Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Janji yang tak sengaja terucap
Beberapa jam berlalu, akhirnya bel pulang pun berbunyi. Waktu pulang yang ditunggu-tunggu Bulan pun akhirnya tiba. Ia ingin cepat pulang dan melihat keadaan Bintang di rumahnya, dengan harapan bahwa Bintang sudah lebih baik saat ini.
Bulan mengambil tasnya dan berjalan keluar dari dalam kelas, mengabaikan teman-temannya di belakang. Terlebih cokelat yang ia dapatkan di atas mejanya masih menjadi buah bibir bagi teman-teman sekelasnya. Bulan lebih memilih untuk tidak menghiraukannya, ia hanya memfokuskan pikirannya pada sahabatnya itu.
Bulan berjalan perlahan di koridor sekolah, terlihat jelas bahwa sekolah itu sudah mulai sepi. Bulan menoleh ke arah kelas Alvian, tapi tidak menemukan pemuda itu di sana. Memang sedari pagi Bulan tidak melihat temannya itu di sekolah, dan Bulan berpikir bahwa mungkin Alvian sedang berhalangan hadir.
Bulan kembali melangkahkan kakinya, hari ini saja ia merasa lelah karena dua orang terdekatnya tidak ada di sisinya. Di satu sisi Bintang sedang sakit. Sementara di sisi satunya, Alvian tidak ada di sekolah yang entah pergi kemana. Bulan menghela nafas panjang, mencoba untuk menepiskan pikirannya untuk saat ini.
"Heh!"
Baru saja Bulan melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja ia mendengar suara seseorang yang memanggilnya dengan nada kasar. Ia pun kembali menghentikan langkahnya dan terdiam di tempat. Sejujurnya Bulan malas menanggapinya, terlebih suara itu berasal dari seseorang yang tidak pernah akur dengan dirinya.
Beberapa saat terdiam, akhirnya Bulan pun membalikkan badannya. Terlihat jelas bahwa Jessica yang berdiri di belakangnya sembari menyilangkan tangannya di atas dada.
"Ada perlu apa?" Tanya Bulan dengan nada ketusnya.
Mendengar perkataan Bulan, Jessica langsung memutarkan bola matanya. Jessica sama sekali tidak menyukai Bulan, tapi ia juga yang memulai memancing tensi di antara keduanya. Jessica tidak menjawab apa-apa, ia hanya terdiam tanpa kata, jelas saja membuat Bulan merasa kesal.
"Gak jelas," ujar Bulan setelah beberapa saat, sembari memutarkan bola matanya sambil melangkah pergi.
"Heh gue ngomong aja belum, lo udah main pergi aja!" Ujar Jessica meninggi.
Bulan tidak menghiraukan perkataan Jessica, ia terus berjalan meninggalkan Jessica yang kesal di belakang. Ia tidak mengerti apa maksud dari Jessica yang suka mengusik dirinya, padahal Bulan sendiri tidak pernah mencari masalah dengan gadis itu.
"Ihh! Gue bakal buat perhitungan buat lo, cewek gatal!" Kesal Jessica yang masih bisa di dengar oleh Bulan.
Bulan mempercepat langkahnya, ia tidak ingin terjebak dalam situasi yang tidak ia inginkan. Baginya, jika ia meladeni Jessica yang ada hanya menambah kekesalannya pada gadis itu.
Bulan berjalan menyusuri lapangan sekolah, ia ingin cepat tiba di rumahnya dan menemui Bintang. Rasa khawatirnya untuk Bintang jauh lebih besar daripada rasa kesalnya hari ini.
Bulan terus berjalan hingga akhirnya keluar dari pekarangan sekolah. Ia menetralkan langkahnya menyusuri jalanan kota. Untung saja cuaca hari ini tidak hujan dan juga tidak begitu terik, sehingga Bulan bisa berjalan dengan langkah santainya.
Tapi, meskipun demikian, Bulan masih belum bisa melupakan kekesalannya terhadap Jessica. Perkataan yang dilontarkan oleh Jessica sangatlah menusuk hatinya.
Bulan hanya ingin memiliki teman gadis seperti gadis-gadis lainnya. Tapi sepertinya impian itu sangat sulit bagi Bulan, terlebih banyak yang tidak menyukai dirinya entah apa sebabnya. Bulan sendiri juga terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya, jelas saja membuatnya kesulitan untuk mendapatkan teman baru.
