NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Maria masuk ke ruang kerja Natasha, dilihatnya Arum sedang sibuk dengan ponselnya, sementara Dara sedang sibuk dengan kertas dan bolpoin, entah apa yang sedang dia lakukan. "Ada apa Tante?" tanya Arum setelah melihat ke arah pintu.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin memeriksa.”

“Apa keadaanmu sudah membaik?" tanya Maria sembari berjalan dan menatap ke arah Dara.

"Aku sudah mulai membaik," jawab Dara dengan ramah.

"Eh... aku ada sedikit pertanyaan," ucap Maria.

"Apa Tante? Katakan saja," sahut Arum. Maria tetap fokus pada Dara.

"Sebenarnya... sedang melakukan apa kamu di tempat kemarin itu? Maksud Tante, kenapa bisa kamu berada di sana dalam keadaan seperti itu. Aku dengar kamu juga sedang memegang palu saat Ardi hendak mengangkatmu," ucap Maria dengan sangat hati-hati. 

Semalam setelah memastikan Dara sudah mendapatkan perawatan, Maria bertanya secara detail tentang kepergian Ardi dan Arum.

Dara terdiam sejenak, dia menatap ke arah meja kerja Natasha dengan tatapan kosong. "Aku sebenarnya juga tidak tahu, tiba-tiba saja aku bangun sudah berada di sebuah ruangan," jawab Dara.

"Kalau palu itu memang aku bawa dari ruangan saat aku kabur untuk menjaga diri," imbuh Dara.

"Ruangan seperti apa yang kamu maksud?" tanya Maria.

"Aku tidak ingat dengan jelas, tapi saat aku sudah hampir sampai di semak-semak aku sempat melihat bangunan tersebut dari kejauhan," jelas Dara.

"Lalu?" Sahut Maria.

"Entahlah, aku tidak terlalu mengingat apapun," ucap Dara.

"Apa mungkin bangunan tersebut seperti sebuah kastil?" tanya Maria dengan ragu. 

Seketika Dara mengerutkan keningnya, dia mencoba kembali pada kejadian malam itu. "Sepertinya iya, tapi sepertinya bukan, aku juga tidak yakin, karena aku keluar melalui pintu belakang," jawab Dara.

"Apa saja yang sudah kamu lihat di sana?" tanya Maria.

Ardi tiba-tiba saja masuk ke ruang kerja Natasha juga. Tidak hanya Ardi, di belakangnya juga ada Natasha, Devan, dan yang lainnya. "Kenapa kalian masuk kesini semua?" tanya Maria sembari menatap ke arah teman-temannya.

"Aku juga ingin mendengar," ucap Natasha.

"Ada apa?" tanya Dara dengan kebingungan.

"Tidak usah hiraukan mereka, perlu kamu ketahui saja, bahwa kami semua adalah orang yang baik, jadi kamu jangan khawatir," ucap Maria.

"Sekarang kamu jawab saja pertanyaanku yang tadi. Apa saja yang sudah kamu lihat disana?" tanya Maria.

"Aku tidak terlalu bisa mengingatnya," dusta Dara, yang sebenarnya dia mengingat betul setiap detail apapun yang ada di sana.

"Dia keluar dari kastil lewat pintu belakang," ucap Maria sembari melihat ke arah teman-temannya lagi.

"Jadi apa kastil itu masih beroperasi?" tanya Devan.

"Tidak ada apa-apa disana," sahut Dara.

"Tunggu dulu, kenapa kalian sepertinya tahu benar daerah situ?" tanya Dara.

"Apa kamu kenal siapa yang sudah menyerangmu?" tanya Ardi dengan tidak sabar, dia juga tidak menghiraukan pertanyaan Dara.

"Hmb, aku mengenalnya, tapi aku tidak bisa memberitahu, karena aku sekarang sedang mengerjakan penyelidikan," jawab Dara.

"Kalau begitu hubungi teman-temanmu," ucap Firman.

"Tidak bisa, aku harus membawa bukti. Kulihat di ruangan itu tidak ada CCTV sama sekali, jadi aku harus menangkap pelakunya dengan cara lain," jelas Dara.

"Memang kasus apa sekarang yang sedang kamu tangani?" tanya Natasha. Mereka semua sudah mengetahui bahwa Dara adalah seorang detektif.

"Kasus pembunuhan berantai yang mengerikan," sahut Arum. Mereka semua segera mengerutkan kening karena tidak paham.

"Apa kalian tidak pernah melihat berita?" tanya Arum saat menyadari ekspresi semua orang.

"Setelah dipikirkan lagi, sepertinya kami semua memang terlalu sibuk, sehingga tidak sempat melihat berita," ucap Natasha dengan malu.

"Apa itu juga berhubungan dengan orang yang sudah menyanderamu tempo hari?" tanya Maria sembari melihat ke arah Arum.

"Hmb." Arum hanya mengangguk pelan.

"Bukan dia pelakunya," sahut Dara.

"Sudah kubilang padamu sejak awal, kalau bukan dia pelakunya," sahut Arum.

