Seorang gadis yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak dikenalnya demi melunasi hutang keluarganya.
Tapi karena sifatnya yang tidak mau diatur, tepat di hari pernikahannya dia memutuskan untuk kabur dan menemui kekasihnya.
Namun apa yang terjadi? Di apartemen, kekasihnya sedang memadu kasih dengan adik tirinya.
Hatinya hancur melihat pengkhianatan di depan matanya. Dan akhirnya dia memutuskan untuk menyetujui perjodohan itu. Dan ternyata eh ternyata laki laki yang menikahinya adalah bosnya sendiri di kantor yang terkenal dingin angkuh dan rumornya tidak menyukai wanita.
Nah untuk mengetahui kisah selanjutnya, ikuti di novel terbaruku yang berjudul " My Husband My Bos"
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewidewie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 ( Sebuah pilihan yang sulit)
Malam harinya.
Karena masih berjuang menyelamatkan perusahaannya Ardan meminta Emely untuk pulang terlebih dahulu.
" Hari sudah semakin larut sebaiknya kamu pulang lebih dulu Mel" Ucap Ardan lirih.
Emely terdiam kemudian menggeleng perlahan, membuat pemuda tampan dengan dandanan yang tidak lagi rapi itu mendengus perlahan.
" Mel, kalau kamu tidak mau pulang tidak apa apa, tapi tidurlah lebih dulu di sofa biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku" Ucap Ardan yang mulai perduli dengan istrinya itu.
Emely menatap sejenak kemudian menghela nafasnya yang panjang " Ardan, apa perusahaan kita benar benar akan hancur hanya dalam waktu beberapa jam saja "
Ardan menatap Emely kemudian menyunggingkan sebuah senyuman dan menggeleng.
" Ehm baguslah, berarti kita tidak akan bangkrut kan " Ucap Emely dengan senyum manjanya.
Ardan pun menggeleng dengan berat.
" Mel, maafkan aku sudah membohongimu, yang sebenarnya perusahaan kita sudah benar benar di ujung tanduk" Batinnya.
Emely pun merasa lebih tenang dan mulai merebahkan tubuhnya di sofa.
Ardan hanya menatapnya dari kursi kebesarannya karena dia harus tetap berjuang melawan para hikcer peretas itu.
Dan tak lama kemudian Hansen pun datang menemuinya " Tuan muda sekarang sudah larut malam, sebaiknya anda beristirahat".
Ardan menatap sejenak wajah asistennya itu kemudian kembali lagi pada layar laptopnya.
" Tidak apa apa Hansen, kita harus bisa melawan para peretas itu karena perusahaan sudah di ujung tanduk, aku tidak mau perusahaan ini hancur " Jawab Ardan.
Hansen terdiam kemudian mengambil kursi untuk memposisikannya tepat di sebelah Ardan " Tuan muda beristirahatlah, aku akan meneruskannya untuk melawan mereka. Kalau dipaksakan tuan muda bisa sakit. Kasihan nyonya Sandra ".
Ardan terdiam sejenak dan menatap Hansen.
" Baiklah Hansen " Jawab Ardan kemudian beranjak dari kursinya dan duduk di sofa di samping Emely yang sudah tertidur pulas.
Ardan menatap Emely kemudian mengusap lembut kepalanya " Mel, maafkan aku membawamu di dalam masalah ini" Gumamnya sendiri kemudian menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Mencoba untuk memejamkan matanya tapi tetap tidak mau terpejam, akhirnya Ardan memilih untuk berdiri di sisi jendela. Menatap ke arah luar yang gelap dan sunyi.
Di dalam perusahaan megah dan besar itu masih bernafas tiga nyawa yang berada di lantai atas lebih tepatnya di ruangan presdir yaitu ruangan Ardan, dialah pemegang saham tertinggi dan pemilik perusahaan besar tersebut menggantikan posisi papanya.
" Pa, maafkan Ardan. Ardan tidak bisa menyelamatkan perusahaan kita" Batinnya sambil menundukkan wajahnya.
Waktu terus bergulir, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 4 pagi tapi Hansen dan Ardan masih berada di depan laptopnya masing masing.
Karena takut membangunkan Emely jadi Ardan yang juga tidak bisa tidur mengajak Hansen menyelesaikan pekerjaan di luar ruangan.
Tik tik tik, jari jemari kedua pemuda tersebut terus bermain di atas keyboardnya masing masing, suasana tegang masih terasa di sana.
Emely mulai membuka matanya dan melihat ke sekeliling tapi sepi tidak ada siapapun.
Emely melihat jam di dinding ruangan sudah menunjukkan waktu subuh. Perlahan Dia beranjak dan berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Dengan khusyuk Emely melaksanakan sholat subuh dengan peralatan sholat seadanya. Emely memanjatkan doa doa untuk perusahaan Ardan dan keluarganya, serta semoga pilihannya tidak salah.
