Anabela Velove gadis cantik yang kini beranjak dewasa. Selama ini dia hanya hidup berdua dengan daddy angkatnya. Dia tak pernah tahu, kalau laki-laki yang selama ini menyayanginya, adalah orang yang menyebabkan dia kehilangan orang tuanya.
Sampai suatu malam, akhirnya dia tahu kalau Benigno Amstrong adalah orang yang menyebabkan dia kehilangan kedua orang tuanya untuk selamanya. Anabela pun akhirnya tahu, kalau Daddy angkatnya seorang Mafia kejam.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah takdir menyatukan mereka? Akankah Anabela memaafkan Benigno, menghapus rasa dendamnya atas kematian kedua orang tuanya? Ikuti kisahnya di karya "Terjerat Cinta Daddy Mafia."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SyaSyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Menolak
Lidah Benigno sudah bermain di leher jenjang Ana, dan membuat stempel merah. Ana menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan agar tak mende*sah.
"Mende*sahlah, An! Daddy senang mendengarnya," bisik Benigno terdengar berat.
Ana sudah tak kuasa menahannya lagi. Sungguh nikmat rasanya. Benigno seorang yang berpengalaman, pastinya dia sangat pintar membuat wanita yang saat ini dalam kungkungannya tak berdaya.
Udara ruangan saat itu terasa panas. Keduanya di rasuki hawa panas dalam tubuhnya. Hasratnya begitu menggebu-gebu. Keringat bercucuran membasahi wajah dan tubuh keduanya. Jantung Ana berdegup begitu kencang.
"Ah, Dad," de*sah Ana.
Dia sudah tak sanggup menahannya lagi, saat tangan Benigno bermain di bawah sana. Dia pun tampak asyik menyu*su seperti seorang bayi yang kelaparan.
Dirasa Ana hendak mencapai kli*maks, Benigno semakin bersemangat. Hingga akhirnya Ana mendapatkan pele*pasan.
Benigno menghentikan aktivitas menyu*sunya. Dia tersenyum, kala melihat tubuh anak angkatnya terkulai lemas tak berdaya karena ulahnya.
"Ayo Dad, lakukan! Aku menginginkannya! Aku ingin, Daddy melakukannya hanya denganku. Aku rela menjadi pemu*as ranjang untuk Daddy," ucap Ana.
Benigno begitu terkejut mendengar penuturan Ana. Dia tak menyangka, kalau Ana akan segila itu.
"Mengapa Daddy diam saja? Apa aku tak menarik bagi daddy? Bukankah kita sudah berkali-kali melakukannya?" Ana berkata sambil mengguncang tubuh Benigno yang diam terpaku.
"Pakai pakaian kamu, dan segera pulang dari sini! Kita bahas lagi nanti di Mansion. Daddy ada meeting beberapa menit lagi. Setelah selesai, nanti daddy pulang!" Ucap Benigno tegas.
"Tapi, Dad—"
Ucapan Ana terhenti. Benigno menyuruh Ana pulang sekarang juga.
"Ok, aku pulang. Tapi, aku minta sama Daddy. Jangan bawa wanita itu!" Pinta Ana dan Benigno menganggukkan kepalanya.
Dia tak ingin berdebat dengan anak angkatnya. Dengan seperti itu, dia akan terbebas sejenak dari permintaan gi*la anak angkatnya.
"Pulanglah! Segera bersihkan tubuh kamu, dan beristirahat!" Titah Benigno.
Akhirnya, Ana menuruti ucapan daddynya. Dia pulang meninggalkan perusahaan Benigno. Kini dia sudah dalam perjalanan menuju Mansion.
"Hari ini kamu tak usah ke Mansion!" Tulis Benigno kepada Alena.
"Si*al, dia tak menyuruh aku ke Mansion. Pasti semua ini, karena bocah ingusan itu," Alena menggerutu. Namun, hal itu percuma saja. Tak akan mengubah keputusan Benigno kepadanya.
Ana baru saja sampai di Mansion. Dia memilih langsung masuk ke kamarnya, untuk mandi. Membersihkan tubuhnya yang terasa lengket, karena kegiatan panasnya tadi bersama daddynya. Setelah itu, barulah dia membaringkan tubuhnya di ranjang.
