NovelToon NovelToon
Kultivator Koplak

Kultivator Koplak

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem / Tokyo Revengers / One Piece / BLEACH / Jujutsu Kaisen
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: yellow street elite

seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Rynz hanya menoleh sekali ke arah gadis itu.

Tatapannya tenang, tidak meninggalkan kesan sebagai penyelamat atau pahlawan.

"Angin Hitam dari Lembah Angin," ucapnya singkat, sebelum membalikkan badan dan berjalan menjauh.

Api hitam di palunya sudah meredup, namun aura panasnya masih tertinggal di udara, membuat para pengawal yang baru sadar menatap punggungnya dengan penuh keheranan.

Tanpa banyak kata, sosok itu perlahan menghilang ke balik pepohonan, langkahnya mantap dan sunyi.

Sementara itu, dari sisi kereta, sang putri berdiri dengan tatapan kosong. Gaun sutranya yang sedikit robek tertiup angin, rambut peraknya berkilau di bawah sinar senja. Suasana sekitar sudah mulai tenang, namun pikirannya tetap bergemuruh.

"Angin Hitam... dari Lembah Angin..." gumamnya dalam hati.

Nama itu asing.

Sekte itu pun tidak ada dalam catatan resmi.

Namun kekuatan yang ia lihat tadi—itu bukan sesuatu yang bisa diabaikan.

"Aku harus menanyakan ini kepada para tetua."

Dia kembali masuk ke dalam kereta.

Roda kereta berderit perlahan, meninggalkan bekas di jalanan tanah yang mulai mengeras.

Namun dalam pikirannya, nama itu—Angin Hitam dari Lembah Angin—terus menggema, menghantui pikirannya jauh lebih dalam dari sekadar rasa penasaran.

Kereta itu melintasi gerbang utama ibu kota Kekaisaran Feng, sebuah kota megah yang dikelilingi oleh tembok batu giok dan menara penjaga yang menjulang tinggi. Di atas gerbang, bendera-bendera bergambar burung phoenix emas berkibar lambat tertiup angin lembah.

Di dalam kereta, sang putri duduk diam.

Tangannya menggenggam erat kipas lipat perak, namun tidak pernah dibuka.

Tatapannya kosong, hanya memandangi tirai yang menutup sisi jendela.

Sosoknya dikenal sebagai Putri Huang Feiyue, putri ketiga dari Kepala Klan Huang.

Klan itu adalah salah satu dari Empat Klan Besar di kekaisaran—dikenal karena kekayaan, darah bangsawan, dan warisan darah Phoenix yang mengalir di dalam garis keturunan mereka.

Begitu kereta berhenti di halaman dalam Istana Klan Huang, beberapa pelayan dan tetua langsung menyambut, namun Feiyue tak berbicara sepatah kata pun.

Dia hanya melangkah cepat ke aula keluarga.

Tiga orang tetua telah menantinya, masing-masing mengenakan jubah panjang berwarna emas dan putih, mewakili kedudukan mereka sebagai penjaga hukum, pengetahuan, dan warisan klan.

Salah satu dari mereka, Tetua Huang Jin, menatap cucunya dengan khawatir.

"Feiyue, apa yang terjadi di perjalanan? Kami mendapat laporan kereta diserang."

Feiyue berhenti di depan mereka, kemudian membuka suara—dingin dan langsung.

"Ada seseorang yang menyelamatkanku. Tapi bukan itu yang penting."

Ketiga tetua saling melirik.

Feiyue melanjutkan.

"Orang itu… menyebut dirinya sebagai Angin Hitam dari Lembah Angin."

Suasana menjadi senyap.

Salah satu tetua yang lain, Huang Ming, mengerutkan alisnya.

"Lembah Angin? Aku tidak mengenal sekte itu."

"Aku juga tidak," sahut Huang Jin. "Tapi... nama itu bukan main-main. 'Angin Hitam'… tidak mungkin sembarang orang berani menggunakan simbol warna dalam julukannya, apalagi menyebut Lembah."

Feiyue menatap mereka tajam.

"Dia menggunakan api hitam. Namun berbeda dari teknik elemen api biasa. Itu lebih… hidup. Lebih liar. Dan dia juga menggunakan senjata palu. Tapi itu bukan senjata biasa. Aku... merasa sesuatu dalam diriku tergerak saat melihatnya."

Para tetua kini benar-benar terdiam.

Setelah beberapa saat, Huang Jin menarik napas panjang.

"Baik. Akan kami kirim pengamat ke wilayah sekitar. Jika memang ada yang mengaku dari sekte Lembah Angin... dan memiliki api hitam... maka itu mungkin berkaitan dengan Inti Void."

Feiyue tidak menyela. Dia hanya mengangguk sekali, lalu berjalan pergi.

