NovelToon NovelToon
Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Playboy / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Oliver Alexander, pewaris tunggal keluarga kaya raya, hidupnya penuh dengan pesta, wanita, dan gemerlap dunia malam. Baginya, cinta hanyalah permainan, dan wanita hanyalah koleksi yang berganti setiap saat. Namun, gaya hidupnya yang semakin tak terkendali membuat sang ayah geram.
Sebagai hukuman sekaligus peringatan, Oliver dipaksa turun tangan mengurus salah satu pabrik keluarga di desa terpencil. Awalnya ia menolak, tapi ancaman kehilangan segalanya membuatnya tak punya pilihan.
Di sanalah ia bertemu Laras Maya, gadis desa sederhana yang polos, lugu, bahkan terlihat norak di matanya. Dunia mereka begitu berbeda, bagaikan langit dan bumi. Tapi semakin lama, Oliver justru menemukan sesuatu yang tak pernah ia rasakan dari wanita-wanita cantik di kota, yaitu ketulusan.
Laras yang apa adanya perlahan meruntuhkan tembok arogan Oliver. Dari sekadar kewajiban, hari-harinya di desa berubah menjadi perjalanan menemukan arti cinta dan hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Kirim ke Pelosok

Brata berdiri dengan amarah yang nyaris meledak. “Cukup! Tutup mulutmu!” suaranya menggelegar, menghentikan Oliver yang hendak bicara lagi.

“Kali ini perilakumu tidak bisa ditoleransi. Papa akan kirim kamu ke pabrik lagi.”

Wajah Oliver berubah pucat. “Ke desa itu lagi? Jangan gila, Pa!”

“Oliver!” pekik Soraya kaget, tangannya refleks menutup mulut. Baru kali ini ia mendengar putranya berani berkata seperti itu pada Brata. “Kau… kau bilang Papamu gila?”

Brata menatap Oliver tajam, rahangnya mengeras. “Bukan ke desa itu, des aitu terlalu indah untukmu. Kali ini jauh lebih pelosok. Kau harus belajar lagi sampai benar-benar berubah. Dan Laras… dia akan tetap tinggal di rumah ini besama kami.”

Oliver mendesis, tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. “Anak kalian itu aku apa Laras, Pa?!”

Brata menatapnya dengan dingin. “Terserah apa katamu, Papa tidak peduli lagi. Kalau ini satu-satunya cara untuk membuatmu sadar, biarlah begitu.”

Dengan langkah tegas, Brata meraih tangan Soraya, menariknya keluar ruangan. Soraya masih menoleh sebentar, menatap Oliver dengan air mata yang terus mengalir lalu akhirnya pergi meninggalkan anaknya yang mematung di tengah ruangan. Kalau dulu ia merasa kasihan untuk kali ini tidak. Soraya menyerahkan sepenuhnya keputusan di tangan suaminya.

Ruang keluarga besar itu diliputi ketegangan. Soraya duduk dengan mata sembab, Brata duduk tenang khas kepala keluarga yang kuat. Mereka baru saja menyampaikan keputusan mengirim Oliver ke pelosok pada Laras.

Laras yang sedari tadi hanya menunduk dengan kedua tangannya yang saling menggenggam erat di pangkuan, akhirnya memberanikan diri membuka suara.

“Pa, Ma…,” ia menatap Brata dan Soraya “meskipun pernikahan kami… jauh dari sempurna, tapi biar bagaimana pun status Laras ini tetap istrinya Pak Oliver.”

Soraya menoleh cepat, tatapannya tampak kaget. Brata mengernyit, seolah tidak percaya mendengar kalimat itu keluar dari mulut menantunya.

Laras menarik napas panjang, menahan getaran di dadanya. “Laras nggak bisa tinggal di sini sendirian sementara suami Laras harus dikirim ke pelosok. Kalau pun harus… Laras mau ikut. Laras mau tetap mendampingi Pak Oliver, ke mana pun dia pergi.”

Soraya menutup mulutnya dengan tangan, matanya langsung berkaca. “Astaga, Nak…” bisiknya tercekat.

