NovelToon NovelToon
Twelves Trials Of Fate (Myth Vs Human)

Twelves Trials Of Fate (Myth Vs Human)

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Akademi Sihir / Perperangan / Action / Mengubah sejarah / Iblis
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: See You Soon

Pada tahun 2086, umat manusia berdiri di puncak kejayaan teknologi. Negara-negara besar bersatu di bawah Proyek Helios — percobaan menciptakan sumber energi tak terbatas dengan memanipulasi ruang dan materi gelap.

Namun pada malam ketika Helios Reactor diaktifkan untuk pertama kalinya, sesuatu terjadi. Langit di atas Samudra Pasifik retak seperti kaca yang dilempar batu. Membentuk celah raksasa bercahaya ungu, berdenyut seperti nadi dunia yang terluka.

Seekor makhluk bersisik emas, bersayap seperti petir, mengaum di atas laut. Lalu menyusul bayangan-bayangan lain: raksasa dari batu, wanita bersayap burung gagak, binatang bertanduk dari legenda kuno.

Nuklir ditembakkan, senjata diluncurkan. Sebuah kedatangan para makhluk mitologi yang mengancam ras manusia berdatangan dan membawa pesan,

“Kalian membuka pintu tanpa izin. Dunia kami hancur karenanya. Kini, keseimbangan harus ditegakkan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon See You Soon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ilusi yang Mulai Memudar

Ratusan ilusi cahaya milik Caelendir melesat menari di udara, berpendar lembut seperti festival lampion di bawah langit musim panas. Setiap pantulan cahayanya menyilaukan, membelah udara dan membakar pandangan.

Pupil Hayama menyempit tajam. Napasnya memburu. Keringat menetes deras, menguap secepat muncul di bawah terik matahari yang memantul sempurna di atas lantai marmer putih Colosseum. Ia tampak seperti sepotong daging yang tengah dipanggang di altar para dewa.

Dalam pusaran cahaya itu, dua sosok Caelendir muncul serentak dari arah berlawanan. Refleks Hayama menegang. Dua kunai melesat bersamaan, suaranya seperti siulan kematian yang membelah udara. Ia segera melompat menjauh dari tempat persembunyian.

Namun, kedua kunai itu hanya menembus cahaya ilusi yang lenyap seperti kabut yang tertelan fajar.

“Dia mulai kehilangan fokus!” seru salah seorang elf dari tribun, matanya berbinar dengan keangkuhan.

“Benar! Ilusi Pangeran Caelendir bahkan belum bergerak sedikit pun,” sahut yang lain, penuh keyakinan.

Hayama berputar cepat, melemparkan kunai ke berbagai titik, mencoba membaca bayangan yang terus berubah. Semua lemparannya sia-sia. Tidak ada tubuh sejati di antara serpihan cahaya itu.

Kubu manusia mulai gelisah. Desas-desus lirih terdengar di antara mereka dan teringat akan nasib Elaina Voss yang terjebak dalam ilusi Huli Jing sebelumnya. Tubuhnya membisu, raganya kosong, jiwanya menghilang di antara ilusi makhluk mitologi yang di luar manusiawi.

“Sepertinya kelemahan kalian mulai terlihat, Manusia,” ucap The Ancient One dengan nada mengejek dari singgasananya.

“Fisik kalian memang bisa dilatih hingga sempurna,” lanjutnya, “tapi pikiran manusia… terlalu mudah untuk dibelokkan.”

Presiden hanya menatap tajam ke arah arena. Cahaya dari Colosseum memantul di kerut wajahnya yang menua, menambah wibawa dalam ketegangan itu. Sementara di sisi lain, Johan tersenyum tipis, nyaris tak terlihat, namun cukup bagi mereka yang peka untuk tahu. Ada sesuatu yang sedang ia tunggu.

Di tengah arena, ilusi-ilusi Caelendir bergerak semakin rapat, mengelilingi Hayama seperti cermin hidup yang menyala. Suara mereka tumpang tindih, bergema menjadi satu:

“Aku ulangi pertanyaanku, Manusia. Kau datang ke kerajaan cahaya tanpa kegelapanmu. Bagaimana seorang bayangan sepertimu bisa bertahan?”

Hayama tak menjawab. Matanya setengah terpejam, napasnya berat. Lalu, sebuah tendangan kilat menghantam sisi kepalanya. Tubuhnya terpelanting, membentur marmer hingga bahunya kembali berdarah.

Namun ia bangkit lagi, setengah gemetar, separuh tekad.

