NovelToon NovelToon
Jawara Dua Wajah

Jawara Dua Wajah

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Gangster / Idola sekolah
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aanirji R.

Bima Pratama bukan sekadar anak SMK biasa.
Di sekolah, namanya jadi legenda. Satu lawan banyak? Gaspol. Tawuran antar sekolah? Dia yang mimpin. Udah banyak sekolah di wilayahnya yang “jatuh” di tangannya. Semua orang kenal dia sebagai Jawara.

Tapi di rumah… dia bukan siapa-siapa. Buat orang tuanya, Bima cuma anak cowok yang masih suka disuruh ke warung, dan buat adiknya, Nayla, dia cuma kakak yang kadang ngeselin. Gak ada yang tahu sisi gelapnya di jalan.

Hidup Bima berjalan di dua dunia: keras dan penuh darah di luar, hangat dan penuh tawa di dalam rumah.
Sampai akhirnya, dua dunia itu mulai saling mendekat… dan rahasia yang selama ini ia simpan terancam terbongkar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aanirji R., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Keroyok Anak Sekolah Sebelah

Pagi di sekolah terasa biasa aja buat anak-anak lain.

Tapi buat Bima, “biasa” artinya latihan jadi orang paling normal sedunia.

Dia duduk di bangku belakang, senderan santai, earphone nempel di telinga. Dari luar kelihatan cuek banget, padahal kepalanya masih kebayang kejadian kemarin sore.

"Untung gue sempet belok ke gang. Kalo nggak, udah pasti ketemu rame-rame di jalan besar…"

Jari Bima ngetap ujung meja, matanya kosong ngeliat papan tulis.

“Eh, Bi! PR Matematika udah lo kerjain belum?” suara Raka, temen sebangkunya, bikin dia noleh.

Bima ngelirik malas, terus senyum tipis.

“Kayaknya lo udah tau jawabannya deh. Kalo PR gue nggak pernah beres.”

Raka ketawa. “Kelas 11 paling bandel emang lo, Bi. Muka adem doang, otaknya entah kemana.”

Bima cuma nyengir kecil. Enaknya jadi dia, orang-orang nganggepnya sekadar anak SMA males belajar. Padahal kenyataannya jauh lebih ribet dari itu.

***

Bel istirahat bunyi. Suara kursi keseret, anak-anak keluar kelas.

Bima berdiri santai, masukin tangan ke saku celana. Raka otomatis ngikutin dari belakang.

Mereka naik ke lantai atas, menuju ruang kosong bekas UKS. Sekarang ruang itu lebih sering jadi markas nongkrong anak-anak berandal.

Begitu pintu dibuka, udah ada beberapa wajah familiar. Anak-anak kelas sebelah, bahkan dua kakak kelas duduk sambil ngerokok dekat jendela.

Begitu Bima nongol, suasana langsung berubah.

“Woy, jagoan datang!” seru Dodi, kakak kelas kelas 12 yang biasanya disegani.

Meski coba nunjukin gaya, dia tetap ngangguk hormat ke arah Bima.

Bima cuma lempar senyum tipis, terus duduk di kursi tengah. Raka langsung ngeposisiin diri di sampingnya.

Obrolan ngalir: dari bahas guru killer, cewek-cewek cantik di sekolah, sampai kabar anak-anak sekolah sebelah yang katanya lagi cari ribut.

“Bi, gue denger kemarin sore ada yang coba ngikutin lo?” tanya salah satu kakak kelas. Nada suaranya penuh penasaran.

Semua pandangan langsung ke Bima.

Bima nyengir miring, muter-muterin pulpen di jarinya.

“Cuma bocah gabut. Nggak penting.”

Ruangan pecah sama tawa kecil. Mereka ngerti, kalau Bima ngomong begitu, artinya dia udah baca gerak-gerik lawan jauh sebelum mereka sadar.

Dodi maju dikit, nada suaranya lebih serius.

“Kalau mereka beneran nyari ribut, lo bilang aja. Anak-anak siap turun.”

Bima mendongak santai, matanya dingin.

“Gue yang kelarin duluan. Kalo udah kelewatan, baru lo semua ikut turun.”

Ruangan langsung hening sejenak.

Lalu, mereka semua manggut tanpa debat.

Biarpun beda angkatan, di ruangan itu jelas siapa yang jadi poros.

Bima—si jagoan yang dihormati sekaligus ditakuti.

Obrolan di ruang bekas UKS makin ngalor-ngidul. Dari gosip guru, rencana nongkrong malam minggu, sampai curhatan kakak kelas yang baru diputusin pacarnya.

Jam pelajaran udah bunyi, tapi nggak ada satu pun yang beranjak.

Bima duduk selonjor, muter-muterin pulpen di jarinya, cuek sama suara bel masuk.

“Eh, ini jam segini kita harusnya udah di kelas, Bi,” bisik Raka.

Bima cuman nyengir. “Santai. Guru juga udah biasa.”