"Kita tidak bisa menyimpulkan hanya dari keteranganmu saja, kita butuh bukti. Pak Tama sudah terbukti mengancam anak Pak Krisna dan ada rekaman videonya, jadi akan sangat sulit sekali untuknya bisa lolos begitu saja." Dara mencoba menjelaskan.

"Coba katakan padaku, kasus pembunuhan seperti apa itu," ucap Natasha yang sudah duduk di kursi sembari menyalakan laptopnya.

"Pertama gadis berusia 20 tahun yang ditemukan di hutan, kedua adalah Putri seorang kepala polisi yang ditemukan di taman, lalu kejadian ketiga adalah aku yang disandera," jelas Arum. Hal itu memang sudah menjadi konsumsi publik, jadi Dara pun tidak perlu ikut menjelaskan. 

Setelah mendengar penjelasan Arum, Natasha segera memainkan jari-jari lentiknya di atas keyboard dan mencari kasus yang disebutkan.

Beberapa saat kemudian. 

"Dia kembali," ucap Natasha dengan tegang.

"Siapa yang kembali?" tanya Devan dengan segera.

"Kesamaan yang ada di dua mayat tersebut adalah, jari kelingking tangan kiri mereka putus," jelas Natasha. 

"DIMANA ANAK-ANAK?" teriak Devan.

"Di rumah ketiga," jawab Maria.

Devan dan Firman pun segera keluar dari ruang kerja dan berlari dengan sekuat tenaga menuju rumah ketiga. Sementara Maria berusaha menghubungi semua orang yang ada di rumah ketiga, Furi menghubungi satpam dan Ardi segera berjongkok untuk mencari tombol pintu penghubung, antara ruang kerja dan juga ruang bawah tanah.

Huft.

Natasha diam mematung sembari mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. 

"Apa yang sedang terjadi?" tanya Dara pada Arum.

"Aku juga tidak tahu," jawab Arum. Mereka berdua sangat terkejut dengan pemandangan yang mereka lihat, terlebih saat lantai terbuka dan langsung mengarah pada ruangan lain. Dara dan Arum pun hanya bisa diam saja sembari melihat mereka yang terus waspada.

"Ada apa ini?" Beberapa saat kemudian, beberapa pria besar dan bertato masuk ke ruang kerja Natasha.

"Apa ini sarang gangster?" bisik Dara sembari mendekatkan wajahnya ke telinga Dara.

"Tidak mungkin, tanteku bukan orang yang seperti itu," jawab Arum dengan berbisik juga.

BRUK.

Ardi keluar dari ruang bawah tanah sembari membawa tas hitam besar dan melemparkannya ke lantai begitu saja. "Kita harus bersiap, dia sudah kembali," ucap Ardi.

Dara terus memperhatikan mereka, saat salah satu dari mereka membuka tas, Dara pun sangat terkejut, karena di dalam tas tersebut penuh dengan senjata, mulai dari belati, pistol dan juga senapan Laras panjang. 

"Apa anak-anak sudah aman?" tanya Natasha pada Devan dan juga Firman yang baru saja kembali.

"Hmb, mereka sudah berada di tempat yang semestinya," jawab Devan.

"Coba kamu buat dia lebih tua 20 tahun," ucap Natasha pada Firman sembari beranjak dari duduknya. Firman pun segera duduk dan melihat ke laptop Natasha.

"Aku tidak tahu dia sekarang sudah gemuk ataukah kurus," gumam Firman sembari terus memainkan jari-jarinya.

Natasha berjalan ke arah Dara. "Apa orang ini yang sudah menyerangmu?" tanya Natasha seraya menunjukkan foto yang ada di ponselnya. 

Dara melihat foto tersebut dengan seksama dan berpikir. "Sepertinya bukan, dia sudah sedikit tua dan tubuhnya juga sedikit berisi," jawab Dara.

"Firman," ucap Natasha.

"Ya... aku sudah dengar," jawab Firman.

"Apa kamu bisa menggambarnya?" tanya Natasha pada Dara.

"Sudah kubilang, aku sekarang sedang melakukan penyelidikan, tidak mungkin aku membocorkan informasi," ucap Dara.

"Katakan saja pada kami, kamu pasti mengenalnya kan?" tanya Ardi.

"Aku tidak bisa membocorkan informasi apapun tentang penyelidikan." Dara mengulang ucapannya.

"Sekarang ini bukan hanya nyawamu, tapi nyawa kami semua dan juga anak-anak kecil yang sedang terancam," ucap Ardi sembari berjongkok untuk memilah-milah senjata, yang sudah lama tidak pernah mereka pakai itu.

"Aku tidak mengerti maksud kalian," ucap Dara dengan cuek.

Ardi menarik nafas dalam dan juga menghembuskannya dengan kasar. "Kami juga tidak tahu bagaimana menjelaskannya padamu, mungkin butuh waktu sekitar 5 tahun jika kamu ingin penjelasan yang terperinci," ucap Ardi sembari berdiri dan mencoba membidik dengan senapan Laras panjang.

Dara terus memperhatikan pergerakan mereka. Hingga ada satu yang sangat menarik perhatiannya. "Tato itu," gumam Dara dengan suara lirih.

