Ketika takdir merenggut cintanya, Kania kembali diuji dengan kenyataa kalau dia harus menikah dengan pria yang tidak dikenal. Mampukah Kania menjalani pernikahan dengan Suami Pengganti, di mana dia hanya dijadikan sebagai penyelamat nama baik keluarga suaminya.
Kebahagiaan yang dia harapkan akan diraih seiring waktu, ternoda dengan kenyataan dan masa lalu orangtuanya serta keluarga Hadi Putra.
===
Kunjungi IG author : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu Kania
Alexa, sebaiknya kita kembali. Mereka akan mencariku,” ujar Elvan.
“Tidak mau, aku sangat merindukanmu. Aku tidak sanggup menunggu sampai setahun,” rengek Alexa.
Elvan berusaha melepaskan pelukan Alexa dan tidak menyadari kalau Kania berdiri di balik pilar tidak jauh dari kedua orang itu berada.
“Aku serius Alexa, pernikahan ini bukan kehendakku dan orangtua kita sudah membatalkan pertunangan kita.”
“Kalau kita mau, mereka bisa apa. Kamu tinggal ceraikan saja istrimu lalu kita menikah,” usul Alexa
Kania sejak tadi sudah merekam bahkan mengambil gambar diam-diam.
“Nona, tidak baik ….”
“Stttt,” ujar Kania agar bodyguard yang melindungi Elvan tidak bersuara dan ulahnya diketahui oleh Elvan. “Aku sudah selesai, lanjutkan tugas kalian,” lirih Kania lalu beranjak pergi.
“Kamu pikir aku mau menunggu setahun. Kalau perlu malam ini juga pernikahan berakhir.” Kania memasuki lift menuju kamarnya.
Saat pintu hendak tertutup, tiba-tiba tertahan karena ada orang pria yang ikut masuk ke dalam lift. Kania melangkah mundur membiarkan dua orang itu bergabung tanpa ada rasa curiga apapun. Mendadak dirinya merasa aneh, tubuhnya terasa panas dan gerah. Bahkan sempat mengibaskan tangan untuk mengurangi rasa panas dan ternyata hal itu tidak berguna.
Kania melirik layar yang baru menunjukan bahwa saat ini mereka sudah tiba di lantai lima, sedangkan tujuannya masih beberapa lantai lagi.
“Nona, sebaiknya ikut kami!”
“Eh, maksudnya?” Kania semakin merasa tubuhnya tidak nyaman. Pintu lift terbuka dan masuklah Lukas.
“Halo, manis.”
“Apa maumu? Apa yang sudah kamu berikan padaku, kenapa rasanya ….”
“Rileks saja, aku akan menjadi obatnya.” Lukas mengulurkan tangannya dan membelai lengan Kania, membuat gadis itu meremang lalu menggeser tubuhnya menghindar dari Lukas.
Ponsel Lukas bergetar, pria itu menjawab telepon dengan tatapan tetap tertuju pada Kania.
“Halo.”
“Jangan sentuh dia,” ujar seseorang diujung telepon. “Kania, dia putriku.”
“Tapi ….”
“Dia putriku Lukas, Kania adalah putriku. Batalkan rencanamu, gunakan cara lain,” tutur Damar di ujung telepon.
Lukas mengakhiri panggilan telepon, dia bergeming sampai kedua rekannya mengatakan kalau lantai yang mereka tuju sudah terlewat.
“Kalian, apa mau kalian?” teriak Kania.
“Cari suaminya dan bawa ke kamarnya,” titah Lukas.
Lukas menarik tangan Kania keluar lift.
“Lepaskan aku,”pekik Kania.
“Di mana kamarmu?”
“Apa urusanmu, cepat pergi dari sini dan lepaskan aku,” pekik Kania lagi. Kondisi tubuhnya sedang dalam pengaruh obat yang memang ulah Lukas. Gerakan Kania untuk melepaskan diri dan menyerang Lukas tidak berarti karena kondisi tubuhnya.
