Novel ini hasil collab antara Siti H dan Mom Young penulis novel 'Santet Pitung Dino'.
Sumber: Mbah Tainah, Desa Tiga Sari, kecamatan Jatenegara. Tegal-Jawa Tengah.
Diangkat dari sebuah kisah nyata. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1968 silam, dimana seorang pemuda miskin harus terjebak oleh sesosok makhluk ghaib Ratu Ular bernama Nyi Arum Lopa.
Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Nyi Arum Lopa dibawah pohon Gintung yang tumbuh tinggi menjulang dan berusia ratusan tahun.
Dibawah pohon Gintung itu juga terdapat sumber mata air yang membentuk sebuah telaga kecil dengan airnya yang sangat jernih.
Karena persekutuannya itu, membuat pemuda bernama Saryat mendapatkan wajah tampan dan tidak pernah tua, serta harta yang melimpah. ia memulai usahanya dengan menyewakan gamelan saat setiap ada hajatan, dan harus dikembalikan sebelum pukul 12 malam..
Ada apa dengan gamelan tersebut, dan bagaimana kisa Saryat dengan sang Ratu Ular Nyi Arum Lopa?
ikuti novel ini selan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesialan
Saryat membeliakkan kedua matanya. Tubuhnya semakin menggigil saat sosok wanita cantik bertubuh setengah ular itu menatapnya dengan tatapan tak.suka.
Saryat telah lancang berani mengintainya saat sedang menari dan menampakkan wujudnya, dan itu menjadi suatu hal yang sangat sial bagi Sang Ratu Ular saat ia dipergoki oleh bangsa manusia.
Pemuda itu harus bertanggungjawab atas hal ini dan mempertanggungjawabkan atas kesialan yang terjadi.
Tubuhnya bergerak meliuk dan merayap menuju ke arah Saryat yang saat ini wajahnya tampak memucat dsb diam tak bergeming.
"Gusti, apakah aku akan mati hari ini?" bisiknya dalam hati ditengah rasa keputusasaannya.
Ia berusaha melawan rasa kaku yang membuatnya bagaikan terpaku tak bisa bergerak.
Sosok itu memang sangatlah cantik, tetapi dia adalah bangsa jin yang dapat menyesatkan kapan saja.
"Duh, Gusti Allah, tolonglah hamba-Mu ini dari segala tipu daya yang diperbuatnya." Saryat menghentakkan tumit kakinya, lalu merasakan jika dirinya dapat bergerak.
Deguban jantungnya yang memburu, membuat ia semakin takut, dan mencoba melawannya.
Udara semakin dingin, sosok itu semakin mendekat dengan sekejap. Saat sang Ratu Ular ingin menangkapnya, ia bergegas melangkah mundur, lalu berbalik arah dan berlari sekencangnya dengan segala doa yang ia panjatkan keharibaan Sang Pencipta.
Saryat berlari menembus kegelapan malam. Nafasnya terasa tersengal, dan keringat jatuh dari pori-porinya, ditengah rasa dingin yang membeku.
Sssssttttsss
Suara desisan sang Siluman semakin mendekat. Ia terus berlari tanpa ingin menoleh ke arah sosok tersebut.
Suara sisik ular yang kasar terdengar berisik saat bergesekan dengan benda disekitarnya.
Pemuda itu semakin mempercepat larinya, dan ia berusaha mendaki bukit agar tiba dirumahnya. Ia sudah mencapai lereng bukit, berharap dapat mencapai puncaknya, dan dengan sekuat tenaga berusaha untuk mendaki.
Akan tetapi, sosok itu tiba-tiba sudah berada dihadapannya, dengan tubuhnyanya yang setengah Ular berdiri tegak setinggi tiga meter, dan wajahnya yang memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap Saryat karena telah lancang melihatnya menari, dan kini melarikan diri darinya.
Gigi taring yang mencuat disudut bibirnya, terlihat sangat tajam dan meruncing, ditambah dengan dua bola mata yang memerah dan menukik kebawah dengan gerakan yang cukup cepat, dan menyambar tubuh Saryat yang tepat berada dibawahnya.
Namun, pemuda itu bergerak cepat menghindar dan dengan nafasnya yang tersengal, ia mempercepat laju larinya untuk menghindari kejaran sang Siluman Ular.
Ia terus berlari dan berharap dapat selamat dari sang Siluman yang sepertinya tak menyerah untuk mendapatkan sang pemuda.
Nafas Saryat semakin memburu, dan ia tergelincir saat tiba dibalik bukit dan atap rumahnya dengan lampu pelita yang berkelip sudah terlihat dikejauhan.
Ia semakin mempercepat larinya, menerobos jalanan setapak yang menuju ke arah rumahnya.
Sosok itu terus saja mengejarnya, dan saat hampir mendapatkan tubuh sang pemuda, tiba-tiba terdengar suara kokok ayam jantan yang berasal dari rumah penduduk.
Sosok Siluman Ular itu menghentikan pengejarannya, namun senyum seringai terlihat jelas diwajahnya, dan ia menatap Saryat yang masih berlari dengan wajah pucat ketakutan.
Sang Siluman Ular melesat meninggalkan jalanan setapak, menyisakan aroma minyak missik yang begitu kuat, dan menghilang dalam kegelapan malam yang sunyi dan menjelang pagi.
