Ketika takdir merenggut cintanya, Kania kembali diuji dengan kenyataa kalau dia harus menikah dengan pria yang tidak dikenal. Mampukah Kania menjalani pernikahan dengan Suami Pengganti, di mana dia hanya dijadikan sebagai penyelamat nama baik keluarga suaminya.
Kebahagiaan yang dia harapkan akan diraih seiring waktu, ternoda dengan kenyataan dan masa lalu orangtuanya serta keluarga Hadi Putra.
===
Kunjungi IG author : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa
Bugh.
“Maaf.”
Lukas menatap gadis yang tidak sengaja menabraknya karena bergegas keluar dari lift. Gadis itu menuju salah satu kamar, sedangkan Lukas melanjutkan langkahnya sambil kembali menghubungi Damar.
“Ha ….”
“Shittt, Yuda sudah berani main-main denganku,” maki Damar di ujung telepon, bahkan saat Lukas belum selesai menyapa.
Lukas masih menempelkan ponsel di telinganya lalu menekan salah satu lift untuk menuju lantai tujuannya.
“Apa yang harus aku lakukan?”
“Aku akan rebut kembali putriku. Kembali ke rencana awal, dia harus merasakan apa yang aku rasakan. Rebut juga putrinya,” titah Damar di ujung telepon.
Lukas menggaruk kepalanya yang tidak gatal mendengar perintah Damar, hanya kata siap yang dapat disampaikan lalu panggilan berakhir.
“Bertemu di tempat biasa,” titah Lukas menghubungi timnya. “Rencana awal gagal, kembalikan semua ke tempat semula.”
Sedangkan di kamar Elvan, Kania terlihat semakin aneh. Elvan sudah membawa Kania ke bathtub, lalu mendinginkan tubuh istrinya dengan terus membasahi menggunakan kran. Sepertinya cara yang digunakan Elvan tidak berarti, Kania masih menggelinjang kepanasan.
“Halo ….”
“Bimo, seperTinya Kania dalam pengaruh obat. Apa yang harus aku lakukan?”
“Obat?"
Elvan menjelaskan singkat apa yang terjadi pada istrinya dan mendengarkan apa solusi yang harus dilakukan oleh Elvan.
“Maaf, saya harus kembali ke tuan Yuda. Saya khawatir Lukas berulah lagi,”
Elvan menatap Kania yang sudah beranjak dari bathtub dengan tubuh dan wajah yang basah. Bahkan gaun yang dikenakan membuat lekuk tubuhnya terbentuk.
“Elvan, aku tidak ingin menginginkan ini tapi tubuhku … tolong bantu aku.” Kania semakin mendekatkan tubuhnya dia berjinjit lalu menempelkan bibir mereka. Elvan tidak berpikir dua kali untuk menetralisir obat yang ada di tubuh Kania karena respon dari gadis itu.
Membalas pagutan yang awalnya biasa saja, menjadi semakin panas dan liar. Elvan membawa tubuh Kania tanpa melepaskan pagutannya dan merebahkan tubuh istrinya di ranjang.
“Kania, aku harap kamu tidak akan menyesal,” ujar Elvan.
Mengapa harus menyesal, dia istriku dan aku berhak atas dirinya, batin Elvan sebelum dia melanjutkan aksinya.
Tubuh Kania sudah polos, bahkan Elvan harus menelan saliva memandang pahatan sempurna dari tubuh istrinya.
“El-van … please.”
Elvan pun melepaskan penutup tubuhnya dan merangsek menaiki tubuh Kania. Keduanya saling meraba dan menyentuh sampai akhirnya Elvan berhasil memasuki Kania dan membuat gadis itu menjadi wanita sempurna.
Sempat memekik dan membenamkan jari-jarinya di kulit tubuh Elvan saat merasakan sesuatu yang baru dalam tubuhnya. Namun, pengaruh obat masih merajai dan sakit itu abai dengan gerakan yang kemudian dilakukan oleh Elvan.
Entah berapa lama sudah adegan dewasa itu terjadi, beruntungnya Elvan bisa mengimbangi hasrat keterpaksaan Kania. Saat ini Kania sudah terlelap di balik selimut, Elvan yang juga sudah lelah ikut merebahkan diri di samping istrinya.
...***...
“Bangunlah, kamu perlu makan setelah … you know-lah,” ujar Elvan ketika Kania mengerjapkan matanya dan menatap sekeliling kamar.
Kania menoleh, Elvan yang duduk di sofa sedang menyesap kopinya. Penampilan pria itu terlihat sudah rapi dan ternyata hari sudah siang. Entah apa yang Kania sudah lewati, dia mencoba mengingat apa yang terjadi.
Mendapati dirinya hanya dalam balutan selimut, penggalan kejadian semalam sudah menyadarkan Kania. Dia beranjak duduk sambil menahan selimut agar tidak terlepas.
“Semalam, aku …..”
“Entah apa jadinya kalau kamu tidak ada di dalam kamar ini.” Elvan beranjak dari sofa, mendekat pada Kania. “Entah siapa yang memberimu obat dan apa tujuannya.”
“Tentu saja orang yang terlibat dengan keluargamu, aku tidak punya musuh dan kita tidak mungkin berbagi dessah kalau aku dalam keadaan sadar.”
“Itu pakaian gantimu, makan dan bersihkan tubuhmu. Kita pulang, aku akan tunggu di lobby.” Elvan menunjuk meja di mana sudah ada menu sarapan dan goody bag.
Kedua mata wanita yang sudah mengembun pun menjadi isak tangis saat Elvan meninggalkan kamar. Niatnya akan memberikan dirinya kepada pria yang dicintai termasuk itu Elvan ketika waktunya tiba, tapi semua di luar rencana dan yang paling menyakitkan adalah Elvan bersikap biasa saja.
“Apa yang kamu harapkan Kania, bukan dirimu yang ada di hatinya.” Setelah bergumam dan mengusap air mata di wajahnya, Kania beranjak dari ranjang. Sempat menjerit pelan bahkan terdiam saat mencoba melangkah, merasakan sakit di bagian intinya.