Seluruh bayangan Caelendir serentak mencabut pedang jarum Elysiara mereka. Gerakannya sempurna, identik, ibarat seratus matahari yang siap menembus satu titik gelap.

“Lihatlah! Itu kekuatan cahaya murni Sang Surya! Sosok yang kami sembah sejak awal zaman, dan kini kuasanya mengalir pada pangeran kami!” seru seorang elf penuh kebanggaan.

Tapi suaranya langsung dipotong oleh seseorang dari kubu manusia. Seorang ilmuwan tua dengan kacamata tebal yang sebelumnya diam. Ia bersandar ke depan dan berkata mantap, suaranya datar namun menusuk.

“Itu bukan sihir. Dia mengalami dehidrasi sedang.”

“De... apa?” tanya elf itu, alisnya berkerut heran.

“Dehidrasi. Kondisi ketika tubuh kekurangan cairan,” jawab sang ilmuwan dengan tenang.

“Bayangkan, panas dari matahari di atas arena, pantulan cahaya dari lantai marmer, dan kilau ilusi Caelendir yang tak henti-henti. Semua itu mempercepat penguapan air dari tubuh manusia. Ditambah lagi pakaian serba hitam ninja itu, semakin mempercepat tubuhnya untuk kehilangan cairan. Sekarang otaknya pasti mulai melihat hal-hal yang bahkan seharusnya tidak ada.”

Kata-kata itu meluncur seperti pisau dingin ke dalam telinga para elf.

Suara di tribun mitologi mendadak menurun, lalu riuh kembali. Kali ini bukan karena kebanggaan, tapi amarah yang tertahan.

“Berani-beraninya… mereka menjelaskan karunia dewa dengan logika!” seru salah satu elf, menatap penuh benci.

“Cahaya suci bukan dehidrasi! Itu penghinaan bagi Surya kami!”

“Manusia sombong! Mereka menolak kebenaran ilahi!”

Namun di sisi tribun manusia, banyak yang terdiam dan terpesona. Bukan karena keajaiban, melainkan karena keteraturan dan logika yang justru membuat sihir para elf terlihat tak lebih dari fenomena alam.

Presiden akhirnya menarik napas pelan.

“The Ancient One boleh saja berbicara soal kebesaran,” gumamnya lirih, “tapi kadang, kemenangan datang dari mereka yang mampu memahami kenyataan.”

Sementara itu, di arena, Hayama perlahan mengangkat wajahnya. Matanya berkilat samar di antara silau cahaya, seperti seseorang yang baru saja menemukan arah angin.

Ilusi-ilusi cahaya itu semakin rapat, seolah udara pun menolak untuk memberinya ruang bernapas. Dalam sepersekian detik, sebuah tinju keras menghantam pipinya. Tubuhnya kembali terhempas ke lantai marmer yang memantulkan panas menyengat.

Sorak-sorai membahana dari tribun kaum elf.

Bagi mereka, kemenangan sudah di depan mata dan tinggal satu langkah menuju kehormatan abadi.

Caelendir menatap lawannya yang tersungkur. Pedang jarum di tangannya berkilau di bawah cahaya mentari.

“Aku mengakui kegigihanmu,” ucapnya tenang namun dingin. “Tapi maaf, semua ini kulakukan demi kesejahteraan rakyatku.”

Ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Cahaya menari di bilahnya seperti matahari kecil yang siap meledak.

Namun sebelum ia menghujamkan serangan terakhir—

“INGAT IKRARMU, HAYAMA!”

Suara lantang itu menggema di antara tribun, menembus hiruk-pikuk, mengguncang kesadarannya.

“Shinazugawa-san…” gumam Hayama pelan, napasnya kembali berirama.

Tiba-tiba, ia melemparkan syal merah yang selama ini melingkari lehernya. Syal itu melayang perlahan di udara, berputar mengikuti arus angin yang membelah arena. Salah satu ilusi Caelendir reflek menebasnya dan kain itu langsung tercabik menjadi serpihan-serpihan kecil yang beterbangan seperti abu merah di bawah cahaya.

Mata Johan berkilat. Sebuah senyum samar muncul di wajahnya.

“Akhirnya…” bisiknya lirih, “angin telah menunjukkan jalannya.”

Tak lama setelah itu, Caelendir tiba-tiba mundur setengah langkah.

Matanya berair. Hidungnya memerah. Lalu—

“Hh-hh… Haaatss!!”

Ia bersin keras, diikuti dengan air mata yang tak henti menetes. Pandangannya mulai kabur.

“Mataku… kenapa…,” gumamnya, terhuyung.

Dan di saat itulah Hayama berbisik pada dirinya sendiri,

“Aku akan membersihkan jalan… untuk tuanku.”

