Ayunda Anindita, seorang gadis yatim piatu yang hidup menderita di kota Bandung. ia memiliki bibi dan sepupu yang jahat kepadanya. suatu saat ia bertemy dengan pria tampan yang kaya raya. mampu kah Ayunda hidup bahagia dengan seorang pria kaya atau justru ia hanya di jadikan asisten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
"Lepaskan dia...." Teriak Nathan.
"Siapa kamu, jangan ikut campur urusan saya. Lebih baik kamu pergi sebelum saya buat kamu tidak bisa jalan lagi." balas preman tersebut.
Senyum smirk muncul di wajah tampan Nathan,
"Oke kita lihat siapa yang tidak bisa jalan di akhir. Kamu tidak ada apa - apanya kalau harus melawan saya."
"Ciiihh.. Sombong sekali kamu," dengan gerakan cepat preman tersebut maju melesatkan pukulan ke arah wajah Nathan. Namun dengan cepat Nathan menghindari serang tersebut dengan terus menggeser badanya ke kanan dan ke kiri. Mereka beradu cukup lama sampai kemudian Nathan melihat celah untuk melumpuhkan sang lawan. Sampai akhirnya ia memilih melarikan diri daripada semakin babak belur.
Setelah kepergian preman tersebut, Nathan menatap Ayunda yang sedang terduduk ditanah dengan tubuh yang gemetar. Sesaat Nathan menatap gadis tersebut dengan perasaan iba dan bersalah. Ia berharap gadis itu tidak mengalamai trauma. Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri Nathan memilih mendekati sang gadis dan memegang pundaknya. Sontak Ayunda semakin ketakutan dan semakin gemetar.
Nathan kaget dengan reaksi yang diberikan Ayunda. Ia takut jika mental gadis itu akan down.
"Heii.. Kamu sudah aman jangan takut. Dia sudah pergi kamu tidak perlu takut lagi."
Mendengar hal itu, Ayunda mendongakkan kepalanya dengan wajah yang pucat pasi dan penuh dengan air mata.
Nathan semakin bersalah lihat wajah pucat pasi gadis itu.
Nathan memberanikan diri untuk memeluk gadis rapuh yang ada didepannya..
"Sudah tenanglah.. Kamu sudah aman ada aku disini yang akan menjagamu."
Mendengar itu Ayunda merasa lebih tenang dan nyaman dalam dekapan pria yang belum ia kenal. Sama dengan Nathan, ia pun merasakan nyaman dan sesak di dada. Entahlah apa yang terjadi tapi memang begitu yang ia rasa.
Setelah beberapa saat Ayunda sudah merasa lebih tenang, Ayunda melepaskan pelukan pria yang ada didepannya.
"Terima kasih kak sudah menolongku. Aku tidak tahu kalau gak ada kakak nasibku gimana."kata Ayunda dengan isak yang sudah mereda.
"Tidak masalah, kebetulan saya lewat sini."ujarnya.
"Hmm.. Sudah malam dimana rumahmu ayo saya antar kamu pulang."
"Ti.. Tidak usah kak, rumah saya sudah dekat."
"Ayo lah.. Ini sudah malam, kamu tidak mau kan kejadian ini terulang lagi."
Akhirnya Ayunda menggangguk kemudian ia berdiri di bantu oleh Nathan.
"Kenapa teman - temanmu? Kenapa kamu jalan sendiri padahal sudah jam setengah 11?"
"Hari ini mereka libur karena harus ada ujian di kampusnya."
"Terus kamu tidak ikut ujian? Kalian tidak satu fakultas?"
Ayunda memperlihatkan wajah sendunya, "aku tidak kuliah kak. Aku ke Jakarta hanya ingin mencari pengalaman baru."
"Oya.. Kamu tinggal di Bandung ya, terus kalau kamu ke Jakarta kuliah kamu gimana? Kamu ambil cuti," 1 tanya Nathan terus menerus tanpa mengetahui yang sebenarnya.
Ayunda kembali menggelengkan kepalanya, "aku gak kuliah kak. Aku gak cukup uang untuk kuliah. Aku sedang berusaha untuk mengumpulkan uang agar bisa kuliah."ucap Ayunda dengan lirih.
Mendengar itu, Nathan mengerutkan kening.
"Memangnya di mana orang tua kamu? Kenapa tidak minta mereka untuk membiayai kuliah kamu?"
Ucapan itu membuat langkah Ayunda berhenti dan tak disangka ia kembali meneteskan air matanya.
Mengetahui kalau gadis di sampingnya berhenti, ia menoleh kebelakang dan mendapati Ayunda kembali menangis.
"Ehh.. Apa salah bicara?"
