Bening awalnya hanya mengagumi Garda seperti seorang anak terhadap ayahnya sendiri. Tumbuh dalam keluarga yang kurang harmonis membuat Bening bermimpi memiliki ayah seperti Garda. Namun, seiring berjalan waktu, ternyata perasaannya terhadap Garda berubah menjadi ketertarikan yang tak masuk akal. Bagaimana bisa dia menginginkan dan menyukai ayah dari sahabatnya sendiri?
Ketika Bening ingin menyingkirkan perasaan gila itu mengingat usia mereka yang terpaut jauh, tiba-tiba suatu hari Garda membuat pernyataan yang membuat Bening bimbang. Sebuah ciuman melayang, mengantarkan Bening pada kelumit masalah antara menjadi gadis kesayangan Garda atau janji persahabatannya dengan putri pria itu.
#adultromance #agegap #cintabedausia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yourladysan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selangkah Lebih Berani
Kedatangan wanita yang dipanggil 'Mama' oleh Nata benar-benar mengusik Bening. Wanita itu kembali. Mantan istri Garda pastinya.
Selama ini Nata jarang membicarakan. Hanya sesekali juga ia membahas, saat menyebut mamanya pergi ke luar negeri. Itu saja. Bening tak pernah benar-benar melihatnya kecuali dua hari lalu.
Meski hanya sebentar bertukar sapa, tetapi Bening bisa merasakan aura mengintimidasi darinya. Wanita itu mungkin tersenyum ramah. Namun, wajahnya yang tak bersahabat membuat Bening menciut. Bening akhirnya harus merelakan Nata pergi bersamanya.
Tatapan Bening dari layar komputer beralih ke arah lorong kecil unit apartemen Garda. Sesuai janjinya, akhir pekan Bening mendapat jatah libur karena ada pekerja lain di minimarket. Untuk itulah ia menginap di unit Garda, lalu pagi ini menunggunya pulang.
Ia terkesiap, bangkit dari tempat karena baru saja terdengar pintu terbuka. Buru-buru perempuan itu meninggalkan setumpuk kertas revisi dan laptop yang masih menyala.
"Om," sapanya pada Garda yang baru saja mengganti sepatu dengan sandal dari rak foyer.
Bening berlari kecil mendekati pria itu. Sedikit terkejut saat Garda menarik pinggangnya untuk mendekat. Tubuh mungil Bening diangkatnya, lalu didudukkan di atas meja kecil dekat rak. Garda mendekat, berdiri di antara kedua paha Bening yang terbuka, lalu menunduk hingga wajah mereka cukup dekat.
"Saya merindukan kamu. Seharian ini saya merasa tersiksa di bandara dan saat perjalanan pulang. Saya melihat jarum jam beberapa kali karena rasanya sangat lama," bisik Garda.
"A-aku juga merindukan Om." Bening memberanikan diri mengalungkan lengan ke pundak lebar Garda.
"Benarkah?" Garda menyentuh ujung hidung Bening dengan hidungnya.
Bening mengangguk, sedikit memejam saat merasakan kedekatan mereka yang kian terkikis. Namun, saat itu ia malah membayangkan wajah wanita yang dua hari lalu menemui Nata.
Mungkinkah Garda mengetahuinya?
"Oh iya, Om apa aku boleh ...." Bening terdiam sesaat. Haruskah ia menanyakannya? Apa itu tidak akan merusak kebersamaan mereka malam itu?
"Boleh apa, Sweetie?"
Bening menggigit bibir sebentar. Masih agak sangsi untuk mengatakannya. Pada akhirnya ia tak menanyakan tentang mantan istri Garda karena lebih dulu tergoda oleh bibir pria itu. Bagaimana tidak? Jarak mereka sangat dekat.
Sedikit keberanian mendorong Bening untuk meninggalkan kecupan singkat di bibir Garda. Bagus! Dia sudah selangkah lebih berani.
Garda menjauhkan wajah sesaat.
"Maaf," kata Bening sembari menghindar dari tatapan Garda. "A-aku nggak bermaksud nggak sopan. M-maaf, Om, aku ...."
"Kamu yang memulai, ya," bisik Garda seraya menangkup kedua pipi Bening.
Belum sempat Bening menjawab, Garda membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Sama seperti Bening, ia juga sudah beberapa hari ini menginginkan ciuman itu. Garda menekan punggung Bening ke tembok, menyecap setiap rongga mulutnya dengan intim. Sementara deru napas mereka membentur-bentur udara.
Bening memejamkan mata, membalas ciuman Garda yang kian menuntut. Jari-jarinya menyelusup di antara helai rambut pria itu saat Garda mulai melumat bibir merah muda itu. Ada desah samar dan berat dari Bening saat ciuman Garda turun ke leher mulusnya. Jemari panjang Garda mengusap lembut permukaan paha Bening, sementara lengan satunya menarik pinggang Bening agar lebih mendekat.
"T-tidak, Om!" Bening berseru seraya mendorong pelan bahu lebar Garda. Ia menggeleng. "J-jangan ...."
"Maaf," ucap Garda. Pria itu tertunduk dalam. Tak menyangka dirinya nyaris kehilangan kontrol.
Bukan saatnya bagi Bening melayani Garda lebih dari sekadar ciuman. Dia tidak mau yang lebih dari itu. Karena jika mereka kelewatan, habislah Bening! Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Nata suatu saat jika mengetahuinya.
Ciuman saja rasanya sudah sangat salah. Apalagi jika Bening dan Garda melakukan hal yang lebih dari itu?
"Maafkan saya, Bening. Saya nyaris hilang akal," Garda melanjutkan setelah kembali menatap Bening. Dipeluknya perempuan itu dengan erat. "Saya merindukan kamu dan bagaimana bisa saya menahan diri saat kamu memulai seperti tadi? Tapi bukan salahmu. Saya yang tidak bisa menahan diri."