Bayangan hitam menyelimuti tubuhnya. Gerakannya menjadi kabur, cepat, dan nyaris mustahil diikuti mata. Dalam hitungan detik, ilusi-ilusi cahaya Caelendir mulai runtuh satu per satu, seperti kaca patri yang dihempas badai.

Cahaya menghilang.

Yang tersisa hanyalah napas tersengal, debu halus, dan dua sosok yang kini berdiri saling berhadapan di tengah arena.

“Tebasan Permukaan Air!” seru Hayama, menebas secara horizontal layaknya aliran air yang tenang.

“Aegis Solaris! ” balas Caelendir, menahan dengan pedang jarumnya.

Dua bilah itu beradu. Dentang baja memecah udara. Gelombang angin melanda seluruh tribun.

Kubu mitologi serentak berdiri, bingung melihat Caelendir yang kini kehilangan keseimbangannya dan terus menggosok matanya.

“Kenapa dia?” tanya Sang Virgo, alisnya berkerut penasaran.

“Dia sedang mengalami alergi,” jawab Johan datar.

“Alergi?” Virgo menoleh padanya, “apa itu?”

Johan menatap lurus ke arah arena, lalu menjelaskan semuanya dengan suara tenang namun penuh wibawa.

“Alergi adalah reaksi alami tubuh terhadap zat yang dianggap berbahaya, meskipun sebenarnya tidak mematikan. Tubuh akan bereaksi berlebihan. Mata berair, bersin, kulit gatal, kadang bahkan kehilangan fokus. Semua itu adalah pertahanan diri yang salah arah.”

Virgo tampak berpikir, matanya menyipit memandangi Hayama yang kini menatap penuh perhitungan.

“Apakah itu karena syal merah yang dilemparkan oleh sang Shinobi?” tanyanya lagi.

Johan mengangguk.

“Benar, Nona Bintang.”

“SIALAN!” suara Ancient One bergemuruh, suaranya mengguncang pilar cahaya di belakang singgasana.

“Sihir dari manusia lagi?! Itu curang, Nona Virgo!”

Namun Johan melangkah maju, menunduk sedikit dengan sopan namun tegas.

“Dengan segala hormat, Yang Agung Ancient One… perjanjian telah disepakati sebelum pertandingan. Pangeran Caelendir memilih arena altar terbuka, penuh cahaya mentari yang memantulkan dirinya di setiap permukaan. Kami hanya meminta tempat berlindung. Tapi Pangeran Caelendir Elenvar tak menyetujuinya. Dia hanya setuju jika perlindungan yang diberikan hanyalah pilar-pilar pemantul cahaya. Bukankah itu bentuk kelicikan pula? Yang bahkan kami tak keberatan atas arena yang diusulkan tersebut? Lalu Anda? Berkata curang?”

Ancient One terdiam sesaat, wajahnya menegang.

“Dan,” lanjut Johan, “kami hanya meminta agar seluruh senjata shinobi diperbolehkan di arena. Itu pun disetujuinya dengan keangkuhan. Karena dia tahu, arena ini, adalah neraka bagi shinobi bayangan. Namun, berupa taman bermain bagi kaum cahaya. Jika demikian, siapa sebenarnya yang curang?”

Ancient One menggeram pelan, namun tak bisa menyangkal logika itu.

“Tapi syal itu sihir!” tuduhnya lagi.

Johan menggeleng perlahan.

“Bukan, Yang Agung. Itu hanyalah kain rami kasar, dijahit dengan serbuk goldenrod di setiap benangnya.”

Presiden menatap Johan, alisnya terangkat.

“Serbuk goldenrod? Jadi syal itu bukan sekadar hiasan, Johan?”

Johan menunduk hormat.

“Aku ulangi, Yang Mulia. Segala yang melekat di tubuh Hayama, itu semuanya adalah senjata. Bahkan bajunya sendiri.”

Sang Virgo tersenyum tipis, namun penuh kekaguman.

“Kalian manusia memang tak pernah kehabisan cara.”

Namun Ancient One masih belum puas.

“Goldenrod? Apa pula itu?"

Johan pun berbalik menghadap tribun, menjelaskan dengan nada ilmiah yang nyaris seperti dosen menjabarkan fenomena alam:

“Goldenrod adalah tumbuhan liar berwarna kuning cerah yang biasa tumbuh di padang terbuka saat musim panas. Serbuk sarinya halus, ringan, dan mudah terbawa angin. Bagi sebagian besar makhluk hidup, terutama mereka yang peka terhadap sinar matahari, serbuk itu dapat menimbulkan reaksi alergi. Seperti mata perih, hidung gatal, dan bersin tanpa henti.”