Anak-anak lain ketawa ngakak. Mereka tahu, kalau Bima udah ngomong begitu, nggak ada yang bisa maksa.

Akhirnya, satu jam lebih mereka nongkrong di situ, sampai bel pulang bunyi.

***

Lorong sekolah ramai sama langkah kaki dan suara teriakan.

Bima berdiri duluan, nyampirin tas ke pundak.

“Gas,” katanya pendek.

Raka buru-buru ngikutin. Anak-anak lain masih pada ngerokok, ada juga yang ribut nyari alasan bolos.

Mereka turun ke kelas, cuma sekadar ngambil barang yang ketinggalan. Setelah itu, berdua jalan bareng keluar gerbang.

Sinar sore bikin bayangan panjang di aspal.

“Bi,” suara Raka pelan, “kalau nanti ada anak-anak sekolah sebelah nongol lagi, gue ikut, ya. Masa lo lawan sendiri terus?”

Bima ngelirik, senyum tipis.

“Rak, lo balik aja. Gue bisa sendiri.”

“Tapi kemarin sore—”

“Gue bilang bisa sendiri.” Nada Bima datar, tapi tegas.

Raka mendesah, akhirnya pasrah. Dia tahu, kalau Bima udah mutusin sesuatu, nggak ada gunanya dibantah.

Mereka berhenti sebentar di depan warung kecil dekat tikungan. Raka pamit belok, sedangkan Bima terus jalan lurus ke arah gang besar.

Sendirian.

Tas diselempangin santai, langkahnya tenang, tapi matanya awas.

Angin sore berhembus pelan, bikin dedaunan di atas kepala berisik.

Bima ngedengus kecil.

"Kalau mereka mau nyari ribut lagi… biarin. Gue nggak pernah kabur."

Bima melangkah sendirian melewati jalan besar yang mulai sepi. Anak-anak lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing, ada yang nunggu angkot, ada yang nongkrong di pinggir jalan sambil ketawa-ketawa. Tapi langkah Bima lurus, nggak peduli sekitar.

Matahari sore makin rendah, sinarnya nyaring menabrak genteng rumah-rumah. Angin sore bawa bau aspal panas dan suara burung yang ribut pulang ke sarang.

Sepanjang jalan, tatapan orang-orang masih ada yang nyorot ke arahnya. Ada yang cuma nengok sebentar, ada juga yang bisik-bisik. Nama Bima memang udah keburu nempel di telinga banyak orang—anak yang jarang kalah kalau urusan tawuran.

Bima tetap santai. Tangan kanan masuk kantong, tangan kiri megang tali tas. Tapi matanya jelalatan, ngeliatin bayangan-bayangan kecil yang kadang kelihatan bergerak di sisi jalan.

Setiap melewati tikungan, dia ngedengus pelan.

"Masih pada niat nyari gue, apa nggak kapok kemarin sore?"

Langkahnya masuk ke gang panjang yang lebih sepi. Suara sandal dan sepatu orang lain udah jarang. Hanya suara langkahnya sendiri yang beradu sama aspal.

Tapi… semakin jauh masuk, makin terasa ada yang aneh.

Suara kecil seperti gesekan sepatu dari belakang. Sekilas, bayangan hitam melintas di ujung gang.

Bima nggak langsung nengok. Dia berhenti sebentar, ngeliat ke kaca spion motor yang parkir di pinggir jalan. Dari pantulan, ada beberapa sosok remaja dengan seragam sekolah berbeda, baru aja nongol dari tikungan.

Bima senyum tipis.

“Dugaan gue bener.”

Dia jalan lagi, tenang, seakan nggak tahu. Tapi di dalam kepalanya, udah ngitung langkah, posisi, dan jumlah mereka.

Suara langkah itu makin jelas, makin deket.

Sampai akhirnya, dari belakang, terdengar teriakan kasar:

“BI—MA!”

Bima berhenti.

Nafasnya pelan, bahunya naik turun sebentar. Dia nggak langsung balik, cuma ngedongak ke langit sore yang merah.

Baru setelah itu, dia putar badan.

Di ujung gang, berdiri segerombolan anak sekolah sebelah—seragam mereka kusut, wajahnya penuh sengit.

Salah satu dari mereka maju setengah langkah, nunjuk ke arah Bima.

“Kemarin sore lo kira lucu, hah? Ngumpet-ngumpet kayak pengecut terus bikin anak-anak mikir kita yang lo ejek?”

Bima nyeringai miring.

“Lucu aja liat kalian ribut sendiri. Gue bahkan nggak sempet ngapa-ngapain.”

Gerombolan itu makin maju, mata mereka panas. Jumlahnya jelas lebih banyak dari Bima.

Bima berdiri tegak, nggak mundur.

“Kalau kalian mau buktiin sesuatu, ayo sini. Gue nggak lari kali ini.”

1
Amel
lnjuttt
Amel
Suka banget sama cerita aksi sekolah sekolah gini
Aanirji R.: siap kak😉
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!