NovelToon NovelToon
Cinta Terakhir Setelah Kamu

Cinta Terakhir Setelah Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Melisa satya

Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.

Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.

Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.

Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?

Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?

#fiksiremaja #fiksiwanita

Halo Guys.

Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salju Pertama

Masih di dalam pesta, saat Dinda keluar dari toilet. Tristan telah bersama Angelo dan Zeeland.

"Lama banget, ngapain aja?"

Dinda menatap Angelo dan Zeeland yang tersenyum ramah kepadanya.

"Kamu ngga apa-apa kan?" Tristan menatapnya lekat.

"Ya, aku baik , hanya saja aku lelah." Tatapan gadis itu membuat Tristan memahami maksudnya.

"Oke, kalau begitu kita pulang saja."

"Eh, tapi bagaimana dengan pestanya?"

"Pestanya tidak lebih penting dari mu."

Dinda menatapnya dalam, setiap kata yang diucapkan Tristan membuatnya terpengaruh. Gadis itu cemas, takut kalau-kalau hatinya ikut melemah.

"Tuan El, Tuan Zeeland. Saya pamit dulu, Dinda sepertinya sedang tidak enak badan."

El dan Zeeland mengangguk.

"Ya, sampai jumpa di Jakarta."

El dan Zeeland menyalami Tristan, dan menghampiri Dinda.

"Semoga anda segera sembuh Nona."

"Terimakasih."

Tristan pun menghampiri Dinda dan mempersilahkannya jalan duluan.

"Kamu ngga pamitan sama Nana dulu?" Entah mengapa pertanyaan itu keluar begitu saja.

"Untuk apa?"

Dinda menatapnya aneh.

"Ayo, kamu butuh istirahat."

Tristan jelas mengabaikan Nana dan hanya fokus kepada Dinda. Gadis itu merasa sikap bosnya sedikit berbeda. Mereka menuju lift dan turun ke lantai dasar.

Dinda tak hentinya mencuri pandang dan Tristan berjalan lebih cepat. Kini pada siapa siapa yang mengenalinya, Dinda pun kembali pada mode profesional.

Tiba di lobby, Tristan tampak bicara panjang lebar dengan seseorang.

"Ada apa?" tanya Dinda. Tristan menoleh dan senyumnya merekah dan menunjuk ke depan.

"Salju turun, salju pertama."

Dinda tak pernah melihat salju. Langkahnya terayun dengan sendirinya dan berusaha menyentuh kepingan salju yang jatuh.

"Indah sekali."

Tristan menggenggam tangannya dan membawanya berjalan menikmati salju.

"Wah, dingin sekali." Gadis itu tersenyum, setiap tetesan yang menyentuh dan menghilang di tangannya membuatnya takjub.

"Pak Tristan, terimakasih telah membawaku ke Paris."

Tristan mengangguk dan membuka jasnya.

"Pakai ini." Gadis itu terhenyak.

"Loh, Pak. Ngga usah, nanti takutnya bapak kedinginan."

"Bisakah malam ini kamu memanggilku Tristan saja?"

Binar indah terlihat dalam sorot mata itu.

"Jika aku lakukan, aku takut tak bisa menyelamatkan diri." Ungkapan Dinda membuat pemuda itu berpikir.

"Menyelamatkan dari apa?"

"Dari pesona, Bapak."

Ada sesuatu yang menggelitik di hati, Tristan tertunduk sejenak meraba hati karena gombalan asistennya.

"Gombalanmu semakin meningkat, takutnya aku yang terbuai karena keisenganmu."

Dinda tak menggubris, Tristan memakaikan jasnya dan terus menatap wajah sang asisten.

"Pak Tristan, aku mau memotret." Dinda kembali mengeluarkan ponselnya lalu bersiap mengabadikan moment.

"Aku akan terus mengingat, bahwa aku pernah datang ke sini."

Dinda menyentuh saljunya dan memotretnya, tak lama dia juga mengambil foto Selfi untuk di kirimkan ke temannya. Tristan tersenyum melihatnya bahagia, tanpa aba-aba, pemuda itu bahkan segera ikut bergabung dan merangkul bahu Dinda.

Gadis itu spontan terkejut dan menoleh, pandangan mereka bertemu dan Tristan dengan santainya mengambil pose.

"Foto aku juga, biar nanti pas kamu lihat fotonya, kamu ingat kalau kita ke sini perginya berdua."

Dinda ragu untuk memotret, dia menurunkan ponselnya dan itu membuat Tristan bingung.

"Kok nggak jadi?"

"Bos, aku ingin mengunggah foto-foto ini di internet, sebaiknya bos jangan bergabung."

"Lalu mengapa? Unggah saja." Tristan merebut ponselnya dan mulai mengabadikan moment.

Dinda yang tadinya canggung perlahan melemah.

"Ambil fotonya yang keren, biar besok-besok ngga nyesel datang ke sini."

Dinda mengangguk setuju.

Meski demikian kesadarannya tetap utuh. Mereka hanya rekan kerja.

"Bos, anda terlihat sangat tampan."

"Aku tahu, kau juga terlihat sangat cantik."

Dinda terpaku malu, hanya sebentar gadis itu lantas dapat menguasai diri dan kembali tersenyum.

"Iya dong, kan Asistennya bos. Jadi harus cantik paripurna."

"Kau sangat suka memanggilku Bos. Baiklah, terserah saja."

Tristan diam menatapnya, keseruan Dinda dengan salju pun perlahan terasa hambar.

"Jika sudah lelah, bilang padaku."