Namun sebelum ia melewati pintu aula, ia berkata tanpa menoleh:

"Jika benar dia berasal dari sekte kecil… maka kita akan menyaksikan sekte kecil itu mengguncang dunia."

Rynz melangkah perlahan menuruni bukit terakhir. Dari kejauhan, ia sudah melihat atap-atap sederhana dari kayu tua yang mengelilingi halaman terbuka. Sekte Lembah Angin—tempat yang oleh banyak orang dianggap hanya gubuk kecil tanpa masa depan.

Namun di mata Rynz, tempat itu kini lebih dari sekadar sekte.

Itu adalah rumah… dan titik awal dari segalanya.

Begitu ia melewati gerbang kayu yang selalu terbuka, beberapa murid baru sedang membersihkan jalanan batu. Mereka menatapnya dengan campuran heran dan kagum saat melihat palu besar di punggungnya yang kini dipenuhi ukiran emas menyala samar. Perban di lengannya sudah dibuka, memperlihatkan kulit hitam dengan gurat api halus yang seolah hidup.

Chen Mo yang sedang mengangkut karung beras di pelataran segera menyapanya dengan senyum lebar.

"Hei! Akhirnya kembali juga kau, Palu Gila!"

Rynz hanya mengangguk. "Kau masih hidup?"

"Masih, tapi punggungku seperti dipukuli beruang tiap hari."

Zhou Lan muncul dari sisi taman herbal, melirik ke arah Rynz.

"Kau pulang lebih cepat dari dugaan. Kami pikir kau akan bertapa sampai naik ke ranah Master."

"Aku tidak suka duduk terlalu lama. Terlalu banyak suara dalam kepalaku," ucap Rynz datar, lalu berjalan ke arah bengkel.

Di dalam, ruangan tempa masih sederhana seperti sebelumnya—panas, sempit, dan penuh logam. Tapi kini ada rak tambahan yang ia sendiri buat, penuh dengan sisa bahan dari perjalanan sebelumnya.

Dia meletakkan palu di meja batu besar.

Matanya menatap nyala bara di tungku, lalu bergumam:

"Sudah waktunya membuat sesuatu yang lebih dari sekadar senjata."

Tepat saat itu, pintu bengkel terbuka perlahan.

Li Jiu masuk, tangannya bersilang di dada.

"Lu Ban ingin bertemu. Dia bilang kau pasti membawa sesuatu… yang bisa mengubah banyak hal."

Suara palu menghantam logam kembali menggema di bengkel kecil itu, namun kali ini terdengar berbeda.

Ritmenya tidak liar, namun mengalun seperti denting nyanyian kuno.

Rynz berdiri di depan tungku yang menyala, tubuhnya dikelilingi aura samar berwarna hitam pekat yang terpusat pada tangan kirinya. Setiap ayunan palunya kini tidak hanya sekadar menghantam logam—namun menyisipkan energi, arah, dan niat.

Bahan dari monster ular yang ia kalahkan sebelumnya sudah melalui pemurnian dasar. Kulitnya yang keras mengandung daya tahan alami terhadap racun dan tekanan, sementara tulangnya—tipis namun ulet—cukup tajam bila dibentuk menjadi pisau atau belati.

Rynz menempelkan kulit itu ke logam hitam hasil lelehan, lalu perlahan mulai membentuknya menjadi sarung tangan tempur. Desainnya berbentuk kepala ular menyeringai, dengan sisik hitam yang keras sebagai pelindung punggung tangan dan jari. Mata ular di sarung tangan itu menyala merah samar, seperti menyimpan jejak naluri buas.

Setelah beberapa jam, dia mengangkat hasil karyanya.

"Ini cocok untuk Fei Rong..." bisiknya pelan. "Dia selalu bertarung di garis depan, butuh sesuatu yang bisa menyerang dan bertahan sekaligus."

Sisa bahan—tulang kecil dan taring monster itu—ia manfaatkan secara maksimal.

Dengan gerakan presisi dan teknik penempaan baru yang ia pelajari dari pertarungan terakhir, ia menciptakan sebuah belati ramping berwarna hitam legam, dengan pola urat putih samar yang menjalar di sepanjang bilahnya.

Tidak besar. Tapi tajam, ringan, dan… mematikan.

Ketika ia selesai, ia meletakkan kedua senjata itu di atas meja batu.

Api di tungku perlahan padam. Asap mengepul naik ke langit-langit.

"Sudah lama aku tidak merasa seperti ini…" gumamnya. "Bukan hanya tentang menjadi kuat. Tapi menciptakan sesuatu yang bisa melindungi orang lain."

Pintu bengkel terbuka.

Li Jiu kembali masuk, kali ini dengan ekspresi sedikit penasaran.

"Apa kau selesai?"

Rynz mengangguk dan menunjuk kedua senjata itu.

