Setelah melewati masa pacaran yang lama dan melewati masa suka maupun duka dalam waktu yang tidak sebentar, Tiffany dan Sean pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, memutuskan menikah dan melepas masa lajang mereka.
Tapi belum akad nikah terlaksana Tiffany dikejutkan atas ucapan saudara angkat yang sudah dianggap oleh Tiffany seperti saudara sendiri.
"Aku hamil"
Senyum bahagia yang masih mengembang dibalik wajah Tiffany seketika berubah.
"Maksud kamu, Jes?"
"Aku hamil anak Sean"
Bagaikan petir di siang bolong, Tiffany seketika terkejut bersamaan datang nya Kay dalam kepanikan nya.
"Sean, aku pikir aku mendengar sesuatu yang salah"
Dia mencoba untuk bertanya, menahan gemuruh di dada nya.
Kemudian dunia terasa hancur, pernikahan seharusnya menjadi pernikahan nya menjadi pernikahan Jessica dan Sean.
Tiffany hancur, sehancur-hancur nya.
pada akhirnya karena malu keluarga Tiffany berencana menggantikan pernikahan putri mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nila KingShop Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelisah
Dengan perasaan bingung Tiffany bertanya sambil mengerutkan keningnya, dia pikir apa yang dimaksud oleh laki-laki yang ada di bawah sana.
Di bawah? bangun? apa?.
"Tutup mata mu Tiff, bergerak lah dan bangun secara perlahan, aku pikir kamu tidak ingin melihat nya bukan?"
Dan laki-laki tersebut kembali menggoda nya, entahlah apakah Dru serius atau hanya bermain-main dengan ucapannya, tapi Tiffany malah terlihat bingung, sejenak dia mencoba menyusun kembali kata-kata Dru hingga akhirnya dia bisa menyimpulkan soal sesuatu.
Seketika seolah-olah dia baru sadar atas ucapan laki-laki tersebut, Tiffany langsung buru-buru bergerak menjauh, seketika wajah nya memerah dan sengaja tidak ingin menatap kearah Dru atau ke arah manapun.
Dia pikir hari ini terlalu sial untuk nya.
"Maafkan aku"
Ucap gadis tersebut cepat, membalikkan tubuhnya dan kabur dengan buru-buru dari hadapan Dru.
Laki-laki tersebut mengulum senyumannya, entahlah hari ini merasa cukup senang dengan perkembangan hubungan mereka, minimal gadis tersebut sudah mau bicara dan menampilkan ekspresi malu-malu.
Dru langsung bergerak menjauh,. kembali masuk ke arah pintu yang nyaris tidak terlihat sebagai pintu kamar mandi.
Tiffany melirik kearah pintu kamar mandi yang terhubung langsung ke kamar tersebut, demi apapun baru sadar kamar mandi tersebut memiliki dua kamar mandi, satu terlihat satu tidak terlihat, yang tidak terlihat benar-benar menipu,di desain sedemikian rupa menjadi bagian kaca yang dipikir sebagai pintu dari walk in closet.
Sungguh benar-benar menipu mata, membuat penghuni baru terlihat begitu bodoh di buat nya, Tiffany benar-benar merasa malu dengan keadaan, entah mimpi apa malam ini harus melewati kejadian tidak terduga, apalagi sampai Dru melihat dia tidak menggunakan pakaian luar nya.
"Oh ya ampun."
Tiffany menepuk-nepuk wajah nya karena malu, ingin sekali rasanya menenggelamkan diri nya ke dalam kubangan lumpur Lapindo, atau bahkan bersembunyi dibalik kantong milik Doraemon agar dia tidak udah bertemu Dru dulu sementara waktu.
Ditengah perasaan nya yang kacau balau menjadi satu, tiba-tiba saja handphone Tiffany berdering dengan sempurna, membuat gadis tersebut buru-buru menoleh kearah handphone nya yang terletak di atas meja nakas.
Tiffany sejenak menatap handphone nya, dia mengerut kan kening nya untuk beberapa waktu dan berpikir siapa yang menghubungi nya malam-malam begini.
Pada akhirnya gadis tersebut bergerak perlahan dari posisi nya, mencoba meraih handphone nya dan melihat siapa yang menghubungi nya.
Sejenak Tiffany membeku saat dia sadar nomor handphone siapa yang muncul di layar handphone nya, hal itu membuat gadis tersebut diam untuk beberapa waktu.
"Sean?"
Laki-laki tersebut mencoba untuk menghubungi nya, tanpa Tiffany sadari sudah ada beberapa panggilan tidak terjawab.
Tiffany terlihat bergetar, dia terus menatap nama yang muncul di sana dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu, gadis itu sama sekali tidak bicara atau menampilkan pergerakan nya, dia memperhatikan nama tersebut yang terus muncul di layar handphone nya.
Ada tanya yang melesat, apakah dan harus mengangkat nya atau mengabaikan nya?.
Bohong jika Tiffany tidak kecewa tapi bohong juga jika tidak ada rasa cinta dan rindu yang tersisa dibalik rasa kecewa dan sakit hati yang menghantam dirinya.
Panggilan tersebut sempat menghilang kemudian muncul kembali, membuat Tiffany terlihat ragu-ragu dengan keadaan.
Angkat atau abaikan saja?.
Dia gelisah.