Tristan mengeluarkan rokok dari saku celananya, dengan santai dia membakar sebatang lalu mundur berteduh menghindari salju. Dinda tidak pernah tahu jika Bosnya itu seorang perokok. Selama ini, bahkan setelah bekerja bersama dia tak pernah melihat sang bos menikmati benda itu.

Tristan menikmati hisapan demi hisapan, Dinda tak dapat mengalihkan pandangannya dan itu mengganggu Tristan.

"Ada apa?"

Dinda menggelengkan kepala, dia tak tega membiarkan bosnya kedinginan karena hanya mengenakan kemeja.

"Aku sudah puas bermain, ayo kita pulang."

Tristan mengangguk lalu melempar sisa batang rokoknya.

Mobil mereka tiba dan staf di sana menyerahkan kuncinya.

Baik Dinda dan Tristan pun langsung meluncur meninggalkan tempat itu.

Sepanjang perjalanan pulang, keduanya terlihat canggung. Tristan mencari topik yang pas untuk dibicarakan namun Dinda lebih dulu mengajukan pertanyaan.

"Bos."

"Hemm?"

"Saya baru tahu jika anda juga seorang perokok."

Tristan menatapnya sejenak.

"Bukan perokok aktif, hanya sesekali saja."

"Benarkah? Bukankah berhenti merokok adalah suatu ke mustahilan jika sering dilakukan?"

"Tidak ada yang mustahil dalam dunia ini, apapun bisa terjadi, Dinda. Bagi orang lain, mungkin sulit mengendalikan keinginan untuk merokok tapi tidak denganku, aku hanya menghisapnya jika tak menemukan alkohol di sekitarku."

"Bukankah bos bilang, bos hanya mencari alkohol jika sedang kalut?"

"Ya, itu benar."

"Lalu apa yang tiba-tiba mengganggu suasana hati anda?"

"Sikapmu."

"Aku?" Dinda tentu saja terkejut.

"Ya, sikapmu. Aku tidak tahu kenapa, aku mulai nyaman denganmu, tapi terkadang kamu ini sulit di arahkan."

"Bos, asal tahu saja, saya ini sangat patuh."

"Tidak Dinda, kamu nggak patuh sama sekali. Saya sudah meminta kamu untuk jangan memanggil saya bos jika diluar kantor."

Dinda memperbaiki posisi duduknya.

"Jadi hal itu yang mengganggu kenyamanan anda?"

"Ya!" Sahut Tristan spontan. Dinda tak percaya mendengar itu.

"Baiklah, mulai sekarang saya akan mematuhi perintah anda."

"Terlalu kaku, kita hanya berdua."

"Tristan."

Tristan seketika tersenyum. Suasana hatinya pun berubah menjadi lebih damai.

Dinda tak habis pikir melihat kelakuannya.

"Ya, terimakasih. Aku tidak punya banyak teman yang bisa dipercaya. Percayalah, bahkan beberapa teman yang aku anggap sahabat. Aku lebih suka mendengar mereka memanggil aku dengan sebutan 'Pak'."

"Lalu, mengapa dengan saya berbeda?"

"Entahlah, mungkin karena kamu spesial."

Dinda mengulum senyuman. Suasana di antara mereka terasa menyenangkan.

"Oh, aku tahu. Tristan kamu mencoba menggodaku."

Tristan tersenyum.

"Kenapa? Apa kau tidak biasa di goda?"

Dinda memanyunkan bibir.

"Ngomong-ngomong soal di goda, aku mulai risih dengan keluarga Reevand."

Laju mobil Tristan tiba-tiba berhenti.

"Apa mereka melakukan sesuatu padamu?" Dinda terhenyak melihat keterkejutan di wajahnya.

"Tidak, mereka hanya bertanya tentang kita. Aku tak bisa terus-terusan untuk berbohong. Jadi rasanya begitu canggung saat mereka mengulang pertanyaan yang sama. Dan aku harus mengiyakan kebohongan untuk melindungi diri sendiri."

"Biasakan saja Dinda, dalam hidup tak mengapa jika kamu berbohong dalam kebaikan."

"Tapi Tristan."

Mendengar Dinda menyebut namanya, Tristan kembali menatap wajah itu.

"Apa kau merasa tak nyaman? Apa menjadi pacarku tidak membuatmu senang?"

1
Wina Yuliani
tristan lg dlm mode pms nih, galau kan din
Firdaicha Icha
lanjut 👍💪💪
Isma Isma
ohh si Dinda lucuu 🤣🤣
ma az ran
cerita ny keren
lnjut thor
Melisa Satya: terimakasih kak🥰❤️❤️
total 1 replies
Wina Yuliani
mantap dinda👍👍👍👍
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
ma az ran
ternyata sambngan letisya toh autor
Melisa Satya: kok tahu kak? ini kisah Tristan Bagaskara, Letisya dan Nana hanya jadi cameo nya
total 1 replies
Wina Yuliani
hayoloh bos, anak orang marah tuh,
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
Wina Yuliani
makin seru ceritanya👍👍👍,
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,
Melisa Satya: sip terimakasih kak
total 1 replies
Wina Yuliani
tanpa bos cerita pun pasti bakal ketahuan bos, anda sendiri yg membiat org lain mengetahuinya
ma az ran
ketemu lg kk
Wina Yuliani
ceritanya seru,ringan, gk neko neko tp bikin ketawa ketiwi sendiri nih, keren 👍👍👍
Wina Yuliani
awal yg manis dan seru👍👍👍
🌸ALNA SELVIATA🌸
Di tunggu updatenya thor😍
Melisa Satya: Terimakasih 🥰🥰🥰
total 1 replies
kusnadi farah
Aku butuh lebih banyak kisah seru darimu, cepat update ya thor 🙏
Melisa Satya: terimakasih akan saya usahakan 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!