Brata terdiam cukup lama, wajah kerasnya perlahan melunak. Ia mendekati Laras, menatapnya penuh haru. “Kamu sadar kan, Laras… yang Papa maksud bukan pabrik gula di desamu. Itu pelosok yang jauh, medannya berat dan fasilitasnya masih sangat minim. Bukan tempat yang nyaman untukmu.”

Laras sempat terdiam, sesaat wajahnya menunjukkan kekecewaan. Dalam hatinya, ia memang sempat berharap bisa kembali pulang ke desanya, ke rumah sederhana bersama bapaknya. Tapi keyakinannya tidak goyah. Ia menggeleng pelan, lalu menatap Brata dengan mata mantap.

“Laras tetap yakin, Pa,” ucapnya lirih tapi jelas. “Kemana pun Pak Oliver pergi… Laras mau ikut. Itu tugas seorang istri, Laras tidak akan meninggalkannya sendirian.”

Air mata Soraya langsung tumpah. Ia berdiri, memeluk Laras erat-erat. “Ya Tuhan… Mama mimpi apa punya menantu sesolehah kamu, Nak. Allah baik sekali memberi Oliver istri sebaik kamu.”

Brata ikut mendekat. Tatapannya penuh emosi namun tidak bisa dipungkiri suara bergetar. “Papa juga beruntung sekali memiliki kalian….” Tangannya menepuk lembut bahu menantunya, lalu ikut merangkul Soraya dan Laras dalam pelukan hangat.

Suasana mengharukan itu nyaris membuat lupa kalau ada sosok lain di balik tembok.

Oliver berdiri kaku di sana, punggungnya menempel pada dinding. Ia mendengar jelas setiap kata yang diucapkan Laras. Kedua tangannya mengepal, entah karna amarah atau justru karena Laras bersedia ikut dengannya ke pelosok. Jika gadis ini hanya berpura-pura, bukankah ini sudah terlalu jauh?

“Dasar… gadis gila…” gumamnya pelan, namun suaranya serak. “Kenapa kau sebodoh itu… mau ikut aku sampai ke neraka sekalipun?”

Oliver masuk ke ruang keluarga dengan wajah dingin seolah tidak peduli dengan suasana mengharukan yang baru saja terjadi. Namun Brata menatapnya penuh peringatan.

“Persiapkan barang-barang kalian,” ucapnya datar tapi tegas. “Sore ini juga kalian berangkat.” perintahnya mutlak. Ini bukan sekadar menyadarkan Oliver, tapi untuk memberi ruang pada sepasang suami istri itu untuk bisa saling mencintai. Dan itu tidak akan terjadi jika Oliver masih berhubungan dengan jalang-jalangnya di kota.

Oliver hanya mendengus pendek, tapi tidak berani membantah. Ia melirik sekilas ke arah Laras yang masih berdiri di samping Soraya.

Soraya menggenggam tangan Laras dengan lembut. “Ayo Nak kita siapkan barang-barangmu,” katanya pelan, suaranya terdengar bergetar. Oliver menatap ibunya namun Soraya mengabaikannya seolah ia tidak ada diantara mereka.

Mereka berjalan ke kamar bersama. Begitu pintu ditutup, Soraya langsung mengambil koper besar dari lemari. Tangannya lincah memasukkan pakaian-pakaian yang tadi dibelinya untuk Laras, blus-blus manis, gaun, rok, celana dan juga beberapa sepatu yang cocok untuk gadis itu. Tak ketinggalan Soraya memasukkan perhiasan berupa kalung tipis, anting, gelang, cincin untuknya. Bukan untuk pamer, tapi agar menantunya tidak dipandang remeh di desa nanti.

“Ini semua buat kamu, Sayang,” ucap Soraya, tersenyum meski matanya berkaca. “Mama tahu, kamu mungkin lebih nyaman dengan pakaian sederhana. Tapi pakailah ini… supaya kamu tidak kalah percaya diri di depan orang lain.”

Laras menatap Soraya lembut, tidak ada sedikit pun kebencian atau kemarahan di wajahnya. Gadis ini terlalu tulus dan lugu. “Terima kasih banyak, Ma. Laras nggak nyangka bisa punya mertua sebaik Mama…”

Soraya berhenti sejenak, menatap wajah polos menantunya. Ia mendekat, merapikan rambut Laras dengan penuh kasih. “Dengar ya, Nak. Apapun yang terjadi dengan Oliver nanti, kamu harus hubungi Mama. Kamu anak baik, kan?”