Rasa lelah dan kantuk membuat dia akhirnya tertidur cepat. Berbeda halnya dengan Benigno yang justru terlihat gelisah. Sejak tadi dia mondar-mandir seperti setrika. Tentu saja hal itu membuat asistennya tampak bingung, memikirkan apa yang terjadi pada bosnya itu.
Meeting kedua akan dilakukan. Benigno bersiap-siap untuk menghadiri meeting. Dia berusaha untuk fokus. Sang asisten tentu saja akan mendampinginya. Setelah meeting selesai, Benigno memutuskan untuk pulang.
Dia baru saja sampai di Mansion.
"Di mana Ana?" tanyanya kepada sang pelayan.
"Nona Ana ada di kamarnya. Sejak tadi kembali, dia langsung naik ke kamarnya, dan belum turun makan sampai sekarang," jawab Terecia.
Benigno memilih membiarkannya. Dia langsung masuk ke kamarnya, untuk beristirahat. Hari ini sungguh melelahkan.
Namun sebelumnya, dia mandi terlebih dahulu. Setelah itu, barulah dia beristirahat. Kini giliran Benigno yang tertidur. Ana baru saja terbangun dari tidurnya, dan dia melihat jam dinding menunjukkan pukul 19.00.
"Ya Tuhan, nyenyak sekali tidurku. Jam segini baru terbangun. Apa Daddy sudah pulang ya?" Ana berkata.
Ana berjalan menghampiri jendela, hendak memastikan daddynya sudah kembali apa belum. Seutas senyuman terbit di sudut bibirnya. Dia senang, karena daddynya menepati janji kepadanya.
"Mobil Daddy sudah terparkir. Itu berarti, dia sudah datang. Lantas, mengapa dia tak menemui aku? Kalau memang dia sudah pulang," Ana bermonolog.
Ana memilih untuk mandi terlebih dahulu, sebelum dia menghampiri daddynya. Setelah itu, barulah dia mendatangi kamar Benigno. Kini dia sudah berada tepat di depan pintu kamar Benigno. Perlahan dia membuka pintu kamar itu.
"Ternyata, Daddy masih tidur. Nyenyak sekali tidurnya," gumam Ana.
Niat hati ingin mengajak daddynya makan, dia justru ikut berbaring di sebelah Benigno. Benigno terperanjat kaget, saat Ana memeluk tubuhnya. Dia langsung melepaskan pelukan Ana.
"Jangan seperti ini! Jangan buat daddy kehilangan kendali," tegur Benigno. Suaranya terdengar serak, ciri khas orang baru bangun tidur.
"Biarkan saja! Justru itu lebih bagus. Aku ingin, hubungan kita berubah. Bukan hanya sebagai anak angkat saja. Lagipula, kita ini tidak memiliki hubungan darah, Dad. Jadi, kenapa Daddy harus takut? Aku mencintaimu, bukan sebagai anak ke bapak, tetapi cinta ke seorang lelaki yang sudah menolongku!" protes Ana penuh penekanan.
"Ini lebih baik, daripada kamu nantinya akan tersakiti! Daddy sangat membenci pernikahan. Sampai kapanpun, Daddy tak akan menikah lagi," jawab Benigno ketus.
Benigno langsung beranjak turun dari ranjang, meninggalkan Ana begitu saja. Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sepertinya, dia masih harus berjuang mengambil hati daddynya. Benigno memiliki trauma yang begitu mendalam, Ana harus menyakinkan bahwa cintanya pada Benigno tulus apa adanya.
"Sudah sana mandi! Setelah itu, kita makan bersama. Perut daddy sudah lapar," usir Benigno.
Dia baru saja selesai mandi, hendak memakai pakaiannya.
"Aku sudah mandi, malas mandi lagi," sahut Ana.
Dia memilih tetap menunggu daddynya di dalam kamar. Ana dibuat terpesona melihat tubuh kekar daddynya. Entah kenapa dia begitu terpesona dengan laki-laki dewasa di hadapannya.
"Apa rasanya enak?" pertanyaan Ana kepada Benigno.
"Jangan diulangi lagi! Cukup waktu itu saja. Lebih baik sekarang kamu fokus dulu sama kuliah kamu," sahut Benigno dingin.