Senyumnya menyimpan banyak misteri. Tatapannya terlihat sangat penuh amarah dan dendam pada sosok pemuda sederhana tersebut.
Sementara itu, Saryat saat ini sudah tiba diteras rumahnya. Nafasnya tersengal, dan deguban jantungnya berdegub lebih kencang. Keringat membanjiri wajah dan tubuhnya, disaat orang-orang sedang kedinginan dan bergulung dalam selimut bagaikan kue risol, ia justru kepanasan dan gerah.
Hal itu tak lain karena disebabkan ia berlari dengan sekencangnya, sehingga membakar lemak dalam tubuhnya.
Ia berusaha mengontrol nafasnya. Menghirup udara dengan hidungnya, dan mengeluarkannya melalui mulut dan ia lakukan berulang kali.
Ia menoleh kearah belakang, lalu bergidik ngeri, dan bergegas masuk kedalam rumah yang tidak dikunci, sebab malam tadi ia keluar tanpa memberitahu.
Pemuda itu bergegas menuju kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya diatas tepian ranjang tanpa alas kasur, dan hanya terbuat dari ayaman bambu debagai alas tidur yang merupakan tempat ternyaman baginya saat ini.
Ia merebahkan tubuhnya. Mencoba untuk tertidur, dan membuang bayangan wajah sang Siluman Ular yang jika dinilai oleh lelaki manapun pastinya sangat cantik.
Saat pemuda itu memejamkan kedua matanya. Tiba-tiba saja ia merasa jika wajah sang Ratu Ular tak dapat pergi dari pandangannya.
"Hah!" Saryat tersentak kaget. Bahkan untuk tertidur dan beristirahat saja ia tak bisa.
Bulu kuduknya meremang. Ia merasa seolah ada yang sedang mengawasinya.
Pemuds itu bergidik ngeri, dan ia tiba-tiba seperti terserang insomia, kedua matanya tak dapat dipejamkan, dan dibenaknya dipenuhi oleh wajah sang wanita cantik.
Saryat membolak dan balikkan tubuhnya. Miring ke kiri dan juga ke kenan, tetapi tak juga membuatnya terpejam.
Hingga ia mendengar suara Tainah--si Mboknya beranjak dari kamarnya, lalu menuju pintu dapur, lalu keluar dan mengambil air digentong, lalu berwudhu.
Tak berselang lama, Tainah membangunkan Ayu dan juga dirinya, agar shalat subuh.
Tetapi tak ada sahutan, dan ia mmeilih mendirikan shalatnya sendirian.
Setelah itu, wanita paruh baya tersebut mulai memasak. Dan pagi ini ia menanak nasi, sebab mendapat jatah dari Kang Karyo tempatnya bekerja, dan ini adalah sebuah rasa syukur yang begitu besar. Sebab tidak setiap hari mereka makan masi.
Mereka harus makan rebusan singkong, jagung, dan juga pisang. Perut mereka harus terbiasa tanpa nasi, sebab harganya lumayan mahal. Jika singkong dan tanaman lainnya, mereka dapatkan dari perkarangan rumah dibagian belakang, dan itu semuanya gratis, karena mereka yang menanamnya sendiri.
terlihat cahaya mentari menerobos masuk dari celah dinding anyaman bambu, dan hal itu membuat Saryat justru merasa mengantuk, dan akhirnya tertidur.
Tainah sudah selesai memasak, dan ia membangunkan Saryat, karena harua bekerja dikebun Suta, senab Karmin belum bisa masuk kerja, karena istrinya baru saja melahirkan.
Sementara itu, Ayu keluar dari dalam kamarnya, lalu menguap dan menggeliatkan tubuhnya.
"Yu, nanti kamu ke rumah Kang Karmin, ya--Nduk," ucap Tainah dengan tangannya yang cekatan membungkus pisang kepok matang yang direbus bercampur dengan ubi jalar ungu sebagai bekalnya untuk siang nanti.
Pagi ini mereka sarapan nasi putih, dengan rebusan daun singkong, dan juga sambal terasi, disertai dengan ikan asin bakarnya.
"Mandiin bayinya, ya--Mbok?" tanya gadis manis itu.
"Iya. Katakan padanya, kalau si Mbok gak bisa ke sana, sebab padi Kang Karyo harus dipanen habis hari ini, dan ada jatah pembagian padi, jadi nanti bisa ibu tumbuk dilesung," ia menjelaskannya pada Ayu.
"Iya, Mbok. Nanti Ayu kesana," jawabnya dengan patuh.
"Ya, sudah. Si Mbok berangkat dulu, jangan lupa bangunkan Kakangmu, nanti lesiangan." pesan wanita tersebut, lalu berpmita untuk pergi.

Yang masih bertanya tentang Kecamatan Jatinegara, ini saya infokan ya. Sumber Wikkipedia.
Wilayah ini ada di Kecamatan Jatinegara. Kabupaten Tegal (Bukan Tegal Kota) Jawa Tengah.
Kabupaten Tgal dan Kota Tegal saling bersebelahan letaknya.
Semoga menambah wawasan kita semua, ya.. Ada banyak daerah yang memiliki nama sama.
itu pedati bisa berubah jd ulaarrrr..