Beberapa menit berjalan, Bulan pun akhirnya tiba di rumahnya. Ia melepas sepatu dan meletakkannya di atas rak. Ia pun langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya, mencoba untuk menghilangkan rasa lelahnya sejenak.
"Bulan, udah pulang nak?"
Baru saja Bulan hendak melangkah, tiba-tiba saja ia mendengar suara ibunya dari belakang dirinya. Bulan pun langsung membalikkan tubuhnya dan mendapati ibunya yang terlihat seperti baru pulang dari pasar, mengingat banyaknya kantong kresek yang di pegang ibunya itu.
"Eh bunda..." Ujar Bulan sembari mencium tangan ibunya. "Baru aja pulang Bun. Bunda dari pasar?" Lanjutnya sambil melirik pegangan di tangan ibunya.
"Iya, Bunda dari pasar. Alhamdulillah Bunda lagi ada orderan kue buat besok." Jelas ibunya dengan seutas senyum.
Bulan pun tersenyum ketika mendengar perkataan ibunya, pasalnya akhir-akhir ini ibunya sudah sangat jarang bahkan hampir tidak pernah mendapatkan orderan. Bulan pun merasa bersyukur setelah mendengar penuturan dari ibunya.
"Alhamdulillah, nanti Bulan bantu ya Bun?" Ujar Bulan antusias.
"Gak usah sayang, lagipula gak banyak kok. Bunda bisa kerjain sendiri, kamu temenin Bintang aja, kasihan dia sendirian." Ujar ibu Bulan lembut.
Bulan terdiam sejenak, ia sedang mempertimbangkan pikirannya. Ia ingin membantu ibunya, tapi ia juga tahu bahwa Bintang sedang membutuhkan dirinya untuk saat ini.
Beberapa saat terdiam, akhirnya Bulan pun menganggukkan kepalanya. Ia menyetujui perkataan ibunya untuk menemani Bintang, terlebih ia pun tahu bahwa Bintang masih sangat terpuruk saat ini.
"Iya Bunda, kalo butuh bantuan panggil aja ya Bun. Bulan ke kamar dulu," pamit Bulan yang hanya diangguki oleh ibunya.
Bulan pun langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya, sementara ibunya langsung berjalan ke arah dapur. Bulan langsung meletakkan tasnya dan berganti pakaian. Setelahnya ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sambil memainkan ponselnya sejenak.
Setelah dirasa cukup untuk menghilangkan rasa lelahnya, Bulan pun beranjak dari tempat tidurnya menuju ke kamar Bintang. Ia ingin memastikan bahwa sahabatnya itu sudah membaik setelah diperiksa oleh dokter pagi tadi.
Dengan langkah perlahan, Bulan pun berjalan ke arah kamar sahabatnya itu dan menutup pintu kamarnya di belakang. Setibanya di depan kamar Bintang, Bulan pun langsung mengetuk pintu.
"Bintang, gue boleh masuk?"
Tokkk... Tokk... Tokk...
Tiga kali Bulan mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban dari Bintang. Bulan pun akhirnya memutuskan untuk membuka pintunya. Saat pintu terbuka, Bulan bisa melihat bahwa Bintang sedang tertidur, pantas saja tak ada sahutan apapun dari sahabatnya itu.
Cukup lama Bulan memandangi dari ambang pintu, ia pun memutuskan untuk menghampiri Bintang. Bulan tidak bermaksud untuk mengganggu istirahat sahabatnya itu, tapi Bulan hanya ingin memastikan bahwa Bintang sudah sedikit lebih baik.
Saat Bulan berdiri di sebelah tempat tidur Bintang, tanpa sadar ia pun tersenyum sedikit. Entah apa yang membuatnya tersenyum seperti itu, terlebih paras tampan Bintang yang sedang tertidur justru membuat hatinya terasa teduh.
Menyadari kelakuan dirinya, Bulan pun langsung mengusap wajahnya untuk menetralkan kembali ekspresi wajahnya. Ia tidak ingin Bintang menyadari hal itu, jelas saja itu bisa membuat Bulan sangat malu.
Bulan kemudian meletakkan tangannya di atas kening Bintang untuk mengecek suhu badannya. Ia berharap demam yang dialami Bintang mulai surut saat ini.
"Alhamdulillah," gumam Bulan sangat lirih setelah mengecek suhu badan Bintang.