KRAK.

Dara segera menarik dengan paksa jarum infusanya dari punggung tangan kirinya sehingga menyebabkan darah segar mencuat. "Eh, apa yang kamu lakukan?" teriak Arum, tapi Dara tidak menghiraukan, dia segera menyibakkan selimut dan juga turun dari ranjang.

Dengan tatapan tajam, Dara berjalan ke arah Ardi dan memegang tangannya, Dara ingin melihat tato tersebut dengan jelas dari jarak yang cukup dekat. Setelah pasti, Dara pun melihat ke arah beberapa pria kekar yang masuk bersamaan tadi. Dara berjongkok dan memegang tangan mereka satu persatu, sama halnya seperti Ardi, mereka semua memiliki tato yang sama.

Secepat kilat, Dara segera mengambil dua pistol yang sudah siap pakai dari pria-pria kekar tadi. Setelah mengambil dua pistol, Dara segera berlari ke arah Arum dan berdiri di depannya. "Kalian adalah komplotan," ucap Dara sembari menodongkan dua pistol ke arah pria-pria kekar tadi dan juga ke arah Ardi.

"Apa yang sedang kamu lakukan, mereka semua sudah menolongmu," ucap Arum dengan ketakutan, karena Ardi juga mulai menodongkan senapan Laras panjang ke arah Dara.

"Apa yang sedang kamu katakan," ucap Ardi dengan suara berat.

"Tato kalian sama dengan yang dimiliki oleh Pak Krisna." Dara ingat benar saat beberapa kali bertemu dengan Pak Krisna, dia melihat tato kalajengking yang ada di tangan sebelah kiri.

"Apa maksud dia? Pak Krisna siapa?" tanya Devan.

"Aditya juga memiliki tato yang sama," jawab Ardi.

"Robert, apa kita memiliki teman yang bernama Krisna?" tanya Ardi dengan tidak melepaskan bidikannya pada Dara.

"Tidak ada," jawab Robert dengan yakin.

"Sudah selesai," ucap Firman sembari beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah Dara dengan membawa laptop.

"Apa ini yang kamu maksud Pak Krisna?" tanya Firman sembari menunjukkan laptopnya ke Dara.

"Darimana kamu tahu?" tanya Dara dengan terkejut.

"Pak Krisna yang dia maksud adalah Aditya," ucap Firman memberi tahu teman-temannya. Dia baru saja selesai mengedit foto Aditya menjadi lebih tua 20 tahun.

Ardi menarik nafas dalam dan menurunkan senapan laras panjang yang sedari dari dia todongkan pada Dara. "Sudahlah, jangan berlagak disini, lihatlah kamu sudah kalah jumlah," ucap Ardi.

"Aditya Krisna Putra," ucap Natasha dengan tatapan kosong.

"Apa?" tanya semua teman-temannya hampir bersamaan.

"Itu nama panjang dia," ucap Natasha.

"Apa hubunganmu dengannya? Kenapa dia bisa menyerangmu?" tanya Ardi sembari menatap Dara dengan tatapan tajam.

"Dia adalah Ayah dari gadis yang ditemukan di hutan," jawab Dara yang juga segera menurunkan pistolnya, sepertinya Dara menyadari bahwa mereka tidak berbahaya.

"Bukankah dia mandul?" tanya Devan.

"Robert, cepat suruh orang-orang baru kemari, suruh mereka tunggu di ruang tamu," ucap Natasha. Robert pun segera keluar dan melakukan apa yang diminta oleh Natasha.

"Bekerjasamalah dengan kami jika kamu masih menyayangi nyawamu yang hanya ada 1 itu," ucap Ardi. Dara hanya diam saja, karena dia masih belum mengerti.

"Kalau kamu membutuhkan bukti, kami sangat banyak sekali bukti," ucap Firman.

"Sebenarnya kalian ini apa?" tanya Dara dengan sangat penasaran.

"Nanti kamu pasti akan tahu sendiri," jawab Ardi sembari mengulurkan tangannya pada Dara. Dara pun segera mengerti, dia segera menyerahkan dua pistol yang tadi dipegangnya. Saat itu barulah Dara tahu, bahwa jari kelingking Ardi bagian kiri tidak ada.

Grep.

Dara segera memegang tangan Ardi. "Kapan ini terjadi?" tanya Dara.

"Entahlah, mungkin sekitar 25 tahun yang lalu," jawab Ardi yang segera menyibakkan tangan Dara.

"Siapa pelakunya?" tanya Dara yang terus mendekati Ardi.

"Orang yang ada di laptop tadi," jawab Ardi dengan cuek.

"Pak Krisna?" Dara mencoba mempertegas.

"Hmb," jawab Ardi dengan singkat.

"Ciri-cirinya sama seperti dua korban itu," gumam Dara.

"Maka dari itu kami langsung tahu siapa orangnya," sahut Natasha.

"Tapi kalian memiliki tato yang sama," ucap Dara.

"Dulu dia adalah bosku," ucap Ardi yang membuat Dara mulai mengerti.

"Siapa sebenarnya mereka ini?" monolog Dara dalam hati.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!