Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selalu menjadi milikmu
Seorang wanita cantik berdiri anggun di depan cermin besar di kamarnya. Ia mengenakan gaun berwarna navy yang elegan, terbuat dari kain satin yang jatuh lembut mengikuti lekuk tubuhnya. Cahaya lampu kamar memantul di permukaan gaun, memberikan kilau halus yang menambah pesonanya.
Rambutnya ditata rapi, sebagian terurai lembut di bahu, sementara sisa rambutnya dijepit ke belakang dengan hiasan kecil berkilau. Mata wanita itu memandangi bayangannya dengan ekspresi campuran antara gugup dan percaya diri. Di sekitar lehernya tergantung kalung tipis dengan liontin mungil yang bersinar samar.
Kamar itu tenang, dengan tirai tipis bergoyang lembut tertiup angin dari jendela. Aroma parfum lembut mengisi ruangan, seakan menegaskan bahwa malam ini adalah malam yang istimewa. Di balik pantulan cermin, terlihat bahwa ia sedang bersiap, bukan hanya secara fisik—tapi juga batin.
Ia menarik napas pelan, mengangkat dagu sedikit, lalu tersenyum kecil pada dirinya sendiri di cermin. Malam ini mungin dirinya akan mengecewakan seseorang. Meski begitu ia berharap hati sang kekasih tidak terluka mengetahui hal yang telah di atur oleh orang tuanya.
Shin Hanna meninggalkan kamarnya, tersenyum canggung pada kedua orang tua yang sedang menunggunya di ambang pintu.
"Hanna siap, Appa," ujarnya tenang. Melihat papanya mengangguk, kaki mungilnya pun mengikuti langkah lebar orang tuanya meninggalkan kamar.
Sesampainya di lokasi, ia meminta izin untuk ke suatu tempat terlebih dahulu, yaitu lantai sepuluh demi menemui seseorang.
"Minho-ya," ucapnya pelan pada pria yang ternyata sudah menunggunya beberapa menit lalu.
Pria itu menoleh dengan senyum hangatnya, tetapi tidak membuat hati Shin Hanna tenang.
"Appa eomma sudah datang?" tanya Minho di jawab anggukan oleh Hanna.
Pria itu maju satu langkah dan mengenggam tangan Shin Hanna, tangan itu terasa sangat dingin. "Hanya pertemuan keluarga, perjodohan tidak akan terjadi percayalah pada oppa," ujarnya.
Shin Hanna mengelengkan kepalanya, dia tahu betul bagaimana perangai papanya. Jika papanya mengatakan A maka tidak akan berganti B meski dunia berakhir sekalipun. "Jika aku menolak, appa akan membuat oppa Kai menderita."
"Appa mengancammu?"
Hanna mengangguk pelan.
"Apa itu Hanna?"
"Hal yang tidak seharusnya diketahui semua orang."
"Kalau begitu katakan pada Kai, dia pasti mempunyai solusinya."
"Jangan beritahu apapun pada oppa. Sudah cukup beban yang dia pikul sendirian, untuk sementara kita sembunyikan semuanya. Lagi pula oppa berjanji perjodohan tidak akan terjadi kan?"
Minho mengangguk pelan, membuatnya mendapatkan pelukan hangat dari perempuan yang ia cintai dalam diam.
"Gomawo Minho-ya."
"Hm." Minho mengelus pundak Shin Hanna pelan. "Pergilah lebih dulu, aku akan menyusul setelah uri eomma dan appa datang," ujarnya.
Shin Hanna mengangguk pelan, berjalan menjauhi Park Minho dengan sedikit senyuman. Ia memencet tombol lift. Darahnya berdesir melihat siapa di dalam lift, jelas ia terkejut menemukan kekasihnya berdiri tanpa ekspresi. Ia senyum canggung dan mencoba menetralisir rasa gugup dalam dirinya.
Menyapa dan menjawab ala kadarnya dan pasrah ketika tangannya di genggam oleh sang kekasih. Rasanya Hanna tidak ingin melanjutkan perjalanan, jelas tujuannya dan Kairos sama. Hal yang berusaha ia sembunyikan akan ketahuan malam ini.
"Oppa-ya?"
"Kenapa Jagiya?"
"Saranghae," ujarnya mengecup pipi Kairos sebelum keluar dari lift sambil bergandengan tangan.
Tautan jari-jemari sepasang kekasih itu baru terlepas setelah menemukan orang tua masing-masing. Meski begitu retina teduh milik Shin Hanna sesekali melirik Kairos yang duduk bersama papanya.
"Appa mengira kamu akan kabur," ujar Tuan Shin.
"Mana mungkin Hanna kabur Appa."
"Ternyata Kairos ada di sini Yeobo," bisik nyonya Shin.
"Biarkan saja, itu lebih baik agar dia sadar diri bahwa dirinya tidak pantas dengan putri kita. Anak pungut ...."
"Appa!" tegur Hanna pelan tetapi intonasinya tegas.
Hanna menyadari tatapan Kairos yang sangat menyayat hatinya, terlebih ketika Park Minho dan orang tuanya datang dan di sambut hangat oleh appanya.
"Hanna akan mengajak oppa Kai bergabung, kapan lagi kita bisa makan malam bersama," ujar Hanna hendak berdiri, akan tetapi tangannya digenggam erat oleh Minho.
"Tidak sekarang Hanna-ya, media sedang memantau kita. Terlihat makan malam bersama akan menghancurkan segalanya," bisik Minho.
Retina teduh milik Hanna mulai berembun, sebisa mungkin ia menguasai agar tidak diketahui oleh siapapun bahwa hatinya sedang terluka. Terlebih ketika melihat Seo-Jun Lim dan Kairos meninggalkan restoran itu dan melewati meja mereka tanpa menyapa. Padahal dulu hubungan mereka bagaikan keluarga.
"Aku ketoilet sebentar," ujar Hanna.
Kaki kecilnya melangkah dengan cepat untuk menyusul sang kekasih. Namun, ia tidak menemukan Kairos di luar ruangan.
"Oppa?" panggilnya masih berlari-lari kecil.
"Hanna-ya."
Langkah Hanna berhenti, ia mundur satu langkah dan menemukan Kairos berada di tangga darurat. Ia kembali berlari dan memeluknya erat, membenamkan wajahnya di jas milik Kairos Lim.
"Katakan bahwa apa yang oppa dengar tadi tidak benar," bisiknya di telinga Hanna.
"Katakan bahwa kamu hanya milik Oppa dan tidak akan menerima perjodohan itu."
"Hanna-ya, oppa sedang berusaha keluar dari masalah ini, oppa berjanji akan mengembalikan semuanya seperti semula. Tolong bertahan sebentar lagi demi Oppa."
Tidak ada kata yang bisa keluar dari mulut, hanya anggukan kecil di setiap permohonan Kairos.
"Saranghaw oppa, saranghae," lirihnya dan pelukan itu semakin erat.
"Kamu akan meninggalkan oppa seperti mereka?"
"Tidak akan pernah Oppa, selamanya aku hanya milik oppa."
"Bahkan disituasi sulit seperti ini pun, aku tidak bisa mendapatkanmu Shin Hanna," batin Minho yang menyaksikan Shin Hanna dan Kai bertemu diam-diam.