Terjebak Malam Yang Salah

Suara ketukan pintu terdengar, segera Ganesa bangkit dan membuka. Terlihat Rangga membawa dua orang wanita yang tampaknya adalah petugas MUA.

"Pagi Nona Ganesa," sapa Rangga.

"Pagi," jawabnya ketus.

"Saya kesini untuk mengantarkan mereka. Mereka akan melakukan pekerjaannya," ucap Rangga pada calon istri bosnya itu.

Ganesa tampak tak menanggapi Rangga, tapi dia tersenyum dan menatap ke arah dua orang wanita itu.

Rangga mengepalkan tangannya, istri bosnya dan keponakanya yang seorang dokter itu sepertinya sangat menyebalkan. Bisa tua sebelum waktunya kalau dihadapkan dengan dua wanita seperti itu sekaligus.

"Kalau begitu saya harus kembali Nona, jangan terlambat datang. Jam sepuluh adalah pelaksanaan ijab qobul, dan setelah itu dilanjutkan acara resepsi," ucap Rangga.

"Jangan banyak bicara, bukankah tak ada banyak waktu? Pergilah!" ucapnya ketus. Rangga mengepalkan tangannya lagi, kesal sekali pada Ganesa. Rangga menghela napas panjang kemudian melenggang pergi.

Ganesa tersenyum sinis, menatap kepergian Rangga, setidaknya bisa melampiaskan amarahnya sama pada Rangga, walau sebenarnya sebalnya pada Nicho. Ganesa menoleh dan kembali menatap dua petugas MUA itu.

"Kami ditugaskan membantu persiapan anda, Nona," ucap salah satunya dengan ramah. Ganesa mengangguk pelan dan mempersilakan mereka masuk.

Satu jam berlalu, papa dan mama tampak gelisah menunggu putrinya di bawah. Mereka sudah di rias untuk menemani Ganesa. Dani dan Emely memilih untuk merias dirinya sendiri, mereka juga sudah siap di ruang tamu bersama dengan baby tampan mereka.

"Bagaimana Dan, kau sudah memastikan undangan online tersebar di kolega dan kerabat?" tanya Papa Hendra. Walau ini dadakan, tapi sebelumnya memang sudah ada rencana pernikahan Rian dan Ganesa. Hingga mereka tinggal merubah nama saja dan menyebar secara online.

"Sudah pa, tidak lebih dari satu jam semua sudah tersebar kemarin," ucap Dani.

Papa Hendra bernapas lega, walau pernikahan terpaksa, papa Hendra tetap akan mengadakan resepsi yang akan digelar meriah besok. Walau pastinya timbul pertanyaan kenapa pengantin lelakinya berubah, itu tidak jadi masalah baginya. Tidak banyak yang tau juga siapa calon menantunya dulu.

Dia berharap Ganesa akan bahagia kedepanya. Berharap juga keluarga Rian tak menyebar berita apapun, mereka sudah bertemu, dan keluarga Rian memang berharap tidak dilanjutkan pernikahannya, meskipun Rian memberontak.

"Syukurlah kalau begitu," ucap papanya.

Tak lama mereka mengobrol, tampak Ganesa keluar dari kamar di iringi oleh petugas MUA. Papa, mama, Dani dan juga Emely yang berada di bawah tampak tersihir dengan kecantikan Ganesa. Mereka hanya bisa mematung menatap penampilan Ganesa yang sangat menakjupkan. Akan tetapi sayang sekali tak ada senyuman di wajah nan ayu itu.

Ganesa tampak cantik dengan gaun putih yang dibawa oleh petugas MUA. Mereka bilang, gaun itu adalah gaun yang dipilih oleh Nicho.

Sempat takjup akan keindahan dan selera Nicho yang sama dengan apa yang dia inginkan. Ganesa tersenyum, apa memang mempunyai selera yang sama? Aishhh apa apaan ini? Kenapa aku memikirkan pria jahat itu? Pikir Ganesa, segera wanita cantik itu menepis prasangkanya.

"Ma, Pa, Kak, sebaiknya kita berangkat sekarang," ucap Ganesa dan menyadarkan papa, mama dan kakaknya dari lamunan.

Papa maju ke arah Ganesa dan meletakkan kedua tangannya di pipi kanan dan kiri putrinya.

"Kamu sangat cantik, putri papa dan mama akan menikah. Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang istri seperti mamamu. Jadilah wanita kuat, jika kamu mampu raih hati suamimu dan baerbahagialah di hari yang akan datang," ucap papanya mencoba menguatkan meski hatinya juga rapuh.

Ganesa mengangguk pelan dan memeluk ayah tercintanya. Bagaimana bisa papanya berharap pada peenikahannya, padahal dia sudah mengatakan pada Nicho untuk menikah dengan batasan waktu. Ganesa menahan perih, dadanya terasa sesak sekali.

"Om, tante, sebaiknya kita berangkat. Rangga sudah menghubungiku jika mereka juga segera menuju ke tempat acara," ucap Dafa yang baru saja tiba.

Mereka mengangguk dan segera berjalan, menuju ke parkiran mobil. Ganesa masuk ke dalam mobil, merah, dia tersenyum saat melihat Nala di dalam mobil itu. Dafa segera membawa dua adiknya ke tempat pelaksanaan ijab Qobul yang bertempat di kediaman keluarga Nicho.

Sedang Dani, Emely, papa dan juga mama terpisah mobil di belakang sana. Mereka melaju mengikuti arah laju mobil yang dikendarai Dafa.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Mansion mewah Nicho disulap bak Istana. Indah, begitu indah. Persiapan begitu matang, kamar yang berhias keindahan begitu terpampang nyata.

Nicho berada di lantai atas, melihat dari atas ruangan indah yang akan menjadi saksi hidup barunya. Nicho tersenyum, tidak dipungkiri hatinya begitu dag dig dug tak karuan membayangkan hal yang akan terjadi nanti.

Hatinya sedikit tersentak, berharap apa yang direncanakan bisa berjalan seperti yang dia mau. Meskipun semua seolah hanya sebuah keterpaksaan dan mendadak.

"Ya Tuhan, semoga semua berjalan dengan lancar, demi kakek," gumam Nicho.

Nicho mengambil ponsel di sakunya dan menghubungi orang di sebrang sana.

"Lakukan semuanya dengan baik," titahnya,

kemudian kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya.

Rangga berdiri di samping Nicho, dia baru saja dari kamar Nicho. Ya, setelah dari hotel tadi, dia menyelesaikan pekerjaan di dalam kamar, entah itu apa.

"Apa yang kau lakukan? Kau pikir aku akan berpesta malam ini?" ucap Nicho. Dia sempat melihat sekilas kamarnya direcokin oleh Rangga, dan dia tak bisa menahan.

"Hari ini hari indahmu, aku tidak bisa diam saja," ucapnya.

Nicho menghela napas panjang, percuma menghiaspun. Pernikahannya tak indah seperti peenikahan orang lain. Nicho melenggang pergi, meninggalkan Rangga yang tersenyum senyum tak jelas.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...