Namun Ayunda tetap menangis pilu membuat orang yang melihatnya merasakan sesak yang sama.
Nathan menoleh ke kanan dan ke kiri dan ia melihat ada bangku kosong. Nathan pun menggiring Ayunda untuk duduk dan Nathan kembali pergi untuk mencari minuman untuk Ayunda.
Setelah beberapa saat, Nathan kembali dengan membawa teh hangat di tangannya.
Nathan menyerahkan teh hangat tersebut. "Kamu minum dulu ya.."
Ayunda mengambil teh tersebut dan meminumnya sedikit demi sedikit.
Setelah merasa tenang Ayunda menoleh ke arah Nathan.
"Terima kasih kak, hari ini kakak sudah banyak bantu aku. Tapi aku harus segera pulang. Teman - teman pasti khawatir karena sampai jam segini aku belum sampai kontrakan."
"Baiklah ayo saya antar kamu pulang lagi, tapi kamu yakin kamu sudah gak papa?" Tanya Nathan yang masih terlihat khawatir.
"Aku sudah lebih baik kak, Terima kasih."
"Oiya, kita dari tadi ngobrol tapi belum kenalan."
"Aku Ayunda.."
"Hmmm.. Saya Nathan."
Ayunda mencoba tersenyum meski masih ada gurat kesedihan disana.
Nathan melihat senyum itu, senyum yang tetap tulus meski ada kesedihan di wajahnya.
Kemudian Ayunda beranjak dari kursinya dan berjalan menuju ke kontrakannya.
5 menit kemudian, Ayunda sampai didepan kontrakan dan ia melihat dia sahabatnya telah menunggu di depan rumah. Melihat Ayunda datang, kedua sahabatnya langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayunda.
"Yunda.. Kamu kemana saja? Aku khawatir takut kamu kenapa - napa?" Tanya putri.
"Aku gak papa, tadi ada gangguan sebentar tapi aku gak papa kok. Untung aja tadi ada kak Nathan yang bantuin aku."
Mereka sontak menatap kearah pria yang ada di samping Ayunda.
Ia merasa tak asing seperti pernah melihatnya. Setelah mengingat ingat ia adalah pria yang sama dengan pria yang ada di cafe saat kejadian tak mengenakan terjadi.
Tika dan Putri tersenyum ke arah Nathan namun hanya dibalas dengan anggukan kepala tanpa senyum sedikitpun.
"Kalau gitu saya pamit."ucapnya.
Ayunda tersenyum dan mengucapkan terima kasih sekali lagi.
Setelah kepergian Nathan, Tika dan Putri menatap ke arah Ayunda.
Merasa diperhatikan Ayunda menoleh ke arah sahabatnya.
Ia mengernyitkan keningnya merasa heran.
"Kenapaaa.?" Tanya Ayunda.
"Kamu bisa jelasin kenapa kamu bisa sama pria itu?"
Ayunda pun mengajak kedua sahabatnya masuk kemudian menceritakan semuanya.
Tika dan Putri pun syok dan ikut iba dengan apa yang Ayunda alami.
"Maaf ya Yun, kita gak ada disaat kamu susah begini."
***
Nathan berjalan menuju kembali ke arah mobilnya yang terparkir di depan cafe Ayunda kerja. Melihat Nathan mulai mendekat, Zaky pun turun dari mobil dan menanyakan hasilnya.
"Bagaimana bos? Lancar kan perkenalannya," tanya Zaky sambil tersenyum ceria.
Nathan hanya menganggukkan kepalanya dan bersandar di mobil depannya.
Melihat wajah Nathan yang tak bersemangat, Zaky pun melontarkan pertanyaan yang membuat Nathan menatapnya dengan sinis.
"Kalau lancar kenapa muka kamu di tekuk gitu? Kamu gak bisa bujuk gadis itu untuk pura - pura jadi pacar kamu?"
"Aku justru belum bilang apa - apa sama dia. Tadi dia tidak berhenti menangis dan tubuhnya terus bergetar. Sepertinya rencana kamu cukup berbahaya buat dia sampai dia ketakutan seperti itu.
Kalau sampai dia mengalami trauma itu semua salah kamu."
Zaky pun mengernyitkan keningnya.
"Belum apa - apa kamu sudah begitu peduli dengannya."senyum Zaky menggoda.
Nathan pun hanya melirik sang asisten sekilas..
Tanpa mengatakan apapun lagi, Nathan masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Zaky.
Zaky melajukan mobilnya menuju ke apartemen Nathan.
Di dalam mobil Nathan hanya diam membuat Zaky terheran.
Apa yang tadi terjadi sehingga raut wajah Nathan begitu muram dan dingin..