Bening menggeleng dan membalas pelukan Garda. "Maaf udah bikin Om ...."
Kalimat Bening tertahan saat Garda berbisik 'Sst' di telinganya. Pria berlengan kekar itu kemudian mengecup pelipis kanan Bening. Dalam pelukan kedua lengan kekarnya, tubuh Bening terperangkap penuh kehangatan.
Garda berbisik lagi. "Lain kali saya akan lebih hati-hati."
Hanya anggukan Bening yang menjawab perkataan pria itu. Dalam dekapan Garda, Bening menghirup aroma tubuhnya yang familiar dan maskulin. Jika Garda sangat merindukannya, berarti Bening juga demikian.
Perlahan rasa penasaran Bening akan mantan istri Garda perlahan menghilang. Setidaknya saat itu dan di momen itu.
*****
Malam ini Bening mencoba memasak makanan untuk makan mala mereka. Sudah lama ia tak menguji skill memasaknya. Jadi, malam ini Bening membuat dua macam menu dari bahan seadanya di kulkas besar unit Garda. Ada banyak bahan mahal dan semuanya kebanyakan adalah daging. Karena tak terlalu pandai mengolah daging, ia memutuskan untuk memasak jenis sayuran saja.
Ia sudah lama bersahabat dengan Nata dan sering menginap di rumahnya, jadi Bening juga tahu jika Garda bukan seorang picky eater. Sependek pengetahun Bening, Garda bisa memakan berbagai macam jenis sayuran dan daging. Kecuali beberapa jenis kacang-kacangan.
Dengan insiatif mendadak, Bening memasak makan malam hari itu. Setelah masakan selesai dan ia menatanya di meja makan, Bening mengerling ke arah kamar Garda. Pria itu belum keluar sejak berpamitan untuk mandi.
"Dia belum selesai, ya?" gumam Bening.
Sepasang kaki Bening yang dilapisi sandal tipis pun melangkah menuju kamar Garda. Pintu lebar itu diketuknya beberapa kali, tetapi belum ada jawaban. Karena pensaran, Bening membukanya dan ternyata tidak terkunci.
"Permisi. Om?" ujar Bening.
Akan tetapi, si pemilik kamar tidak berada di tempat. Sekeliling kamar kosong, tetapi suara kecipak air dari kamar mandi membuat Bening mendadak lega. Ternyata Garda berada di balik pintu itu.
Saat hendak berbalik untuk keluar, atensi Bening tersita oleh ponsel yang berbaring di atas tempat tidur. Seprei abu-abu itu tampak menyatu dengan ponsel dengan case berwarna senada. Andai ponsel tersebut tidak menyala dan bergetar, mungkin Bening tidak akan mengetahui keberadaannya.
"Ada telepon nggak dijawab dan pesan baru," gumam Bening.
Ia mendekat selangkah, tetapi kemudian menggeleng keras-keras.
Bening berkata, "Nggak, Ning! Itu privasi Om Garda. Kamu nggak boleh melewati batas."
Lagi, Bening berbalik hendak pergi. Namun, kemudian pesan masuk terlihat lagi. Bening menyipitkan mata dan sedikit berjongkok. Mengintip sedikit tak akan jadi masalah, bukan?
Sepasang mata Bening membelalak tatkala membaca nama si pengirim pesan. Natalie. Begitulah nama itu di simpan.
Nama yang tak asing karena baru beberapa hari lalu Bening berkenalan dan bertemu dengannya. Dialah wanita itu. Ibu kandung Nata. Mantan istri Garda.
Jadi, Om Garda tau ... Bening membatin.
"Bening?"
Sepasang mata Bening membeliak, degup jantungnya bekerja lebih cepat saat adrenalin terpacu. Ia berbalik dan menemukan Garda berdiri di depan pintu kamar mandi. Lengkap dalam balutan handuk kimono berwarna biru tua. Melihat keberadaan Bening, pria bertubuh kekar itu sedikit heran.
"Ah, m-maaf. Aku kira Om ketiduran, makanya aku susul ke sini. Aku cuma mau ngajak Om makan malam bersama," ucap Bening berusaha menghilangkan kegugupan. Untung saja sebelum berbalik menatap Garda, ia melihat layar ponsel itu sudah kembali menghitam. "Kalau begitu aku keluar dulu, Om. Aku tunggu di bawah."
"Sebentar ...," kata Garda menahan langkah Bening. "Apa ada sesuatu yang mengganggu kamu?"
"Y-ya? Apa maksud Om?"
Garda mengikis jarak di antara mereka. Kedua lengan pria itu terjulur, jemarinya mengenggam kedua lengan Bening. Tatapan mata Garda tampak begitu kentara tengah menyelidik. Bikin Bening salah tingkah saja. Bahkan kedua pipinya mendadak terasa hangat.
"Selama saya pergi, apa ada sesuatu yang ...." Garda menahan kalimat. Lalu helaan napas terdengar pelan. "Sudahlah. Saya nggak mau merusak suasana karena malam ini, saya hanya ingin bersama kami."
Senyum lebar terlukis di bibir Bening. "Aku juga. Jadi, cepat ganti pakaian Om dan aku tunggu di meja makan."
Garda mengangguk. "Tapi kamu harus janji satu hal ke saya."
"Apa itu?"
"Kalau ada apa-apa. Apa pun itu. Kamu harus bilang ke saya. Mengerti, Sweetie?"
Sekian detik berikutnya Bening menangguk. Meski begitu ... ia ragu apakah harus mengutarakan rasa resahnya saat membaca nama Natalie terlihat di ponsel Garda.