Lukas bahkan merebut ponsel dan acces card yang dipegang Kania lalu mencari kamar yang sesuai dengan kartu.
“Tunggu di dalam dan jangan berbuat nekat,” titah Lukas saat dia sudah berhasil membuka pintu kamar.
“Apa yang kalian rencanakan?” Kania bertanya sambil mengusap lengannya, sepertinya pengaruh obat sudah hampir sampai puncaknya.
“Ck, kenapa wanita terlalu banyak bicara.” Lukas mendorong tubuh Kania agar masuk ke kamar dan menutup pintunya.
Tidak lama kemudian, Elvan berjalan bergegas bersama kedua orang pengawalnya. “Di mana Kania?”
Lukas masih bersandar pada dinding kamar di mana Kania berada.
“Aku sudah bilang, pengawalan kalian buruk. Kalau aku mau jahat, Kania atau siapapun pasti sudah berakhir.”
Lukas melewati Elvan dan menepuk pundak pria itu.
“Istrimu di dalam, sebaiknya kamu bantu dia. Obatnya cukup kuat dan nikmatilah.”
“Hei,” teriak Elvan yang menatap Lukas terus berjalan sambil melambaikan tangan.
“Kenapa bisa kecolongan lagi,” keluh Elvan pada kedua pengawalnya.
“Tuan, sebaiknya segera cek Nona Kania.”
Elvan pun mengeluarkan access card miliknya dan membuka pintu. Sepasang heels milik Kania tergeletak di depan pintu, ponselnya ada di lantai tidak jauh dari pintu toilet dan gadis itu duduk di lantai sambil merem4s rambutnya.
“Kania,” panggil Elvan. Kania menoleh, penampilannya sudah tidak beraturan.
“Aku … entah ada apa denganku. Rasanya panas,” tutur Kania sambil berusaha melepaskan gaun yang dikenakan.
Elvan menatap heran dan mengingat apa yang Lukas katakan tadi.
“Obat, Lukas memberimu obat.”
“Entahlah, rasanya sungguh tidak nyaman.”
Beberapa saat sebelum kejadian.
“Orang yang anda cari sudah meninggal, memang benar ini dulu rumahnya tapi sudah dijual oleh keluarganya.”
“Lalu anakku … bocah yang pernah dia bawa, di mana?”
Tokoh setempat yang dijumpai Damar, mengeluarkan buku yang terlihat agak usang. Sepertinya berisi data penduduk daerah setempat.
“Hartono, kembali ke kampung ini sekitar … dua puluh tahun lalu menurut catatan di sini. Dia membawa dua orang anak yang diakui sebagai anak angkatnya. Bahkan dia urus identitas anak-anak tersebut dalam kartu keluarganya.”
“Lalu di mana mereka?”
“Salah satu anak itu meninggal dunia karena sakit, yang perempuan dia tumbuh sehat. Saat Hartono meninggal, gadis itu pergi ke kota karena rumah yang ditempati diakui oleh keluarga besar Hartono.”
“Ke kota?” tanya Damar lagi.
“Iya. Belum lama ini dia menikah, bahkan mengirimkan surat undangan. Bu, coba cari undangan dari Nia.”
“Nia, namanya Nia?”
Wanita paruh baya membawakan surat undangan yang dimaksud dan memberikan kepada Damar.
“Kania Syifa dan Bayu Andika," gumam Damarqq membaca surat undangan milik putrinya.
“Tapi Kami sempat lihat berita di TV, Kania menikah bukan dengan Bayu yang tertera di undangan tapi dengan putra pengusaha … siapa ya namanya? Bahkan ada di hp anak saya, Bu coba kemarikan hp bapak.”
Pria itu membuka hp nya dan menunjukkan pada Damar.
“Lihat, ini Kania. Hebat dia bisa terkenal.”
Damar memastikan kalau foto itu adalah pernikahan Elvan, putra dari Yuda Hadi Putra.
“Yuda, kamu mengambil putriku,” gumam Damar dengan kedua tangan mengepal.