Hidup sendirian setelah sang ayah meninggal, membuat Safira Johana tidak memiliki pilihan lain selain menuruti wasiat terakhir dari ayahnya untuk menikah dengan anak sahabatnya tersebut.
Namun, pernikahan itu hanya bersifat kontrak dan rahasia. Benny Zhen, sahabat dari ayah Safira dan merupakan ayah dari Virza Zhen, beliau mengidap penyakit jantung kronis.
Pria paruh baya itu mengancam Virza, kalau putranya tersebut tidak mau menikah dengan Safira, maka dirinya tidak akan mau menjalani operasi. Hingga pada akhirnya Virza melakukannya dengan terpaksa.
Bagaimanakah kehidupan rumah tangga mereka yang berawal tanpa adanya cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memanasi Raka
Bab 22.
Semenjak kemarin pengakuan perasaan yang diungkapkan oleh Virza membuat mereka berdua dalam keadaan canggung setiap bertemu.
Menjaga jarak, itu yang mereka lakukan. Virza sendiri tidak ingin membuat lingkup sosialnya menjadi sempit. Tapi melihatnya duduk dengan para teman prianya di kantin membuat Virza merasa panas dingin.
"Ikut saya!" ajak Virza dengan lirih kepada Safira. Sebelumnya perang batin di rasakan Virza antara ingin mengajak Safira pergi atau tidak. Akhirnya berusaha memutuskan untuk mengajak Safira makan siang di kantin atas yang di khususkan untuk dosen dan kalangan tertentu.
Banyak pasang mata yang menatap aneh kepada Safira saat melihatnya memasuki ruangan yang bisa dikatakan tidak sembarang orang bisa berada di sana. Makanan yang mereka jual juga berbeda dari kantin mahasiswa.
Ada beberapa mahasiswa yang tengah menikmati makanan di kantin tersebut. Tapi hanya segelintir mahasiswa yang hanya bisa dihitung dengan jari tangan. biasanya, mahasiswa yang dari keluarga berada. Tentu saja mereka dari keluarga yang berada, karena harga yang dipasang di kantin tersebut 3 kali lebih mahal dari harga di kantin yang biasa mahasiswa lain gunakan. Meskipun begitu tidak sedikit pula dosen yang terkadang membeli makanan di kantin bawah, begitulah mereka menyebutnya.
"Makanlah dulu," kata Virza memberikan satu porsi pasta lengkap dengan minuman cappucino ice kesukaan Safira.
"Gue nggak nyaman disini. Mereka lihat gue kayak lihat makhluk asing aja," bisik Safira seraya melihat salah satu wanita yang tak jauh dari tempat duduknya.
"Lo tunggu sini, biar gue tegur."
"Jangan!" cegah Safira saat suaminya hendak berdiri menghampiri wanita tersebut.
"Sudahlah lupakan, makan aja!" pungkas Safira pasrah. Dia tidak ingin membuat kekacauan di tempat itu.
Sreekkk...
Virza menggeser sedikit kursinya untuk menutupi istrinya dari pandangan wanita yang membuatnya tidak nyaman. Safira melihat tindakan kecil Virza merasa tersentuh. Lagi-lagi perasaannya campur aduk. Ketenangan batinnya mulai goyah. Terlebih wajah tampan Virza semakin terpancar.
Selesai makan siang, Safira dan Virza keluar dari kantin elit tersebut. Tetapi langkahnya terhenti ketika seorang gadis menghadang jalan Virza.
"Pak Virza!" seru May.
"Ya!"
"Ini kopi untuk anda," ucap May dengan memberikan kopi cup yang masih panas.
"Saya permisi dulu," sela Safira yang ingin berpamitan untuk pergi karena kesal melihat tingkah ganjen May. Begitupula dengan Virza yang meneladani gadis itu membuat perasaan berbunga-bunga Safira kini berubah menjadi mendung hitam.
"Tunggu!" Virza meraih tangan Safira dan menggenggamnya di depan May. Membuat May sedikit terperanjat kaget melihat adegan itu.
"Maaf, saya sudah makan siang dan minum kopi. Tidak baik terlalu banyak minum kopi, lebih baik itu buat kamu," ujar Virza. "Dan satu lagi sepertinya mulai sekarang kamu tidak perlu memberikan apapun kepada saya. Makanan, barang atau minuman saya rasa itu tidak perlu," imbuhnya.
"Apa kalian ada hubungan?" tanya May lirih dan menahan emosi.
Safira tidak menjawab, begitu pula dengan Virza. Dia hanya mengangkat genggaman tangannya dengan Safira untuk di tunjukkan kepada May. Sepertinya jawaban itu cukup untuk menghentikan sikap May.
May tersenyum kecut dan meninggalkan mereka berdua begitu saja. Kini perasaan Safira semakin melambung tinggi. Tetapi dia tidak menunjukkannya kepada pria itu. Dengan cepat Safira menghempaskan tangannya dari genggaman suaminya sebelum banyak yang melihat.
***
Beberapa hari kemudian....
Safira di jemput oleh Virza untuk menginap di rumah ayahnya. Hari operasi tinggal dua hari lagi. Safira memenuhi janjinya untuk merawat sang ayah mertuanya pasca operasi.
Bahkan Safira telah resign dari tempat kerjanya. Raka juga mendengar kabar itu merasa khawatir dengan keadaan Safira jika harus tinggal satu atap dengan dosen itu. Raka juga membantu Safira untuk berkemas.
"Lo langsung kasih tahu gue kalau lo butuh bantuan apapun," ucap Raka saat membantu Safira menarik kopernya.
"Iya, gue bakal sering gangguin elo lewat telepon. Gue juga ijin minta kuliah daring," kata Safira.
"Lo semangat skripsinya." Raka memberikan semangat pada Safira dan memeluknya dengan erat. Virza melotot melihat tingkah berani Raka.
"Ya udah, gue pergi dulu." Safira melepas pelukan itu dan pamit kepada Raka. Raka mengangguk pelan.
Virza mengambil alih koper itu dan memasukkannya ke bagasi. "Tunggu, Saf!" panggil Virza menghentikan Safira yang hendak masuk kedalam mobil.
"Sepertinya ada kotoran di baju Lo," ucap Virza seraya membersihkan baju Safira bagian belakang dan meminta Safira membersihkan baju bagian depannya.
Safira menurut saja dan mengibaskan bajunya pelan. Virza menatap Raka yang masih berdiri melihatnya. Raka tahu, bekas pelukan darinya lah yang di maksud Virza sebagai kotoran pada baju Safira. Kemudian Virza membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Safira masuk.
Raka berdiri menahan emosi yang mulai tidak terbendung dan menatap mobil hitam itu pergi menjauh dan hilang dari pandangan.