Terjebak Kesalahan Satu Malam

Pagi ini Steven kembali memanggil Prince ke ruangannya. Laki-laki paruh baya itu terlihat sangat marah, dengan sorot mata yang tajam, dia menatap Prince dengan emosi.

"Aku tak menyangka kau akan berbuat serendah ini! Apa salahku sehingga kau tega mengkhianati aku, Prince?" Bentak Steven.

"Saya tidak mengerti maksud, Anda. Tolong jelaskan ada apa?"

"Coba jelaskan apa ini?"  Steven menyodorkan ponselnya yang terpampang jelas foto Prince dan Queen saat di parkiran Kingdom kemarin.

"Dari mana Anda mendapatkan foto ini?"

"Kenapa? Kau ingin menuntut si pengirim karena menyebar fotomu? Sekarang aku tahu ternyata kau orang yang membocorkan rahasia tender kemarin ke Kingdom, kau berhubungan dengan wanita itu." Tuduh Steven.

"Anda salah paham, Pak. Saya bisa jelaskan yang sebenarnya terjadi. Saya kesana untuk melabrak wanita itu karena dia sudah menjebak saya." Sahut Prince.

"Menjebakmu?" Steven menautkan alisnya.

"Iya, sebelum saya tahu dia adalah pewaris Kingdom, kami sempat bertemu dan minum di bar. Saat itu dia membuat saya mabuk dan memanfaatkannya untuk mengorek informasi tentang Emperor. Maafkan saya, Pak! Karena kebodohan saya itu, kita jadi kalah. Tapi sungguh, saya tidak bermaksud untuk mengkhianati Anda. Saya bersumpah demi Ibu saya, saya benar-benar tidak sadar waktu itu." Ungkap Prince jujur, walaupun dia tidak menceritakan semua yang terjadi.

"Licik sekali mereka. Memanfaatkan kecantikan wanita untuk menjebak pihak lawan. Aku akan membalas perbuatan licik mereka itu." Steven menggeram. Dia percaya dengan penjelasan Prince, karena lelaki itu berani bersumpah demi ibunya.

"Sekali lagi saya minta maaf, Pak! Saya berjanji akan melakukan apapun untuk membantu Anda menang." Balas Prince.

"Aku juga minta maaf karena sudah menuduhmu. Kalau begitu kau boleh pergi. Persiapkan berkas-berkas, kita akan kembali bersaing dengan mereka di proyek Tuan Luis. Dan kali ini kita harus memenangkan nya." Ujar Steven.

"Iya. Baiklah, Pak. Saya permisi." Prince mengangguk patuh dan berlalu dari ruangan Steven.

"Kau lihat saja Kenedy. Aku akan membalas perbuatan mu karena berani melakukan ini kepadaku." Steven berbicara sendiri dengan seringai khasnya.

Tiba-tiba Rafael masuk ke dalam ruangan Steven dengan wajah yang berseri-seri.

"Mau apa pagi-pagi begini Prince menemui Papa?" Tanya Rafael. Dia ingin memastikan jika rencananya menyingkirkan Prince telah berhasil.

"Membahas proyek Tuan Luis. Hari ini Prince akan ke Bangkok untuk melakukan negosiasi." Jawab Steven. Dia sengaja tak menceritakan apa yang terjadi kepada sang putra.

"Apa? Prince?" Rafael memekik kaget.

"Kenapa?" Steven memandang selidik.

"Hmmm ... tidak, tidak apa-apa! Kalau begitu aku kembali ke ruangan ku dulu." Rafael gugup.

"Hey, kau ini apa-apaan sih? Datang menemui Papa hanya untuk bertanya tentang Prince. Aneh sekali."

"Tadi aku hanya kebetulan lewat saja, dan melihat Prince keluar dari ruangan Papa. Makanya aku bertanya." Rafael buru-buru pergi sebelum sang Papa mencecarnya dengan pertanyaan lagi.

"Aneh sekali anak itu." Steven geleng-geleng kepala melihat tingkah laku putranya itu.

***

Di dalam ruangannya, Rafael melemparkan semua barang-barangnya. Dia benar-benar kesal mendapati Prince masih bekerja di Emperor.

"Sial! Sial! Selalu saja gagal! Apa sih yang membuat Papa selalu membelanya?" Rafael meremas kuat rambutnya.

"Apa pun yang aku lakukan, tidak pernah bisa membuat si berengsek itu angkat kaki dari sini." Ucap Rafael. Dia teringat rencana yang dia jalankan bersama Elsa.

**

Malam itu setelah menuntaskan hasrat mereka, Elsa memberikan usul kepada Rafael untuk menyingkirkan Prince dari Emperor.

"Apa ide mu, Sayang?" Tanya Rafael.

"Kau harus membuat seolah-olah Prince lah orang yang sudah membocorkan rahasia tender kemarin kepada Kingdom." Jawab Elsa.

"Bagaimana caranya?"

Elsa meraih ponselnya dan menyodorkan foto Queen yang sedang bersama Prince di parkiran Kingdom.

"Kirim ini ke Papamu dan katakan bahwa Prince dan Queen punya hubungan, sehingga Prince mau membocorkan rahasia tender itu. Dan pastikan kau menggunakan nomor lain, agar Papamu berpikir ini kiriman seseorang yang kontra kepada Kingdom, bukan untuk menjatuhkan Prince."

Sudut bibir Rafael melengkung membentuk sebuah seringai. "Kau pintar sekali, Sayang. Aku semakin mencintaimu."

Rafael mengecup singkat bibir Elsa, dan wanita itu hanya tersenyum licik.

"Hmmm ... ngomong-ngomong, kau dapat dari mana foto ini?" Tanya Rafael.

"Dari temanku yang bekerja di Kingdom. Tadi Prince datang dan marah-marah kepada Queen. Sepertinya dia menuduh Queen yang mencuri informasi tender itu. Aku rasa mereka punya hubungan. Sayangnya temanku tidak bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka. Dia hanya memfoto mereka dari jauh saja." Elsa menjelaskan panjang lebar.

"Menarik sekali. Tidak apa-apa, foto ini saja sudah cukup untuk membuktikan jika dia pengkhianat Emperor. Jika rencana ini berhasil, aku akan sangat berterimakasih kepada temanmu itu." Sahut Rafael.

Elsa hanya tersenyum canggung. Dia tak pernah memberitahukan kepada Rafael, siapa teman yang dia maksud itu. Begitu juga sebaliknya. Karena dia ingin mengambil keuntungan dari kedua lelaki ini, apalagi kalau bukan uang.

Malam itu juga, Rafael mengirimkan foto Queen dan Prince ke Steven menggunakan nomor lain sesuai rencana yang di susun Elsa.

"Kita akan segera lihat kehancuran mu, Prince."

Ternyata Jovan yang melihat Queen menarik Prince ke parkiran, mengikuti mereka. Dia berusaha menguping pembicaraan kedua orang itu, tapi tidak bisa karena jarak yang cukup jauh. Akhirnya Jovan merekam serta memfoto Queen dan Prince, tapi Jovan hanya memberikan fotonya saja kepada Elsa. Sedangkan rekamannya masih dia simpan dan akan dia keluarkan jika saatnya tiba.

***