Perkenalan
Namanya Roman Maulana Satria usia dua puluh empat tahun. Pendidikan sarjana hukum. Hidup sebagai preman jalanan walau merupakan putra konglomerat, pewaris tunggal Satria Corp. Dalam percintaan ibunya tak merestui hubungannya. Yok kita lihat perjuangan hidupnya untuk mengungkap kasus kematian kekasihnya yang dibunuh melalui penularan virus yang dikenal dengan virus covid 19.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wisnu 025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE DUA PULUH DUA: TERBARING DI RUMAH SAKIT.
Ghazan berdiri mengejar Toni yang mengancamnya.
"Hey..., jangan kabur lu bangsat!" teriak Ghazan marah mendengar ancaman Toni.
Jika dia gagal menghabisi Nadira maka Toni pasti melaporkannya, karena dia tahu dirinya buruan International yakni FBI.
Ghazan mulai tidak tenang dengan ucapan Toni. Diapun segera memanggil Barra,
"Barra sini!" panggil Ghazan melambaikan tangannya.
Dengan cepat Barra bangun dari duduknya menghampiri Ghazan yang memanggil nya.
"Ya bos!" timbal Barra.
"Kalau Zalu telah tiba, temani dia temui Toni!" pinta Ghazan.
"Temui Toni untuk apa bos," tanya Barra tidak paham maksud Ghazan.
"Yakin kan dia, kita pasti membereskan Nadira." kata Ghazan.
"Sekarang juga bos?!" tanya Barra sudah paham maksud bosnya.
"Ya!" timbal Ghazan.
Lalu Barra kembali pergi duduk kumpul dengan teman-temannya menunggu Zalu.
Sementara Barra menunggu Zalu, mari kita kerumah sakit tempat Hadi dirawat.
Nadira memandang Hadi, yang masih tertidur diatas pembaringan ruang kamar rawatnya. Roman dan Morrin tampak sedih dengan keadaan Hadi.
Lebih-lebih Nadira, yang melihat sendiri secara langsung. Bagaimana Hadi jadi bulan-bulanan, Ghazan dan kawan-kawannya.
Sekalipun Nadira sudah terlepas dari hadangan Winda. Namun, tidak membantu dalam menolong Hadi. Malah hampir saja mereka ditaklukan.
Untung saja ada pria bercadar datang menolong nya.
Mereka bertiga terdiam, tak ada ucapan yang keluar dari mulut mereka. Raut wajah Nadira menyimpan penyesalan yang luar biasa. Dikarenakan gagal menolong pria yang sekarang terbaring didepannya.
Zalu telah tiba dari rumah sakit tempat Winda. Tidak lama mereka pergi lagi bersama Barra, setelah diberitahu oleh Barra untuk pergi menemui Toni.
"Pagi bos!" sapa Zalu begitu mereka menemui Toni di sebuah cafe setelah lama berputar-putar mencarinya.
"Hm..., ada apa! Pasti diperintahkan Ghazan ya?!" timbal Toni acuh.
"Bos jangan marah dulu, bos sudah membayar kami. Kami pasti menyelesaikan pekerjaan kami secara profesional!" pinta Zalu lembut memohon kepada Toni.
"Tentu kalian harus selesaikan pekerjaan kalian. Karena kalian sudah ku bayar. Kalau tidak, jangan harap ku pakai lagi." ancam Toni.
"Sebenarnya Nadira dan kawannya itu sudah hampir kamu bunuh. Tetapi ada laki-laki bercadar datang membantu mereka!" kata Barra menceritakan Toni.
Toni tampak mulai serius mendengar Barra menyebut kawannya. Tadinya dia tampak acuh dan tidak percaya lagi ucapan Zalu dan Barra.
"Sebentar dulu, tadi kamu bilang Nadira dan kawannya. apa maksudmu?!" tanya Toni penasaran.
Lalu Barra dan Zalu bergantian menceritakan kejadiannya
"Jadi..., laki-laki yang bersama Nadira itu namanya Hadi?" tanya Toni dengan mata melebar setelah mendengar cerita Barra dan Zalu.
"Betul bos!" jawab Barra.
"Dan tak ada satupun diantara kalian mengenal pria bercadar itu!" tanya Toni lagi.
Barra dan Zalu menganggukkan kepalanya bersamaan.
"Brengsek laki-laki bercadar itu!" umpat Toni marah.
Toni yang tadinya kecewa atas kegagalan mereka membunuh Nadira dan Hadi mulai lunak. Malahan dia mentraktir Barra dan Zalu makan dan minum di cafe itu.
Sekarang kita ke tempatnya Roman, Morrin dan Nadira lagi di ruang perawatan Hadi.
Terdengar hand phone Morrin berdering keras dan Morrin lupa mengecilkan nya.
Morrin minta izin pada Roman dan Nadira mengangkat telponnya karena ada panggilan dari bapaknya.
"Ntar ya! bapak telpon!" ucap Morrin.
Roman mempersilahkan Morrin dengan tangannya.
"Halo pak! Baik pak, baik." ucap Morrin.
Morrin memandang Roman. "Ada apa Rin...," tanya Roman.
"Bapak memintaku pulang!" sahut Morrin.
"Baiklah, kamu segera ku antar pulang!" kata Roman berdiri siap-siap.
"Dir enggak apa-apa kan, aku antar Morrin, kalau sudah sampai di rumah aku balik lagi." kata Roman memandang Nadira.
"Enggak apa-apa, nanti aku bisa panggil orang membantuku!" jawab Nadira.
BERSAMBUNG.