Bulan pun langsung menarik kembali tangannya karena takut mengganggu waktu tidur Bintang. Ia pun melangkahkan kakinya perlahan, meninggalkan Bintang sendirian.
"Hmm, Bulan?"
Baru saja hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja Bintang mencengkram pergelangan tangannya, jelas saja membuat Bulan terkejut. Bulan bisa merasa jantungnya yang berdegup kencang, ia terdiam di tempat untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia menoleh ke arah Bintang yang ternyata sudah terbangun dari tidurnya.
"Bi-Bintang, lo udah bangun?" Tanya Bulan gugup.
"Gue gak tidur, gue tau lo yang ketuk pintu." Ujar Bintang dengan nada santainya.
Bulan langsung membulatkan matanya, ia tidak menyangka bahwa Bintang hanya berpura-pura. Ia pun berpikir mungkin Bintang menyadari bahwa Bulan tersenyum sendiri tadi. Bulan terdiam tanpa kata, ia tidak tahu harus mengatakan apa, terlebih dalam situasi seperti ini.
Sementara Bintang, ia hanya bersikap seperti biasanya. Ia selalu meninggalkan kesan cool yang sudah mendarah daging dalam dirinya. Bintang sendiri tidak menyadari bahwa Bulan sempat tersenyum saat berdiri di sebelahnya tadi. Bintang hanya menyadari bahwa Bulan memang sangat peduli akan dirinya.
"Sempat-sempatnya lo berpura-pura, ya?" Ujar Bulan pada akhirnya sambil melemparkan tatapan tajam ke arah Bintang.
"Ternyata peduli juga lo sama gue," ujar Bintang sambil melepaskan cengkraman tangannya.
Bulan mengernyitkan dahinya, kepeduliannya terhadap Bintang selama ini ternyata hanya dipandang sebelah mata oleh Bintang. Tapi Bulan tidak mempermasalahkan hal itu, karena ia pun tahu bahwa Bintang memang memiliki sifat yang seperti itu.
"Rese lo!" Ujar Bulan dengan nada ketusnya.
"Rese-rese gini gue sahabat lo," ujar Bintang santai.
"Iya, sahabat yang paling rese!" Ujar Bulan dengan tertawa kecil sambil menarik sebuah kursi untuk dirinya duduk.
Bintang hanya mengangguk kecil sembari menaikkan sebelah alisnya. Bintang kembali ke sifat awalnya, padahal kondisinya pun masih sakit untuk saat ini.
Sementara Bulan, ia sudah duduk di sebelah Bintang dengan kursi yang ia tarik dari arah meja. Ia menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan Bintang yang terkadang terlihat berpura-pura kuat.
"Udah kembali ke setelan awal, emangnya udah enakan?" Tanya Bulan pada akhirnya.
"Masih agak pusing sih, tapi demamnya udah menurun." Ujar Bintang dengan seutas senyum. "Thanks ya, lo memang baik banget sama gue. Gue janji bakal lindungi lo sebisa gue."
Bulan terkejut dengan penuturan Bintang. Tapi, Bulan tidak bisa langsung berasumsi ke arah perasaan, karena ia pun tahu bahwa Bintang mengatakan hal itu hanya untuk hubungan persahabatan mereka.
Meskipun demikian, Bulan tetap senang ketika mendengar janji yang tidak sengaja Bintang lontarkan. Ia merasa bahwa Bintang peduli dengan dirinya, meskipun hubungan mereka tidak lebih dari sekedar sahabat.
"Thanks ya," ujar Bulan dengan seutas senyum. "Ya udah, istirahat aja dulu. Gue juga mau istirahat."
Bintang hanya mengangguk singkat, membiarkan sahabatnya itu meninggalkan dirinya. Bulan pun langsung beranjak pergi setelah mendapat anggukan dari Bintang. Ia pun beranjak ke arah pintu.
Bulan berdiri di depan pintu, ia menoleh sejenak ke arah Bintang dengan seutas senyum. Tatapan mereka bertemu, meninggalkan kata-kata tak terucap di antara keduanya.
Bintang pun akhirnya membalas senyuman Bulan, ia merasa bahwa senyuman Bulan membuatnya merasa sedikit lebih baik. Cukup lama mereka bersitatap, akhirnya Bulan pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar Bintang. Bulan juga merasa bahwa ia juga perlu beristirahat setelah melewati aktivitas yang panjang hari ini.
^^^Bersambung...^^^