Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?
Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Aurel murka
Lorong itu seperti membeku setelah kalimat dingin Aurel. Tatapannya menusuk, wajahnya menegang, dan suara rendahnya kembali terdengar, kali ini seperti bisikan maut yang membuat bulu kuduk berdiri.
“Aku bersumpah, Rafael…” Aurel melangkah maju, sorot matanya lurus ke arah putranya. “Kalau kau memilih perempuan itu, maka mulai detik ini kau akan merasakan bagaimana rasanya kehilangan segalanya. Kekuasaanmu, jaringanmu, bahkan nyawamu ... semua akan aku balikkan melawanmu.”
Arunika menelan ludah, tangannya yang menggenggam lengan Rafael semakin erat. Jantungnya berdetak kencang, tubuhnya gemetar.
Namun Rafael berdiri tegak, meskipun rahangnya mengeras. “Kau bisa ambil semuanya dariku, Ibu. Tapi satu hal yang tak bisa kau ambil adalah pilihanku ... dan aku memilih Arunika.”
Aurel tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip luka.
“Lihat saja nanti. Perempuan itu akan menyeretmu jatuh lebih dalam daripada yang bisa kau bayangkan ... dan ketika waktunya tiba…” ia mendekat, suaranya berbisik tapi tajam, “aku sendiri yang akan menyeret mayatnya ke hadapanmu.”
Arunika menahan napas, wajahnya pucat. Kata-kata itu menusuk sampai ke sumsum tulangnya. Rafael langsung menarik Arunika ke pelukannya, melindunginya seolah-olah perisai hidup.
“Kau tidak akan pernah menyentuhnya, Ibu. Kau dengar itu? Tidak pernah!”
Aurel hanya tertawa pelan, namun tawanya terdengar menakutkan, bergema di lorong kosong itu. “Kita lihat saja, Rafael … kita lihat saja. Pertarungan ini baru dimulai ... aku menyesal meminta kau untuk menikahinya, kalau aku tau kau akan jatuh cinta. Aku tidak akan meminta itu padamu,"
Dengan isyarat tangan, Aurel memberi kode kepada para pengawalnya untuk menyingkir, seolah sengaja membuka jalan. Tapi tatapannya tidak pernah lepas dari Rafael dan Arunika, tajam seperti belati yang menancap dalam. Rafael tidak menunggu lebih lama. Ia merangkul Arunika erat, membawanya pergi melewati lorong itu. Tapi jauh di dalam dirinya, ia tahu ancaman Aurel bukan sekadar kata-kata kosong. Dia sangat mengenal ibunya.
Mobil melaju kencang menembus jalanan gelap malam. Di kursi penumpang, Arunika duduk kaku. Tangannya menggenggam baju dengan erat, jantungnya masih berpacu cepat setelah lolos dari markas Aurel.
Rafael yang memegang kemudi sesekali meliriknya, rahangnya mengeras. Sorot matanya tetap tajam, penuh kewaspadaan. Namun, di dalam kabin mobil yang senyap, hanya ada bunyi mesin dan tarikan napas mereka yang berat.
“Aku … ingin tahu sesuatu, Rafael.” Suara Arunika pecah, pelan, tapi tegas.
Rafael menoleh singkat, lalu kembali fokus ke jalan. “Apa itu?”
Arunika menelan ludah, matanya berkaca-kaca. “Wanita itu … ibumu, dia bilang sesuatu. Tentang Roman. Tentang orang tuaku.” Suaranya bergetar, namun kali ini ia tidak ingin bersembunyi. “Katakan padaku … siapa sebenarnya aku?”
Rafael terdiam, tangannya yang menggenggam setir semakin kuat, urat-urat di lengan menegang, untuk sesaat, ia tidak menjawab. Arunika memalingkan wajah, air matanya jatuh begitu saja.
“Selama ini aku dibohongi. Aku kira Roman ayahku, aku kira aku punya keluarga … tapi semuanya dusta. Aku … bahkan tidak tahu siapa diriku.”
“Arunika…” suara Rafael dalam, pelan, tapi sarat dengan emosi yang ia tahan. Ia menepikan mobil di jalan sepi, lalu mematikan mesin. Perlahan, ia menoleh, menatap Arunika dengan sorot yang sulit dibaca marah, sakit, sekaligus penuh kasih.
Dia mengangkat tangan, jemarinya menyentuh pipi Arunika yang basah. “Kau bukan milik Roman. Kau lebih berharga daripada itu. Orang tuamu … adalah keluarga Arummuda yang sejati. Mereka mati karena dikhianati. Kau … pewaris yang seharusnya dilindungi.”
Arunika terisak, dadanya naik-turun. “Kenapa … kenapa tidak ada yang memberitahuku dari awal? Kenapa semua orang menyembunyikan ini dariku?”
Rafael menarik napas berat, seolah menahan badai dalam dadanya. “Karena kebenaran ini … terlalu berbahaya. Banyak yang menginginkanmu lenyap. Roman, ibuku, bahkan orang-orang yang dulu bersumpah setia pada keluargamu. Kalau mereka tahu kau masih hidup … mereka akan memburumu tanpa ampun.”
Arunika menatapnya dengan mata bengkak, suaranya pecah. “Lalu … aku ini siapa, Rafael? Siapa aku untukmu?”
Rafael memegang wajahnya lebih erat, menatap lurus ke dalam matanya. “Kau Arunika Arummuda. Putri dari keluarga yang besar … dan wanita yang kucintai, itu sudah cukup untukku.”
Arunika terdiam, air matanya semakin deras, tapi kali ini bukan hanya karena sakit melainkan karena hatinya goyah oleh kalimat Rafael yang begitu tulus.
"Apa itu alasan tiga tahun lalu kau datang untuk menikahiku karena ingin membalaskan dendam ibumu, Rafael?" tanya Arunika suaranya pelan tapi terdengar tegas.
"Bukan, bukan itu alasannya ..." ucapan Rafael menggantung. Dia memilih menenggelamkan dirinya dalam diri Arunika dari pada harus menjawab semua pertanyaan itu.
Salam sehat ttp semangat... 💪💪😘😘
Salam kenal Thor.. 🙏🏻
mikir nihh