Ditahun ketiga pernikahan, Laras baru tahu ternyata pria yang hidup bersamanya selama ini tidak pernah mencintainya. Semua kelembutan Hasbi untuk menutupi semua kebohongan pria itu. Laras yang teramat mencintai Hasbi sangat terpukul dengan apa yang diketahuinya..
Lantas apa yang memicu Laras balas dendam? Luka seperti apa yang Hasbi torehkan hingga membuat wanita sebaik Laras membalik perasaan cintanya menjadi benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemecatan
Laras yang hendak menuju mobilnya dihentikan oleh Pak Zeo supir Mario, Zeo meminta kunci, dia yang akan memundurkan mobil Laras, Laras pun tidak keberatan, dia segera memberikan kunci mobilnya dan berlalu masuk kedalam rumah untuk menuju kamarnya.
Beberapa hari kemudian...
Hasbi terhenyak. Terdiam di tempatnya duduk sekarang. Pemberitahuan pemecatannya diberikan langsung oleh CEO perusahaan, yang menatapnya datar. Tentu saja datar, bagi perusahaan, kehilangan Hasbi bukan sesuatu yang mesti dikhawatirkan. Tapi bagi Hasbi jabatannya adalah modal besar untuk dia mewujudkan mimpi-mimpinya.
"Pak, Apakah sumbangsih saya untuk perusahaan selama empat tahun ini tidak bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk memecat saya?" Hasbi mencoba bernegosiasi. Rasanya, sungguh tak masuk akal jika alasan ia terlalu sering banyak izin absen menjadi alasan untuk ia di PHK seperti ini.
"Bukankah ada tahapannya, Pak? Ada tahap teguran lisan, tulisan, surat peringatan satu, dua. Kenapa semua proses itu dilewati begitu saja, Pak? Apalagi dipecat secara tidak hormat seperti ini, Saya tidak akan bisa mendapatkan paklaring untuk syarat pencairan BPJS. Apalagi kata bapak tadi, saya nggak akan dapat pesangon," Lanjutnya.
"Saya cukup berperan penting saat perusahaan terpuruk 2 tahun lalu. Saat itu saya berhasil mendapat tender proyek besar di luar kota. Apakah jasa saya itu tidak bisa dipertimbangkan loh, Pak? Rasanya kok...tidak adil bagi saya, Pak." sulit bagi Hasbi untuk menyampaikan sesak di hatinya. Getar suara Hasbi itu menjadi gema yang terdengar begitu mengiba.
"Adil atau tidak adil bukan wewenang saya memutuskan, Pak Hasbi. Tadi saya bilang apa? Pemecatan Bapak bukan keputusan seorang saya saja, Pak Hasbi. Tolong jangan buat saya dalam posisi sulit, Pak Hasbi."
"Posisi sulit?" gunam Hasbi sangat pelan. Benaknya berpikir bahwa posisi sulit yang disebutkan itu adalah saat diri dalam keadaan terhimpit oleh dua orang atau dua benda yang menghimpit. Lalu, untuk seorang CEO perusahaan, dalam posisi sulit apa beliau ini?
Rasanya aneh sekali bagi Hasbi, 4 tahun kerja kerasnya ikut membangun perusahaan, disiakan seperti ini, Padahal selama ini tenaganya pun ia kerahkan sepenuhnya ketika sedang mengembangkan proyek, mengapa seluruh dedikasinya itu seolah angin lalu bagi perusahaan?
Apa tidak ada toleransi untuk saya, Pak?" Hasbi sejatinya menyadari bahwa ia banyak absen saat menghadapi masalah rumah tangga, serta anaknya yang masih di rawat di rumah sakit. Tapi, rasanya hal itu tak sepadan dengan konsekuensi yang harus diterima.
Pak Jeje menggeleng. "Sekali lagi, saya mohon maaf, Pak Hasbi."
Hasbi tersenyum masam, segala impian yang baru dibangun, seakan di terjang angin kencang, semua berantakan, semua hancur, dalam sekali hantam.
Hasbi harus menelan pil pait yang takdir sediakan, dipecat secara tak terhormat, tanpa pesangon, sedang uang di tabungan sisa tak seberapa, setiap hari perawatan Cantika terus menggelontorkan biaya yang tak sedikit, belum lagi cicilan mobil yang kini dia tangung, bukan cuma 1 melainkan 2. Memikirkannya membuat kepala Hasbi rasanya mau pecah.
"Loh kamu sudah pulang?" Hasbi masih mengenakan pakaian kerja saat tiba di rumah sakit.
"Aku dipecat." jujur Hasbi yang membuat bola mata Hera melotot tak percaya.
"Dapat uang pesangon berapa? Terus kapan BPJS ketenagakerjaan kamu bisa cair, tadi dokter bilang Cantika harus segera di operasi dan biayanya sekita 60 jutaan."
"Dipecat kamu tahu artinya kan?" tanya Hasbi, Hasbi mendudukkan dirinya, tangannya bergerak mengurut kening yang tiba-tiba terasa berat.
"Kok bisa dipecat? Terus gimana cara bayar uang operasi dan kebutuhan kita kedepan selama kamu nggak kerja?"
"Aku coba tawarkan mobil, saat ini cuma itu cara cepat mendapatkan biaya untuk operasi Cantika."
"Bang!" Hera tak terima. Sudut matanya berkedut melambangkan hati yang karut-marut. Ia tak mau mobilnya dijual oleh Hasbi. "kamu nggak bisa seenaknya sendiri gini, mana bisa seenaknya jual mobil begitu!"
Hasbi tetap kukuh dengan apa yang telah ia putuskan. "Cuma itu jalan satu-satunya untuk mendapatkan uang banyak dengan waktu yang singkat."
"Nanti gimana aku mau jalan, Bang?" Hera merengek. Istri siri Hasbi itu mencabikkan bibirnya.
Namun, Hasbi bergeming pada keputusan awalnya. "kamu masih bisa pakai motor."
"Tapi kan... "
"Cukup, Hera! Jangan bikin aku marah."
Bentakan Hasbi membuat Hera bungkam seketika.
Baru beberapa hari tinggal bersama Hera, Hasbi sudah bisa menilai kedua sikap wanita yang dicintainya.
Hasbi menyadari perbedaan sikap Laras dan Hera, selama tiga tahun menikah, Laras tak pernah sekalipun membantah ucapannya, mana susahnya yang tak ditemani? Mana sedihnya yang tak diringankan? Dan cara perempuan itu berbakti sungguh tak perlu diuji lagi.
Tapi Hera?
"Egois kamu, bang!"