Tantangan Kepenulisan Noveltoon
Bagaimana rasanya dijodohkan dengan 5 laki-laki tampan? Tanyalah kepada Irene Abraham.
Cantik, pintar, dan kayaraya membuat kehidupan Irene serasa sempurna. Apapun yang inginkan selalu bisa didapatkan dengan mudah. Hidupnya sangat bebas sesuka-suka hatinya.
Sampai suatu ketika, sang kakek berencana untuk menjodohkannya dengan salah satu putra keluarga Narendra. Ada lima tuan muda yang bisa Irene pilih menjadi pendampingnya, Alan, Alex, Alfa, Arvy, dan Ares. Kelima tuan muda memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Irene yang belum siap menikah, memutuskan untuk menyamar sebagai wanita jelek dan kampungan. Tujuannya satu, agar tidak ada dari kelima tuan muda yang akan menyukainya.
Apakah tujuan Irene berhasil? Ataukah Irene akan jatuh cinta pada salah satu dari kelima tuan muda itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Perusak Acara
Alfa memandangi penampilan Irene dari atas sampai bawah. Wanita itu benar-benar tidak memiliki selera fashion yang bagus. Ingin rasanya ia menggunting semua pakaian Irene agar tidak dipakai lagi.
Sebagai seorang desainer yang cukup disegani, ia merasa malu ada salah seorang anggota keluarga yang penampilannya mirip orang-orangan sawah. Setingkat kota besar masih ada yang punya selera fashion ketinggalan zaman. Ditunjang wajahnya yang seperti orang bodoh, sungguh, masih lebih baik para pelayan di rumah.
Masuk bekerja sebagai pelayan di rumah besar itu bukanlah perkara yang mudah. Ada seleksi ketat dan training beberapa bulan. Mereka perlu menjaga sikap dan selalu berpenampilan rapi. Bahkan seragam yang mereka kenakan merupakan konsep rancangan Alfa sendiri.
"Irene, please ... kali ini berpakaianlah yang lebih wajar. Aku mau mengajakmu ke pameran busana."
Irene melihat penampilannya sendiri. Ia pura-pura biasa saja melihat dandanan yang memang sengaja dia pakai untuk membuat Alfa kesal. "Memangnya kenapa, Kak?"
"Kamu tidak malu mengenakan pakaian seperti itu?" tanya Alfa heran.
"Tidak." Irene menjawab tanpa ragu sedikitpun.
"Oh, iya. Terlalu lama terbiasa sampai nyaman seperti itu terus." Alfa mangguk-mangguk. "Sudahlah! terserah."
Alfa berjalan lebih dulu ke arah pintu luar. Irene mengikutinya. Lelaki itu menyuruhnya masuk ke dalam mobil Mini Cooper warna merah kesukaannya. Malam ini mereka akan menghadiri acara fashion show di salah satu hotel ternama.
Sesampainya di tempat acara, sudah banyak pengunjung yang hadir. Banyak sekali yang menyapa Alfa saat mereka tiba di sana. Pandangan mata aneh tentu tertuju kepada Irene, sosok asing yang tidak biasanya berada di samping Alfa.
"Siapa dia?" tanya Dita, seorang model berkulit eksotis yang menghampiri dia.
"Ah, ini Irene ... anak kerabat kakekku. Dia ingin ikut melihat fashion show malam ini." Alfa tersenyum kaku berusaha menjawab pertanyaan yang datang untuknya. Dita tampak memandangi Irene dengan terheran-heran.
"Oh ...." Dita tak berani banyak berkomentar takut menyinggung Alfa. "Langsung masuk saja ke dalam, Kak. Sudah ditunggu yang lain," ajaknya.
"Oke," jawab Alfa. "Ayo ikut ke dalam!" perintah Alfa kepada Irene.
Di dalam ruangan persiapan, belasan model masih bersiap-siap sebelum tampil. Masing-masing didampingi oleh penata rias sekaligus penata busana. Melihat gaun yang cantik-cantik, serta para model yang tinggi-tinggi membuatnya terkagum-kagum. Gaun yang mereka kenakan sangat cocok dengan karakter dan bentuk badan pemakainya. Hasil rancangan Alfa memang tidak bisa diragukan kualitasnya.
"Kamu di sini sebentar, ya. Aku mau mengurusi yang ada di sebelah. Jangan membuat masalah!" tegas Alfa. Ia takut Irene akan mengacaukan pertunjukan penting malam ini.
Irene mengangguk. Ia duduk di area pojokan hanya memperhatikan lalu lalang orang-orang.
"Kamu di sini juga?"
Irene menoleh ke samping. Wajahnya berubah kecut. Lagi-lagi harus bertemu dengan wanita menyebalkan, Sovia. Dia sampai lupa kalau Sovia seorang model. Sudah tentu dia pasti ada di sana.