"Berikan ini pada Fei Rong dan Miya."

Li Jiu mendekat, mengangkat sarung tangan itu dan menatapnya dengan heran.

"Rasanya seperti… hidup."

"Karena aku buatnya bukan cuma dengan tangan. Tapi dengan tekad."

Li Jiu menoleh dan menatap Rynz lebih dalam.

"...Kau bukan hanya tukang besi. Bakatmu bukan ada di alat tempamu, tapi dalam jiwamu yang membentuknya."

Rynz hanya tersenyum tipis.

"Kalau begitu, ayo. Kita temui Lu Ban."

Langkah Rynz menyusuri lorong utama sekte terdengar berat dan mantap. Palu besar yang kini nyaris setinggi pahanya tetap terikat erat di punggung. Udara di sekelilingnya bergetar samar, bukan karena tekanan spiritual, melainkan karena aura panas yang masih tersisa dari proses tempa sebelumnya.

Di depan aula kayu tua, Lu Ban sudah duduk bersila di kursi batu. Di hadapannya, secangkir teh uap tipis mengepul. Mata tuanya terpejam, namun ia membuka perlahan saat merasakan kehadiran Rynz.

"Datang juga kau," ucapnya datar, namun dengan nada yang penuh penantian.

Rynz tidak langsung bicara. Ia menunduk sedikit sebagai bentuk hormat, lalu berdiri tegak kembali.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu, tapi kurasa itu nanti saja. Sekarang, aku ingin tahu… apa yang sebenarnya ingin kau katakan saat itu. Tentang Inti Void."

Lu Ban mengangkat cangkir teh, menyeruputnya perlahan sebelum menjawab.

"Apa yang kau alami bukan hal kecil, Rynz. Api yang mengalir dalam tubuhmu bukan sekadar elemen. Itu adalah pecahan kehendak dari dunia itu sendiri. Dan kamu… telah memakannya."

Ia menatap lurus pada Rynz.

"Inti Void bukan hanya sumber energi. Itu adalah manifestasi dari ruang kosong antara langit dan bumi. Para tetua menyebutnya sebagai Void Origin—sisa kehampaan dari penciptaan pertama. Siapa pun yang menyerapnya akan menerima... kutukan atau anugerah, tergantung bagaimana tubuh mereka menjawabnya."

Rynz menyilangkan tangan.

"Jadi… ini semua bukan kebetulan?"

Lu Ban tersenyum tipis.

"Takdir tidak memilih sembarangan. Dunia ini… sedang menata ulang keseimbangannya. Dan saat itu terjadi, mereka yang terbuang seperti kau—bisa menjadi ujung tombak."

Ia lalu berdiri, berjalan ke belakang aula, mengambil gulungan kain tua dari dalam peti kayu, lalu membukanya perlahan.

Isinya adalah gambar lingkaran sihir dan coretan formasi kuno. Di tengahnya, ada satu simbol:

Api Hitam yang mengelilingi palu besar, dan di sekelilingnya angin yang terus berputar.

"Aku pernah melihat tanda ini satu kali, puluhan tahun lalu. Dari gulungan kitab peninggalan pengembara aneh yang mati di depan lembah. Dia menyebutkan tentang 'Pengrajin Api Hitam'… makhluk dari dunia lain yang akan mengubah hukum di dunia ini."

Rynz mendekat. Tangannya perlahan menyentuh simbol di kain itu, dan ukiran emas di palunya berpendar samar.

Lu Ban menatapnya serius.

"Aku tidak tahu apakah itu kau. Tapi dunia akan segera mengetahuinya."

1
yayat
tambah kuat lg
yayat
mulai pembantaian ni kayanya
yayat
ok ni latihn dari nol belajar mengenl kekuatan diri dulu lanjut thor
yayat
sejauh ini alurnya ok tp mc nya lambat pertumbuhnnya tp ok lah
‌🇳‌‌🇴‌‌🇻‌‌
sebelum kalian baca novel ini , biar gw kasih tau , ngk ada yang spesial dari cerita ini , tidak ada over power , intinya novel ini cuman gitu gitu aja plus MC bodoh dan naif bukan koplak atau lucu. kek QI MC minus 500 maka dari itu jangan berharap pada novel ini .
Aryanti endah
Luar biasa
Aisyah Suyuti
menarik
Chaidir Palmer1608
ngapa nga dibunuh musih2nya tanggung amat, dah punya api hitam sakti kok masih takut aja nga pantes jadi mc jagoan dah jadi tukang tempa aja nga usah ikut tempur bikin malu
Penyair Kegelapan: kwkwkw,bang kalo jadi MC Over Power dia gak koplak.
total 1 replies
Chaidir Palmer1608
jangan menyalahkan orang lain diri lo sendiri yg main main nga punya pikiran serius anjing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!