Crazy Wife (Transmigrasi)

...Selamat Membaca...

.......

.......

Melody mengernyit heran melihat pria yang menyapanya dengan akrab. "Siapa kau?"

"Owh, ternyata kabar mengenai kau mengalami amnesia itu benar?"

"Ada urusan apa kau masuk ke ruangan ku Bastian?!"

Melody menatap Damian, lalu pria yang ternyata bernama Bastian itu. Ingatannya berputar saat dimana si kembar mengatakan jika Bastian menyukainya. Dia benar-benar menyukaiku? Atau ada sesuatu?

"Santai-santai Damian. Aku hanya mengantarkan ini," Jawab Bastian mengangkat sebuah paper bag berisi yang tentunya berisi makanan. "Tadi aku melihat karyawan mu yang akan menuju kemari, lalu aku bertanya dan meminta agar aku saja yang mengantarkan ini."

Melody mendekati Bastian. Wajahnya begitu sumringah.

Hal itu membuat Damian yang Berada di dekat meja kerjanya seketika memicing tak suka. Ucapannya memang tak bisa dipercaya. Dia ingin menggoda pria lain di depanku lagi?!

"Terima kasih."

Damian tergelak. Ternyata Melody hanya mengambil makanan miliknya lalu setelah itu malah berdiri di dekatnya dan memeluk lengannya.

"Waw, Melody. Kau terlihat lebih cantik dari biasanya."

Melody melihat Damian. "Aku memang cantik dan itu karena suamiku."

Ekspresi Bastian tampak terkejut. "Kalian terlihat dekat? Bukannya–"

"Dia istriku, tentu sangat wajar jika dia sangat dekat denganku!" Damian menyoroti Bastian dengan tajam, seakan Bastian adalah saingan terberatnya. Padahal biasanya ia hanya akan biasa saja jika melihat Pria itu menggoda istrinya. namun sekarang ia merasa... tidak suka.

Damian melingkarkan tangannya di pinggang Melody. Membawa sang istri agar lebih dekat padanya. Kemudian mengecup pucuk kepala Melody cukup lama. Seolah menunjukkan pada Bastian, Jika Melody hanyalah miliknya.

Bastian tertawa, "Santai Damian. Kenapa kau terlihat posesif? Aku datang kemari hanya untuk membahas kerja sama untuk proyek kita."

"Kau bisa menguruskan bersama Matthew dan Erick," tegas Damian, "Jadi silahkan pergi sari sini."

"Tidak." Bastian melangkahkan kakinya menuju sofa dimana Melody duduk tadi. Ia duduk di sana sambil menyilangkan kakinya. "Melody? Kau tidak heran mengapa suamimu bersikap seperti itu? Ah maksudku, Tiba-tiba sekali dia bersikap begitu padamu."

"Bukankah aku lebih baik darinya? Kau tak ingin lepas dari Damian? Lalu menjadi milikku."

Melody cukup terkejut melihat keberanian Bastian yang terang-terangan meminta dirinya. Ia menatap ke arah Damian. Rahang suaminya itu mengeras, wajahnya tampak memerah, pun begitu dengan tangannya yang mengepal. Melody berinisiatif menglus punggung tangan Damian. Kemudian menatap Bastian.

"Aku tak berminat padamu," celetuk Melody. "Kau tidak setampan Damian, tidak sekaya Damian, dan yang paling penting, kau tidak ....sepanas dia." Melody tersenyum singkat. "Jadi berhentilah mendekatiku, karena aku tak berminat padamu," ucap Melody sekali lagi.

Bastian berdiri, "Kau masih sama, tetap naif. Damian tidak mencintaimu."

"Tapi bukan berarti aku tidak bisa membuatnya jatuh cinta padaku." Melody menatap Bastian datar. "Diamku saja bisa menarik perhatian pria seperti mu, jadi tidak mungkin aku tidak bisa membuat Damian mencintaiku."

"Kau terlalu percaya diri."

"Pergi!" tegas Damian. "Berhenti memprovokasi istriku. Kau tidak perlu mencampuri urusan rumah tangga kami. lebih baik pikirkan proyek itu sebelum aku membatalkan kerja samanya."

Bastian melotot. Mendengar kata proyek ia langsung teringat. Senyum canggung pun ia berikan pada mereka. "Maafkan aku Damian. Aku tidak akan mengganggumu dan Melody lagi. Aku permisi."

Bastian bergegas pergi dari sana. Ia sama sekali tak melihat Melody lagi. Meninggalkan Damian dan Melody berdua di ruangan itu.

"Penakut! bagaimana bisa dia ingin merebutku jika penakut begitu," gumam Melody.

"Ehem."

"Eh...." Melody menoleh ke samping. Damian sudah menatapnya tajam. Ia mengelus lengan suaminya itu sambil tersenyum. "Bukan begitu suamiku, aku hanya ....eem ....berkomentar saja," cicit Melody di akhir ucapannya. Kenapa dia malah terlihat posesif begini?

.... ...

.... ...