NovelToon NovelToon
Candu Istri Klienku

Candu Istri Klienku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: N_dafa

"Jangan, Mas! aku sudah bersuami."
"Suami macam apa yang kamu pertahankan itu? suami yang selalu menyakitimu, hem?"
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Akan menjadi urusanku, karena kamu milikku."
"akh!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N_dafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

“K—kamu nginep disini, Mas?” Tanya Ajeng gugup saat mereka sudah sampai di kamar Biantara.

Karena mendadak gemetar, Ajeng sampai tak berani masuk lebih jauh, dan hanya berhenti di ambang pintu kamar hotel bertipe deluxe room itu.

“Iya. Kenapa? Kamu kurang suka? Maafkan aku. Wisnu nggak dapet yang siute room.”

“Eh, bukan itu.” Ajeng cepat-cepat mengklarifikasi. “Aku kan cuma tanya.”

“Tapi, kamu suka kan?” Biantara menatap penuh arti wanita itu.

Tentu saja, Ajeng semakin gugup. “I—iya. Ini bagus kok.”

Biantara merubah ekspresinya dengan cepat, lalu menghembuskan nafas panjang.

“Kalau bagus, kenapa nggak mau masuk? Apa mau aku pesankan kamar lain saja, hem?”

“Eh, jangan! Nggak perlu!” Namun, sekejap kemudian, Ajeng seperti diingatkan sesuatu. “Em, tapi nggak apa-apa deng. Ini kan kamar kamu. Jadi, boleh kalau mau pesenin aku kamar lain.”

“Enak saja.” Biantara memutar bola matanya malas. “Nggak akan! Ayo masuk! Kamu punya kewajiban sama aku.”

“Eh, pelan-pelan, Mas!” Hanya karena Biantara menariknya, Ajeng bereaksi sangat berlebihan. “Akh!” Sampai akhirnya, dia menubruk dada lebar lelaki itu.

Gila sih! Tapi otak nakal Ajeng menyukai saat dia berdekatan dengan Biantara. Menurutnya, aroma parfumnya sangat nyaman dan berkelas.

Sebetulnya, Rendy juga wangi. Tapi, entah kenapa Ajeng merasa lebih nyaman saat bersama Biantara.

‘Otakku udah oleng kayaknya.’ Ajeng merutuki dirinya sendiri.

Kembali sadar kalau yang dia lakukan salah, Ajeng mendorong Biantara pelan sekali.

“Mas, jangan begini.”

Yeah, pemberontakannya antara niat dan tak niat. Bahkan, Ajeng juga membiarkan Biantara menghidu aroma dari le hernya.

“Kamu wangi, Baby. Wangimu membuatku ingin bercinta.”

“Engh, Mas. Nanti ada yang lihat.”

Parah kan? Ajeng malah semakin mende sah tanpa diminta.

“Siapa yang melihat? Jangan alasan, Baby. Disini nggak ada siapa-siapa selain kita.”

“Pak Wisnu gimana?”

“Dia nggak tidur sama kita. Nggak mungkin dia akan lihat kita bercinta.” Biantara mengeratkan pelukannya sembari menarik ping gang Ajeng.

“Jadi, kita benar-benar akan tidur bersama? Emh…”

“Benar, Ajeng. Kita akan bercin ta malam ini.”

Sreet!

Tiba-tiba, Ajeng mendorong Biantara lebih keras, hingga kali ini pelukannya benar-benar terlepas.

“Mas, aku baru inget.” Kata Ajeng terkejut sendiri.

“Inget apa? Apa ada yang ketinggalan? Atau inget suamimu?” Saat mengatakan kata suamimu, terlihat sikap tak suka lelaki itu.

“Bukan!” Ajeng menggeleng semangat.

“Lalu?” Biantara menaikkan satu alisnya. Belum apa-apa, sudah menganggap Ajeng beralasan.

“Aku lagi datang bulan.”

“Jangan bohong, Baby. Aku nggak percaya sebelum membuktikannya.”

“Ish, jorok amat? Serius, Mas. Semalam aja, Mas Rendy minta dilayanin tapi nggak jadi.” Wanita itu enteng sekali bercerita.

