“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”
“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”
Laila baru saja dimutasi ke wilayah pelosok. Dia menempati rumah dinas bekas bidan Juleha.
Belum ada dua puluh empat jam, hal aneh sudah menghampiri – membuat bulu kuduk merinding, dan dirinya kesulitan tidur.
Rintihan kesakitan menghantuinya, meminta tolong. Bukan cuma satu suara, tetapi beriringan.
Laila ketakutan, namun rasa penasarannya membumbung tinggi, dan suara itu mengoyak jiwa sosialnya.
Apa yang akan dilakukan oleh Laila? Memilih mengabaikan, atau maju mengungkap tabir misterius?
Siapa sebenarnya sosok bidan Laila?
Tanpa Laila tahu, sesungguhnya sesuatu mengerikan – menantinya di ujung jalan.
***
Instagram Author ~ Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong : 12
Tok!
Tok!
“Kak Laila! Kakak sudah berangkat kerja kah?” Mia mengetuk pintu depan rumah dinas Laila. Tadi dia sudah menunggu selama sepuluh menit, tetapi sang bidan belum juga muncul di jalan setapak tembus puskesmas dan kantor kelurahan.
“Sudah pergi duluan mungkin. Ayo cepat Kak! Nanti aku ketinggalan pickup nya Juragan.” Anto menarik lengan Mia.
Sementara wanita yang semalam pingsan hingga kini belum sadarkan diri – kelopak matanya perlahan mulai terbuka.
Laila melihat ke jendela tertutup gorden polos, dan juga lubang ventilasi di atasnya – terlihat kalau diluar sana langit sudah terang.
Auch!
Ia merintih sakit kala hendak memiringkan badan, kepalanya pun terasa berdenyut-denyut. “Serasa ruh ku sudah diujung lidah, tinggal dilepeh maka langsung melayang nyawa ini.”
Wanita berpenampilan kusut, rambut terdapat debu menggumpal menjadi sawang. Sekuat tenaga Laila mengulurkan tangannya ke besi kepala ranjang, lalu menarik dirinya agar dapat duduk.
Matanya menatap lengan, betis dan paha yang ujung bajunya masih terikat di pinggang. “Kalau aku melapor ke pihak berwajib dengan mengatakan baru saja di hajar suami ataupun seseorang – tanpa perlu melakukan visum, pasti mereka langsung percaya.”
Bagian terbuka kulit Laila, banyak dipenuhi memar berwarna merah kebiruan, bila ditekan sedikit saja, langsung menimbulkan rasa sakit.
“Daripada pergi ke puskesmas, aku lebih tertarik mencari kendaraan apapun itu agar tak perlu lagi jalan seperti seorang pengembara berakhir tersungkur, terguling-guling di perbukitan.”
Laila memutuskan untuk meliburkan dirinya sendiri. Daripada melayani pasien, saat ini dia lebih cocok menjadi seorang pesakitan yang membutuhkan penanganan khusus.
Bugh!
“Pantat ku.” Ia usap-usap bokong yang baru saja menghantam semen. Wanita banyak akal itu tidak menyerah, kendatipun susah berjalan, dia mengesot ke pojok kamar, mengambil tas kerja.
Dikeluarkannya satu ampul dan jarum suntik yang dia curi dari puskesmas. Kegunaan vitamin tersebut – mengurangi rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, kebas, sensasi terbakar, dan untuk daya tahan tubuh.
Dia menusuk bokongnya lalu menekan perlahan tabung suntikan sampai cairan merah pekat dan berbau tajam habis.
“Kalau sudah begini, siapa yang mau membereskan?” Laila menatap sengit pada reruntuhan triplek, serpihan cat terkelupas, debu bertebaran.
Rasanya tenaganya sudah habis terkuras, hanya tersisa letih, lelah, tak berdaya, dan frustasi.
“Sebenarnya ada cara mudah, tapi bahayanya bisa mengancam nyawaku maupun orang lain. Kalaupun bisa, siapa yang dapat membuka segel itu? Sementara aku jauh dari rumah.” Tangannya meraba jimat, mengelus besi dingin.
Ya, kalau saja segel indera keenam Laila dibuka – maka tak perlu wanita itu seperti seseorang berjalan di kegelapan demi mencari setitik cahaya diujung jalan. Dia bisa menggunakan indera keenamnya untuk menelusuri jejak para arwah penasaran.
Namun, resikonya juga besar dan berbahaya. Bila mental Laila tidak kuat dia bisa menjadi gila dikarenakan diserang pikiran manusia yang berdekatan dengannya, memori para arwah berlomba-lomba ingin masuk ke otak.
Laila juga akan menjadi sasaran empuk para makhluk halus yang ingin memasuki raganya. Kalau hal itu terjadi – dia akan kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tanpa ia sadari tiba-tiba menyerang orang hingga dapat menyebabkan kematian.
Sama halnya seperti dulu kala dirinya meneror suami durjana sampai mengidap penyakit gangguan kecemasan berlebihan, berakhir gila dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Air mata Laila terjatuh, ia terkenang sosok yang sangat kejam mempermainkan perasaannya. Demi melupakan kejadian menyakitkan itu, dia mengajukan diri menggantikan rekannya dimutasi ke pelosok negeri, berakhir terdampar disini. Desa penuh misteri.