Laras mengangguk cepat, wajahnya masih gugup. “I-iya, Ma.”

Soraya menatapnya dalam-dalam. “Jangan ditahan sendiri. Kalau Oliver marah, kalau dia bikin kamu bingung, kamu harus cepat-cepat telepon Mama. Janji, ya?”

“Janji, Ma,” jawab Laras lirih tapi mantap.

Soraya menarik napas panjang. Ia berusaha menahan air mata, tapi tetap saja sudut matanya basah. Dengan lembut ia memeluk Laras, tubuh gadis itu terasa ringan di pelukannya.

“Baru sebentar kamu di sini, Mama sudah merasa sayang sekali sama kamu. Tuhan baik sekali kasih Mama seorang putri lewat dirimu. Andai saja Mama dulu diberi anak perempuan… pasti Mama ingin dia seperti kamu, Nak.”

Laras membalas pelukan itu pelan, dadanya terasa sesak. Selama ini ia hanya tahu kasih sayang dari ayahnya. Kini, Soraya memberi perasaan hangat seorang ibu yang selama ini ia rindukan.

Saat Soraya melepaskan pelukan itu, ia tersenyum meski jelas berat hatinya. “Sekarang ayo, kita bereskan barang-barang ini. Sore nanti kamu harus sudah siap. Mama tahu ini tidak mudah, tapi ingat… Mama selalu ada untukmu.”

Laras mengangguk lagi, kali ini dengan senyum tipis di wajahnya. “Iya, Ma.”

Soraya kembali memasukkan beberapa perawatan tubuh, parfum, bahkan bedak tipis ke koper. Semua yang Laras butuhkan untuk tetap terlihat cantik tanpa kehilangan kesederhanaannya.

1
Ratih Tupperware Denpasar
pak rega siap2 kamu dipecat oliver
Yus Nita
Cemburu... nlgbos..
jasngan gengsi aja di gedein 😀😀😀
Yus Nita
gengsi ajalu bedarin oliver
ntar bucin tingkat Dewa, kluudahcinta 😀😀😀
Ratih Tupperware Denpasar
ayo oliver selidiki knp mereka msh miskin padahal digaji layak, jangan2 dikorupsi manager yg disana
Ratih Tupperware Denpasar
istri sendiri diacuhin dicuekin giliran dpt telpon dari jaLAng malah tersenyum sumringah. situ waras oliver?????? tunggu aja laras bertransformasi menjadi wanita cantik dan elegan kamu akan tetbucin2 padanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar up dong jangan dihapus ya ceritanya kayak cerita mapia itu ujug2 hilang dari peredaran tanpa ada penjelasan terlebih dahulu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak, makin suka ceritanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar, knp novel yg satunya dihapus? padahal saya suka lho
Ratih Tupperware Denpasar
olivee ini manusia apa monster? ga punya empati blas. kukutuk kamu biar terbucin2 sama laras
Ratih Tupperware Denpasar
belum apa2 bu sita sdh berpikir negatif, bukannya laras keluar dng air mata tapi keluar dng digandeng mesra om oliver
Ratih Tupperware Denpasar
oliver ini jen menjengkelkan banget... ngedumel trus gadis kampung ..gadis norak sejatinya kamu tuh daj jatuh cintrong tapi kamu menolak dan menepis perasaan.itu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
saya suka cerita2 author satu ini alurnya khas menceritakan wanita betsahaja tapi punya prinsip yg kuat
matchaa_ci
semangat semoga sukses untuk author dan karya² nya💪
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
gampang banget muyusin cewek/Facepalm//Facepalm/. awa lho om ntar jatuh cintrong sama gadis lugu polos
Ratih Tupperware Denpasar
saya mapir kak, ceitanya memang beda dng cerita2 sebelumnya.. kak thor bener2 hebat bs membuat 4 cerita bersamaan dng gendre berbeda. semangat ya kak smg ceritanya banyak yg suka/Pray/
Demar: Makasih ya kak dukungannya sejak awal🥹❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!