Ia menatap Caelendir yang masih berusaha mengusap matanya.

“Dan bagi ras elf yang tubuhnya beradaptasi sempurna pada cahaya murni? Serbuk itu adalah racun kecil yang mematikan fokus dan menumpulkan persepsi mereka terhadap ilusi cahaya.”

Kata-kata itu membuat tribun mitologi riuh. Beberapa elf berdiri, sebagian murka, sebagian lain terpana.

Sementara manusia bersorak kecil. Bukan karena kemenangan, tapi karena akal akhirnya mampu menundukkan keajaiban.

Dan di tengah semua itu, Hayama kembali menegakkan tubuhnya.

Syal merahnya kini hanya tersisa sobekan yang berkibar di angin—

namun justru di sanalah letak kejeniusannya.

1
Mizuki
Gak betah ama em dashnya
Ni mungkin lebih alami dan baik kalo dirimu gak maksa make gpt buat proofreading paksa
Mizuki
Emdash sebanyak ini pasti perkara dirimu langsung maksa di proofreading ama gpt.

Jangan dipaksa, manual aja, suruh dia koreksi/nyari typo, habis tuh benerin sendiri manual, kelihatan entar kemampuanmu yang asli ama kagak
Chimpanzini Banananini: iya mas. nanti kurevisi lagi perkara em dashnya. untuk bab² tinggi udh kuperbaiki kok
total 1 replies
Mizuki
Ini pasti referensinya dari Record of Ragnarok
Chimpanzini Banananini: bener wkwk
total 1 replies
Mizuki
pagi-pagi banget udah high-telling kek gini. Yang kek gini biasanya di showing di tengah atau di akhir, dan itu lewat plot, atau prespektif sisi satunya, potensi kehilangan hook gede banget
Chimpanzini Banananini: oke mas. nanti kurevisi yang bab2 awal.
total 3 replies
🌹Widianingsih,💐♥️
hai hai kak ...!
mampir nih .
peperangan di abad serba canggih yah !
Chimpanzini Banananini: bener kak. thanks udh mampir
total 1 replies
Anul (PPSRS)
ini mirip alur valkyrie ga sih👍
Anul (PPSRS): itulah pokoknya 🤣
total 2 replies
Anul (PPSRS)
lambang Amerika kah?
Chimpanzini Banananini: bukan heh
total 1 replies
Anul (PPSRS)
ancient one ini apa sih🤣
Anul (PPSRS): okee😍
total 2 replies
@🌹..AIS....🌹🍭
aku udah mampir kak han
@🌹..AIS....🌹🍭: sama sama kk cantik
total 2 replies
Anul (PPSRS)
ancient one ga tuh🤣
Anul (PPSRS)
widih, jadi paradoks berarti... makhluk mitologi ternyata ga punah, tapi kebawa ke masa depan🤣
Anul (PPSRS)
kasih santen, gula merah, air, gula pasir, daun pandan, rebus sampai mendidih... jadi deh bubur goblin hijau👍
Chimpanzini Banananini: ape bende ni woi?
total 1 replies
ꜱᴀʀɪꜰᴀʜ ᴀɪɴɪ
Gila, ini bapaknya udah pasang badan banget demi keluarga🔥 Tapi shotgunnya nggak ada peluru? Aduh, semoga aja ada cara lain buat ngalahin goblin-goblin itu! 😭
Chimpanzini Banananini: duhh gimana ya bilangnya? mereka semua meninggoy dan damai sebagai npc hiks
total 1 replies
ꜱᴀʀɪꜰᴀʜ ᴀɪɴɪ
serem banget! 😱 Udah goblinnya nyeremin, kelakuannya lebih nyeremin lagi.
Cesium-136
Cek komentar buat detailnya
Chimpanzini Banananini: baik. akan dikembangkan lebih baik dan lebih baik lagi. aku juga berusaha untuk membuat setiap judul diawal bab, foreshadowing, cliffhanger, pasti tidak akan mudah ditebak oleh para pembaca. btw thanks udh mau repot² baca ceritakuu❤❤
total 5 replies
Sang_Imajinasi
pertarungan nya bab selanjutnya
Chimpanzini Banananini: iya kaka. tapi aku bakalan crazy up dan bab selanjutnya bakalan up malam ini.
total 1 replies
Ai'zana
semangat thor
Fitur AI
ada kata kata mutiara nih
Fitur AI
wah bagus , ini keknya dia di palak pereman kah?!/Slight/
DF. aldo syarudin
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!