Setelah selesai dengan ibadahnya, Emely pun berjalan ke luar ruang kerja Ardan yang sepi.
Emely terus mencari cari keberadaan Ardan dan Hansen namun tidak ditemukan di manapun. Emely terdiam sejenak dan menghela nafas panjangnya agar pikirannya bisa tenang dan tidak berpikiran macam macam.
Tiba tiba Emely mendengar suara sayup sayup dari ruangan Hansen yang tidak tertutup rapat dengan lampu masih menyala.
Perlahan Emely berjalan mendekatinya.
" Ach Hansen, aku bodoh, aku bodoh aku gagal Sen" Ucap Ardan sambil menunduk merutuki dirinya sendiri.
Hansen mencoba menguatkan atasannya itu dengan memegangi kedua pundaknya " Tuan muda bisa, kita pasti bisa tuan, aku sudah mencari hikcer terbaik di kota ini untuk melawan mereka, besok pagi pagi sekali mereka datang kemari".
Ardan mendongak sejenak " Kamu hanya menghiburku Hansen, padahal kamu sendiri tahu itu sudah tidak mungkin. Karena tinggal satu langkah lagi mereka berhasil mengambil alih seluruh saham perusahaan " Jawab Ardan dengan suara berat.
Hansen menghembuskan nafas dalam dalam karena memang itu kenyatannya keadaan tidak mungkin bisa kembali.
Keduanya terdiam di dalam keputusasaan, suasana hening, senyap dan penuh kesedihan bercampur aduk di ruangan itu.
Emely yang mendengar semuanya hanya bisa terdiam membeku. Hatinya sungguh sakit melihat Ardan merasa terpuruk.
Entah sejak kapan dia perduli dengan bosnya itu tapi saat ini dia sangat kawatir dengan keadaannya.
Diam diam Emely melangkah mundur dan meraih ponselnya.
Emely menghubungi Vero karena hanya dia yang bisa mengubah keadaan. Emely memberikan keputusan yang harus dia pilih.
Emely kembali masuk ke dalam ruang kerja Ardan dan bersandar di daun pintu sambil menangis sesenggukan. Luruh dan hancur, hidupnya kini bagaikan boneka bagi Vero.
Sementara dari luar terdengar suara Hansen berteriak kegirangan karena usahanya berhasil perusahaan berangsur angsur kembali membaik.
Ardan terdiam membeku seakan tahu semuanya, kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke ruangannya untuk melihat keadaan Emely.
Emely mendengar suara langkah kaki mendekat segera kembali ke sofa dan berpura pura tidur.
Ceklek
Ardan menatap sejenak tubuh kecil meringkuk di sofa, kemudian berjalan mendekatinya dan mengusap lembut pucuk kepalanya membuat pemiliknya sedikit berdebar, jantungan mulai berdetak lebih cepat dari biasanya.
Dan Emely merasakan ada sesuatu yang aneh yang membuatnya semakin tidak karuan saat Ardan dengan berani mencium jidatnya, dadanya semakin bergetar seperti genderang yang mau perang.
Setelah selesai dengan mengusap lembut rambut istrinya, Ardan kembali duduk di kursi kebesarannya dengan tatapan masih terkunci di sana.
Dan Emely yang berpura-pura tidur pun perlahan membuka matanya, sedangkan Ardan yang dari tadi menatapnya pun segera mengalihkan pandangannya ke arah laptopnya.
" Hemmm sudah pagi ya, sejak kapan kamu di sini? " Tanya Emely sambil mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan otot otot tubuhnya.
" Hmmmm, dari tadi aku di sini. Kamu tidurnya sangat pulas ya? " Ucap Ardan berpura-pura.
Emely menyunggingkan senyum tipisnya
" Aku tidurnya mendengkur ya? Maaf "
Ardan membalas senyumnya kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Emely " Kamu lapar? "
"Mmm lapar banget" Jawabnya manja.
" Ayo kita turun, kita berjalan jalan di luar sambil mencari sarapan " Jawab Ardan sambil menyodorkan telapak tangannya.
Dengan senyum bahagia, Emely menyambut tangan Ardan untuk digenggamnya dengan erat.
Mereka pun melangkah bergandengan tangan keluar dari kantor, saling bercanda dan tertawa seakan tidak terjadi sesuatu. Mereka berjalan di antara malam yang merayap berganti pagi, karena di ujung jalan terlihat warna merah yang bertanda mentari pagi segera menampakkan diri.
Dan kebetulan ada seorang penjual kue subuh yang berkeliling menjajakan dagangannya. Ardan dan Emely pun segera memanggilnya untuk mendekat dan membelinya beberapa untuk mengganjal perutnya.