.. meski tau sedang hamil.. bukan anak Pak Rega? " catatnya.
"Apa ini masalh perselingkuhan? tapi seperti nya tidak mungkin, kalau perselingkuhan kenapa ia sangat ketakutan, " tanya dokter Hera dalam hati.
"Sepertinya aku butuh orang lain lagi untuk membantu menyelidiki kasus ini, jika memang terbukti kekerasan dalam rumah tangga. Maka mereka akn kupastikan tidak akan lolos, " dokter Hera memiliki dendam tersendiri pada pelaku kekerasan terhadap wanita.
"Tapi itu bukan merupakan percobaan bunuh dirinya yang pertama, sebelumnya ia juga pernah berniat mengakhiri hidupnya juga pada saat ... "
"Apalagi ini? "