Anabella Poetry Nhoel namanya. Nhoel adalah nama marga dari keluarganya. Anak itu hidup piatu tanpa ibunya. Di masa kecil, ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
Hanya Ayah, ayahnya Leonardo Nhoel yang berperan sebagai Ayah sekaligus ibu. Jangan lupakan pengasuhnya. Anabella diasuh oleh seorang bibi.
Hingga suatu ketika, ada kejadian yang tak terduga. Banyak lika-liku kehidupannya hingga mempertemukannya dengan seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan Om Papa.
"Om Papa, kalau aku dewasa nanti, aku ingin punya pasangan seperti om papa yang romantis."
"Aamiin, semoga Tuhan mempertemukan mu dengan pasangan seperti om papa mu ini."
Benih cinta tumbuh tatkala ciuman pertamanya. Ciuman yang sebenarnya hanya latihan, tapi merubah segala dunia Anabella. Padahal, Om Papa sudah mempunyai istri.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Silahkan baca ya... Ini novel request dari pembaca yang saya coba untuk dikembangkan.
Happy reading...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unchi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
***
Setelah Arkan pergi mengantarkan Anabella. Bu Sania segera mencari keberadaan bi Ijah. Bu Sania kesal setengah mati, gara-gara Arkan tadi membela Anabella di depannya. Jelas-jelas Anabella hanya anak angkat, tapi perlakuan Arkan pada Anabella melebihi batas normal menurut Bu Sania.
Melihat bi Ijah yang sedang membersihkan kaca jendela ruang belakang. Bu Sania langsung menghampirinya.
"Ehm," dehemnya.
Seketika itu juga, bi Ijah menghentikan aktifitasnya. "Eh Nyonya, ada apa?"
"Hari ini, semua tugasmu serahkan saja pada anak panti itu. Aku gak sudi lihat dia terlalu berleha-leha," titah Bu Sania pada bi Ijah.
Jelas di dalam hati bi Ijah langsung bersorak kegirangan. Saatnya ia beraksi kembali. Tapi, dia takut kalau keluarga Arkan tiba-tiba datang bagaimana? Bi Ijah bisa dipecat kalau sampai ketahuan.
"Apa semuanya aman, Nya?" tanya bi Ijah memberanikan diri.
"Aman, di rumah ini hanya ada kalian berdua," balas Bu Sania dengan tangan yang melipat di dada. Tatapannya angkuh dan congkak.
"Baik Nya, saya akan melakukan perintah Nyonya."
"Ingat, berikan dia tugas yang berat. Buat dia semakin gak betah tinggal di sini!"
"Baik Nya," balas bi Ijah sambil tersenyum licik.
Tak lama kemudian, Arkan telah sampai di rumah. Dilihatnya istri dan mertuanya sudah siap.
"Sebentar ya Ma. Sebentar ya Sayang, aku mau ke kamar mandi dulu."
Venesa dan Bu Sania mengiyakan saja. Mata Bu Sania melirik ke arah Bu Ijah. Memberikan kode jempol, tanda semuanya aman. Bi Ijah membalasnya dengan sebuah anggukan. Tentu bi Ijah makin berani. Kalau rumah lagi sepi, berarti dia yang berkuasa tentang hidup Anabella.
Arkan, Venesa dan Bu Sania akhirnya meninggalkan rumah. Mereka akan menghadiri acara pernikahan salah satu rekan bisnis papanya Venesa.
Sesampainya di sana, Arkan malah mendapatkan telpon dadakan. Seorang pasien tengah memerlukan dirinya. Mau tak mau, Arkan harus meninggalkan istri, mertua dan ke-2 orang tuanya.
"Aku pergi dulu Sayang, kamu baik-baik aja ya?" ucap Arkan. Dan tanpa malu lagi, Arkan mencium pipi Venesa. Arkan memang tak pernah malu menunjukkan keromantisannya di depan umum. Sudah kebiasaan dari dulu masalahnya. Jadi kalau gak melakukannya, rasanya ada yang kurang baginya.
***
Kepergian Arkan beberapa jam yang lalu menimbulkan sebuah permusuhan antara kubu A (musuh bu Sania) dan kubu B (Venesa-bu Sania).
Semua itu gara-gara Bu Sania mendengar langsung obrolan yang nylengit di telinganya. Bu Sania benci dengan orang-orang yang suka mengatai Venesa dengan seenaknya. Bu Sania mendadak murka. Tak perduli ini tempat umum atau bukan. Kalau ini menyangkut martabatnya, bu Sania tak perlu pertimbangan lagi. Ngamuk ya ngamuk. Sebenarnya kurang etis, sikap Bu Sania tak mencerminkan kepribadian seperti konglomerat pada umumnya. Terlalu berlebihan bagi orang yang melihatnya disitu. Tapi mau bagaimana lagi, itulah adanya Bu Sania.
"Hooh, mandul kayaknya. Denger-denger anak itu cuma pancingan," ucap kelompok si A.
"Pantesan, cantik anaknya ketimbang mamanya. Ternyata bukan anak kandungnya toh!"
"Gimana mau punya anak, neneknya aja kayak nenek lampir," sahut salah seorang musuh dari Bu Sania.
Darah Bu Sania mulai mendidih mendengar kasak-kusuk itu.
"Udah-udah, kalau dikasih mandul ya mandul aja. Gak usah pakai pancingan segala, memangnya ikan?"
Bu Sania sudah tak tahan lagi. Mereka berempat langsung disamperin dan dilabrak olehnya. Suasana mulai kacau. Venesa segera menghentikan ulah mamanya. Tapi ternyata, Venesa terpancing juga.
"Oh, ini anak yang mandul itu," ucap musuh Bu Sania.
"Yang mandul saya, kenapa kalian repot ngurusin orang lain?" balas Venesa dengan tajam.
Bu Yulia yang melihat kejadian itu langsung mendekat. Ia mengelus-elus punggung bu Sania.
"Sudah Jeng, gak usah ditanggepin," ujar Bu Yulia bermaksud menenangkan. Tapi apa balasan dari Bu Sania.
"Gak usah ditanggepin? Kamu gak pernah ngerasain jadi aku. Ow, atau jangan-jangan selama ini kamu gak pernah tulus menyayangi anakku!"
DEG.
"Astaga, bukan seperti itu maksud ku Jeng. Ini di tempat orang. Kita gak pantes berantem di sini."
"Udahlah Yul, kau gak usah berpura-pura lagi. Aku tahu, kamu pasti sama seperti mereka. Asal kamu tahu, bukan anakku yang mandul. Tapi anakmu!"
Bu Sania meraup nafas sebanyak-banyaknya.
"Venesa, lebih baik kamu ceraikan saja suamimu itu. Aku kecewa sama perlakuan ibu mertuamu yang tak membelamu saat di gosipin seperti tadi. Mertua itu harusnya menganggap menantu sebagai anak. Bukan hanya diem aja," ketus Bu Sania.
Bu Sania segera meraih lengan Venesa. Mereka berdua meninggalkan tempat itu tanpa tahu malu lagi.
Sedang Bu Yulia, justru beliu yang minta maaf pada semuanya. Bu Yulia merasa tak nyaman. Tapi beliau juga sedih, berharap kalau Bu Sania tak sungguh-sungguh menyuruh Venesa menceraikan anaknya. Bu Yulia tak bisa memikirkan nasib Arkan, kalau sampai Venesa menceraikannya.
Bersambung.
kasihan annabell , 🥺🥺🥺