“Sialan! Mengapa aku jadi teringat keparat itu? Semoga kau abadi di dalam kawah api neraka!” Tangannya terkepal erat, matanya memerah memancarkan amarah.
Kembali Laila mengesot ke kamar mandi. Dia butuh mengguyur kepalanya agar bayangan menjijikan dimana saat dirinya masih menjadi wanita tolol pemuja cinta, lenyap bersama rasa dingin menerpa kulitnya.
Suara air terdengar nyaring menyiram tubuh polos, tak juga cukup – Laila masuk ke dalam bak semen berukuran 1x1 meter. Saat dirasa lebih baik dan rasa sakit ditubuh banyak berkurang, serta obat vitamin yang disuntikkan sudah bekerja, Laila menyudahi acara mandinya.
Dia keluar dari kamar mandi cuma menggunakan handuk. Berjalan sedikit tertatih ke lemari dapur, membuka bagian atas yang mana ada nasi sisa semalam, belum basi.
Laila memutuskan untuk membuat nasi goreng dengan bumbu seadanya, bawang merah dan putih diiris, serta potongan cabe rawit, sedikit garam.
Sepuluh menit kemudian, sepiring nasi goreng dan satu gelas teh hangat sudah terhidang di meja ruang tamu.
Dalam diam Laila mengunyah, sementara pikirannya melalang buana.
‘Aku harus memiliki kendaraan yang bunyinya tidak menarik perhatian orang semisal diri ini menyusuri tempat sepi. Apa kira-kira yang cocok? Babi hutan bisa tidak ya dijadikan alat transportasi?’ tanyanya dalam hati, dan langsung dia sanggah sendiri.
‘Yang ada diriku langsung dilempar begitu naik ke punggungnya. Tidak, tidak, nyari penyakit itu namanya. Babi hutan bukanlah hewan ramah lingkungan.’
Sebuah ide brilian ia dapatkan, dan hal tersebut adalah jalan keluar dari permasalahan perihal kendaraan.
Sebenarnya Laila memiliki jatah motor dinas, tetapi entah kapan diberikan oleh kantor kelurahan. Saat dia singgung, malah bidan Juleha yang difitnah.
“Sabar sebentar ya bu bidan Laila. Kami harus mengajukan penambahan motor dinas ke tingkat kabupaten. Masalahnya, kendaraan dinas sebelumnya – dibawa kabur oleh bidan Juleha,” ucap salah satu perangkat kantor kelurahan.
Nasi goreng dan teh hangat sudah habis, dan fisik Laila mulai kuat. Jalannya pun tidak lagi tertatih, tetapi belum bisa di bawa berlari. Dia masuk ke dalam kamar, mencari sesuatu yang semalam memberinya sebuah penglihatan.
Laila menggenggam paku berkarat, ujung tumpul ia tekan pada jari telunjuk. Dia dapat merasakan bila ada hal mistis yang tertinggal, sebuah ingatan samar si korban.
“Apa ini paku yang dipukulkan ke kepalanya? Sepertinya tidak.” Matanya mengamati setiap inci paku tadi.
Kemudian Laila membongkar pakaian yang semalam tidak sempat dia perhatian dengan teliti. Ternyata ada kaos putih terdapat bekas bercak yang ia yakini adalah darah.
"Aku sudah menemukan alasannya. Darah korban menyerap dipaku ini, dan dua orang pria yang semalam mencoba membobol pintu serta jendela – mencari barang ini.” Laila mencium benda yang dia pegang.
“Ini bukan paku biasa yang dibeli lalu dipukulkan ke kepala korban. Namun, paku ini telah dibacakan mantra, direndam dalam kembang tujuh rupa, ada juga bau minyak kasturi, serta amis darah ayam cemani yang membuatnya menjadi berkarat. Ck … ck, sepertinya aku sudah cocok jadi dukun menggantikan Mbah Ngatemi!” Dia terkikik geli, membayangkan wajah sang Uyut ketika membaca jampi-jampi.
.
.
Dua jam kemudian. Wanita yang absen masuk kerja, tapi dia begitu berani mendatangi warung sembako yang berada di samping puskesmas.
Laila mengusap keringat di kening dan juga leher, dia mengulang perjalanan menyusuri jalan setapak. Tangannya memegang kayu kokoh yang jadikan tongkat.
“Kak Ida, juragan Pram ada tidak …?”
.
.
Bersambung.
iya kah?
tapi kalau g dibaca malah penasaran
Smoga Fram dan Laila jodoh ya. 😆
di tunggu kelanjutan intan paok ya ka
salah satunya antisipasi untuk hal seperti ini.
bahkan kita sendiri kadang tidak tahu weton kita apa,karena ditakutkan kita akan sembarangan bicara dengan orang lain.
waspada dan berhati hati itu sangat di perlukan .
tapi di zaman digital sekarang ,orang orang malah pada pamer weton kelahirannya sendiri🤣
aciye ciyeeeee si juragan udh kesemsem sama janda perawan
Thor lagi donk