“Kamu masih sering berhubungan badan sama Rendy?” Cara bertanya Biantara seperti laki-laki yang memergoki kekasihnya selingkuh.

“Enggak.”

“Kamu bohong lagi, Ajeng? Bukannya tadi kamu bilang, semalam Rendy mau dilayani?”

Bukannya takut, Ajeng malah terkikik. “Kenapa mukamu jadi galak?” Ajeng meraba pipi lelaki itu.

Biantara semakin memasang wajah serius. “Kamu sudah membuatku cemburu.”

Jarak wajah mereka, hanya beberapa sentimeter saja karena Biantara kembali mendekat.

“Kalau cemburu, artinya kamu cinta sama aku. Tapi, sayangnya aku nggak percaya.”

“Bagaimana kalau bilang iya? Apa kamu masih meragukan?”

Biantara semakin mendekatkan wajahnya, tapi Ajeng masih terus mundur, sampai akhirnya terduduk di ranjang.

“Iyalah… aku tahu, laki-laki sepertimu bisa melakukan apapun. Uangmu banyak.”

“Tapi, aku nggak suka menggunakan uangku untuk perempuan sembarangan.”

“Apa aku bukan perempuan sebagus itu? Aku cuma istri orang.”

Biantara ikut duduk di samping Ajeng. “Entahlah, aku melihat kamu cukup berbeda. Kamu tahu? Aku penasaran sama kamu sejak pertama kita bertemu.”

“Wah, kapan itu? Em, aku rasa kita baru ketemu dua kali kemarin ya dalam pertemuan bisnis?”

“Tepat sekali. Aku kagum dengan wanita yang nggak terpengaruh sama aku.”

“Hah?! Maksudnya?”

“Aku bisa membaca perempuan yang ingin menarik perhatianku atau tidak. Sedangkan kamu, jangankan tertarik sama aku, menatapku saja, kamu jarang sekali.”

“Oh ya?”

Biantara tersenyum sinis. “Kamu kelihatan bucin sama suamimu.”

“Hahaha.” Melihat ekspresi Biantara kesal lagi, Ajeng tertawa lagi. “Aku memang setia. Aku memang sangat mencintai Mas Rendy sampai membiarkan dia menikah lagi.”

Sedetik kemudian, senyumnya luntur berubah sendu.

“Tapi, sekarang mataku udah kebuka. Percuma aku jadi istri yang sangat mencintai suaminya dan penurut, kalau ujung-ujungnya akan disakiti habis-habisan.”

Biantara, menoleh menatap Ajeng di sampingnya, dengan ekspresi tak terbaca. “Apa kamu akan selamanya trust issue, Baby?”

Ajeng juga menatap Biantara sehingga mata mereka bertemu.

“Aku nggak tahu. Aku bukan orang yang mudah trauma. Tapi. Aku hanya akan lebih waspada.”

“Baguslah…” Biantara membuang muka, kembali menatap lurus ke depan, pada televisi yang bahkan tak menyala.

“Kenapa bagus?”

“Aku ada kesempatan menikahimu setelah kamu bercerai nanti.”

“Kamu masih aja kaya gitu. Emangnya, kamu nggak kasihan sama aku kalau udah berharap banyak sama kamu, Mas?”

“Justru itu yang aku mau.”

“Kamu mau mempermainkan aku?”

“Tidak ada niat. Tapi, kalau kamu mau main-main, aku akan melayani.”

“Akh, Mas! Aku lagi datang bulan.” Ajeng terkejut karena Biantara memeluknya lagi.

Gerakannya kasar, hingga wanita itu kaget dan oleng. Tapi lucunya, Ajeng malah merangkul leher Biantara karena hampir terjatuh.

“Kita bisa make out, Baby.” Biantara selalu mencari mata Ajeng, dan berakhir di bi birnya.

“Tapi nggak ada perjanjiannya. Kan cuma dua kali aja kemaren kesepakatannya.”

“Aku menagih rasa terima kasihmu.”

“Dasar perhitungan!”

“Nggak ada yang gratis di dunia ini, sayang. Kecuali, kamu sudah menjadi istriku.”