"Heran, Alfa nggak malu bawa makhluk aneh macam kamu? Oh, My God ...," gumam Sovia.
"Memang dia siapa?" tanya orang di sebelah Sovia.
"Pelayan baru di kediaman Keluarga Narendra."
"Mereka punya pelayan seperti ini? Aku kira menjadi pelayan di sana seleksinya sangat ketat."
"Mana aku tahu. Mungkin yang menyeleksi waktu itu sedang rabun!" Ucapan Sovia sengaja ditujukan untuk menghina Irene.
"Sudah puas menghinanya? Kalau sudah, buru-buru minggir, deh! Kamu menghalangi pandanganku," ucap Irene ketus.
Sovia dan temannya begitu kaget mendengar ucapan seperti itu. Wajah pas-pasan bahkan di bawah standar berani menentang wanita-wanita cantik seperti mereka.
"Kamu yang seharusnya menyingkir. Tempatmu tidak cocok di sini, tapi di belakang sana, bareng tukang bersih-bersih!"
Sovia berbicara sembari menunjuk-nunjuk ke arah Irene. Tangannya ditepis kasar oleh Irene. Sovia semakin marah. Ia mencengkeram kerah baju Irene. Sontak Irene yang tidak terima mendorong tubuh Sovia hingga terjatuh.
"Auw!" seru Sovia.
Orang-orang yang ada di sekitar yang mendengar teriakan Sovia langsung menghampirinya. Suasana sedikit menjadi rame karena pertengkaran yang terjadi antara Sovia dan Irene.
"Kamu tidak apa-apa, Iren?" tanya salah seorang dari mereka.
Semua orang seakan mengkhawatirkan kondisi Sovia. Mereka melayangkan tatapan kebencian kepada Irene. Padahal itu adalah salah Sovia sendiri yang memancing-mancing emosinya.
"Kak Marlin ... dia mendorongku ... bajuku sampai koyak seperti ini... baju Joana juga ikut dirobek ...," rengek Sovia sembari menunjukkan bagian pakaiannya yang koyak. Joana turut memperhatikan gaun yang dikenakannya, tanpa ia tahu ternyata juga rusak.
Irene membulatkan mata. Ia sama sekali tak menyentuh gaun mereka mana bisa sampai menyobeknya.
"Kamu siapa, sih? Kenapa ada di sini? Aku rasa tidak ada ya, yang menyuruhmu masuk ke dalam sini." Wanita bernama Marlin itu memarahi Irene. "Pergi sekarang dari sini! Gagal fashion show kami gara-gara kamu!"
"Kak, jangan marah-marah begitu ... dia belaku karena Alfa yang mengajaknya. Mungkin dia jadi merasa berkuasa di sini ...." Sovia memainkan perannya dengan sangat baik. Ia berlagak polos dan baik hati, membuat orang-orang semakin membelanya.
"Orang seperti ini Alfa yang bawa? Cepat panggilkan Alfa kemari!" perintah Merlin.
Tentu saja Merlin sangat murka, mengingat acara malam ini merupakan pameran busana koleksi terbaru miliknya yang sudah dua bulan dipersiapkan dengan sangat matang. Apalagi gaun yang Sovia kenakan termasuk master piece karyanya. Robekan yang dihasilkan dangat lebar dan tak bisa diselamatkan lagi. Pertunjukan juga sebentar lagi akan dimulai.
"Ada apa ini?" tanya Alfa yang buru-buru berlari setelah ada orang yang memanggilnya. Padahal ia sendiri sedang sibuk membantu menata di bagian busana pria.
"Lihat perbuatan orang tidak jelas yang kamu ajak ke sini!" Merlin menunjuk pada gaun yang Sovia dan Joana kenakan. Kedua gaun itu rusak parah.
"Kenapa bisa begitu?" Alfa sampai tercengang.
"Tadi aku menyapanya, Alfa, tapi sepertinya Irene tidak menyukaiku. Dia langsung menyerang aku dan Joana secara tiba-tiba. Gaun kami dirusak, aku juga didorong sampai jatuh. Benar begitu kan, Joana?"
"Eh, ah, iya ... iya." Joana yang bingung hanya mengiyakan perkataan Sovian.
Irene benar-benar tidak menyangka wanita ular itu bisa berakting sebagus itu. Daripada menjadi model, mungkin ia lebih cocok menjadi seorang pemain drama.
"Kenapa kamu harus membawa orang yang tidak ada kaitannya dengan acara ini sih? Lihat sekarang! Apa yang harus aku lakukan." Merlin terus menggerutu tanpa henti.
Alfa harus menerima imbas dimarahi oleh Merlin. Ia menatap tajam ke arah Irene. Wanita benar-benar membuatnya kesal. Karirnya di dunia fashion bisa hancur dalam semalam hanya karena kekacauan yang Irene sebabkan."
hamish tgh sekarat pun sempat lagi bercium... nyampahhhh