“Apa nggak bisa dibayar dengan yang lain saja?”

“Apa misalnya?” Tantang Biantara.

“Traktir makan?”

“Aku masih sanggup beli makanan sekalian restorannya.”

“Ck.” Ajeng mencebik. “Sombong!”

“Aku pantas sombong. Aku nggak butuh apa-apamu. Aku cuma mau tubuhmu.”

“Mesum!”

“Ya, aku memang mesum kalau sama kamu. Apa kamu mau lihat bagaimana dia bereaksi hanya karena berdekatan seperti ini denganmu, hem?”

“Ah, Mas! Kamu udah bangun?”

“ Ya.... Ci um aku, Baby!” Suara Biantara mulai serak.

“Ciuaman aja ya…” Ajeng menyerah karena merasa tak bisa lepas.

Entah, hatinya pun, ingin-ingin tapi memberontak.

“Oke.”

Dalam sekejap, Biantara sudah menyambar bi bir Ajeng dengan rakus.

Awalnya menggebu, tapi lama-lama dia lembutkan karena Ajeng gelisah.

“Aku suka bibirmu. Lembut.” Bisik Biantara di sela ciu mannya.

Tak mengizinkan Ajeng menjawab, dia kembali memagut wanita itu.

Hingga entah berapa lama mereka beradu lidah dalam decapan. Yang pasti, Ajeng yang pertama menyerah karena lelah.

“Mas, aku nggak bisa nafas.”

“Maafkan aku, Baby. Kamu begitu candu.” Nafas Biantara sama parahnya dengan nafas Ajeng.

“Udah ya… aku ngerasa jadi murahan sama kamu.” Ajeng mendadak sendu.

“Jangan berpikir seperti itu. Kalau saja bisa, aku pasti menikahimu sekarang.”

“Makasih karena ucapanmu bikin aku seneng.”

“Aku nggak sedang menghiburmu, Baby.”

“Apapun itu, aku berterima kasih, Mas. Makasih juga, udah bantu aku melarikan diri.” Ajeng benar-benar tulus.

Merasa pembicaraan mereka mulai serius, Biantara melepaskan Ajeng.

“Kapan terakhir kali Rendy menyentuhmu?”

Ajeng menaikkan satu alisnya. “Kenapa tanya itu?”

“Cuma ingin memastikan saja.”

“Memastikan apa?”

“Takutnya, kalau kamu hamil, aku nggak bisa mengakui anak itu.”

“Pffttt.” Ajeng tiba-tiba tertawa. “Hamil darimana? Aku kan lagi datang bulan sekarang.”

“Bisa kok awal kehamilan datang bulan.”

“Tapi aku masih pakai alat kontrasepsi, Mas. Ini.” Ajeng menunjukkan sebuah bekas luka di lengannya. “Memangnya, kamu nggak tahu? Padahal, kamu jeli loh hanya karena aku nggak ada jahitan di tempat itu.”

“Kalau menikah denganku nanti, kamu tidak perlu memakai seperti itu.”

Ajeng tertawa lagi. “Sudahlah, jangan membuatku terlalu berharap.”

“Aku nggak pernah main-main sama perempuan, Ajeng. Kalau kamu sampai bisa naik ke ranjangku karena keinginanku sendiri, bahkan  tanpa merayuku, itu artinya, kamu adalah pilihanku.”

Ajeng mendadak melunturkan senyumnya. Entah kenapa, perkataan Biantara membuatnya bergidik ngeri.

1
Yunita aristya
ren2 nanti Ajeng sudah pergi baru tau rasa kamu. mau liat kamu nyesal dan jatuh miskin gara2 istri muda mu yg suka foya2😁😂
Nana Colen
luar biasa aku suka sekali karyamu 😍😍😍😍😍
Yunita aristya
lanjut kak
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
Nana Colen
benar benar ya rumput tetangga lebih hijau 🤣🤣🤣🤣
Nana Colen
dasar laki tak tau diri 😡😡😡😡
Yunita aristya
lanjut
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤
Fitri Handriayani: lanjut
total 1 replies
Nana Colen
iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡
Keisya Oxcel
penasaran
Yunita aristya
lnjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!