NovelToon NovelToon
Bukan Sekolah Biasa

Bukan Sekolah Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Misteri / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Light Novel
Popularitas:988
Nilai: 5
Nama Author: Vian Nara

Sandy Sandoro, murid pindahan dari SMA Berlian, di paksa masuk ke SMA Sayap Hitam—karena kemampuan anehnya dalam melihat masa depan dan selalu akurat.

Sayap Hitam adalah sekolah buangan yang di cap terburuk dan penuh keanehan. Tapi di balik reputasinya, Sandy menemukan kenyataan yang jauh lebih absurb : murid-murid dengan bakat serta kemampuan aneh, rahasia yang tak bisa dijelaskan, dan suasana yang perlahan mengubah hidupnya.

Ditengah tawa, konflik, dan kehangatan persahabatan yang tak biasa, Sandy terseret dalam misteri yang menyelimuti sekolah ini—misteri yang bisa mengubah masa lalu dan masa depan.

SMA Sayap Hitam bukan tempat biasa. Dan Sandy bukan sekedar murid biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vian Nara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 : Teriakan Sumpah

CTAR!

CTAR!

CTAR! Petir biru milik Lala menyambar dengan cepat dan tidak beraturan—membuat Bora sangat kesulitan.

CTAR! Petir biru dari arah jam dua tiba-tiba menyambar ke arah Bora. Meleset. Telat menghindar beberapa detik saja Bora bisa mati tersentrum.

Ini buruk! Sedari petir birunya aktif, Aku tidak bisa mendekatinya. Aku harus melakukan sesuatu. Kalau tidak salah.. Jika energi besar telah di lepaskan kuncinya dari delapan titik... Maka satu kuncinya. Bagian punggungnya harus aliran di sana aku harus tutup. Tapi, bagaimana caranya aku menotoknya jika tubuhnya di lindungi aliran petir? (Bora berpikir)

"Kesulitan dengan petir?" Nara melemparkan besi-besi kecil yang dia bawa.

JLEP! Satu per satu menancap di tembok-tembok ruangan dan sebagian lagi di tanah.

"Sekarang kau bisa fokus dengan apa yang ingin kau lakukan." Ujar Nara.

"Apa maksudmu?" Bora bingung.

CTAR! Petir Biru menyambar salah satu besi yang Nara lempar.

"Kita sudah ada penangkal petir. Sekarang kau bisa sedikit terbantu." Nara menyeringai.

"Baiklah kalau begitu." Bora berlari cepat melewati besi-besi yang Nara tancapkan.

Satu, dua langkah, Bora semakin dekat menuju Lala.

"Meskipun kamu bisa mendekatiku. Apa gunanya jika tidak bisa menyentuhku!" Lala menyambarkan petir lagi.

CTAR!

CTAR!

Besi-besi itu menghambatku dalam menyambarkan petir. Targetku jadinya memiliki ruang untuk bergerak bebas. (Lala khawatir)

"Kalau begitu, aku potong saja!" Lala membuat dua pisau petir kembarnya kembali, tapi dengan warna dan kekuatan yang sudah meningkat.

SING! Lala menebas salah satu besi kecil.

SING! SING! Lala kembali menebas besi-besi dengan sangat cepat.

"Ini sangat mudah." Lala mengejek.

"Kau benar. Tapi cobalah yang satu ini." Bora menunjuk ke arah atas tanpa menoleh.

WUSH! WUSH! WUSH! WUSH!

Besi-besi panjang dan besar tepat menancap mengelilingi Lala sehingga seperti sedang berada di jeruji.

"Bagus sekali idemu, Nara." Bora terengah-engah. Dia sudah bersusah payah membuat setumpuk tiang besi besar dan panjang terjatuh serta tepat menancap mengelilingi Lala.

"Kalian pikir, kalian bisa menghentikanku?!" Lala mencoba menebas besi-besi di sekelilingnya.

"Tunggu sebentar! Jangan buru-buru." Nara menekan tombol di Jam canggih miliknya.

Drone pensil milik Nara sudah kembali. Jumlahnya lima.

ZUNG~~ Drone berbentuk pensilnya kemudian menembakkan laser energi penahan energi yang membuat Lala tertahan dan kaku tidak bisa bergerak.

"Sekarang atau tidak selamanya." Nara melirik ke arah Bora.

Bora yang mengerti apa yang harus dilakukan dengan cepat menotok satu titik di punggung, dan bagian leher Lala yang akhirnya membuat nya pingsan.

"Kita berhasil. Sekarang kita harus membawa semua tersangka, jika bisa." Ujar Nara.

CING! P menembakkan laser cahaya, tapi memantul kembali.

ZING! P menghindar. Sedari tadi lasernya hanya menjadi senjata makan tuan. Meskipun masih sedikit sempoyongan, dia masih bersusah payah untuk mengalahkanku.

"Sial! Bajingan! Kalau bendanya merepotkan. Pukul langsung saja orangnya!" P berteriak.

ZING! P bergerak cepat ke arahku.

"Enyalah!" Pukulan telak mengenaiku ketika aku lengah.

Aku terpental membentur tembok dengan keras.

Padahal rasa sakit sebelummya belum pulih sepenuhnya.

CING! P menembakkan laser cahaya kepadaku yang sedang kesakitan.

Aku menghindar dengan susah payah. Kemudian berusaha membalas pukulan P yang tadi.

TAP! TAP! TAP! Aku berhasil membuat P terkejut dengan kecepatan waktuku, tapi lawanku lebih cepat.

ZING!

"Gerakanmu menjadi sangat lambat, ya!" P menendang dadaku dengan sangat keras.

DUK! Lagi-lagi aku harus merasakan sakit kembali. Aku terduduk di tumpukan kotak-kotak yang hancur.

"Sepertinya sudah saatnya kau mati." P bersiap menembakkan Laser cahayanya.

CING!

WING! Cahaya laser memantul.

Kak Arlo datang di waktu yang tepat. Dia bahkan sempat menyerap material kaca tebal.

"Kalian memang merepotkan saja." Kal Arlo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku akan melawannya, jadi jangan khawatir." Kak Arlo memasang kuda-kuda.

ZING! P dengan cepat membawaku ke udara dan ingin menghancurkan ku di sana.

DUK! Aku menendang dan berhasil lepas dari cengkraman P.

"Kau ini sangat merepotkan." P menatap dingin kepadaku.

"P! Sudah saatnya kita pergi! Ada informasi bahwa pagi akan datang! Meskipun organisasi kita bisa aman, tetap saja jika warga sekitar sampai mengetahuinya kita juga akan repot!" OB berseru setelah selesai menghajar Bagas hingga pingsan.

"Setelah aku pikir. Kau ini sebaiknya ada di pihak kami. Apa aku harus membawamu?" OB menyalakan puntung rokok.

"Aku tidak akan membiarkannya." Bora dan Nara menghampirinya OB.

"Ohh.. Kalian termasuk si waktu memang sulit di prediksi. Sepertinya kami kalah dan menang di saat bersamaan." OB mengisap rokok.

TING TONG! Pesan dari smartphone OB masuk.

"Semua obat telah selesai di produksi dan di pindahkan. Harap melapor segera ke markas." (Dari PP)

"Baiklah kalau begitu. Aku akan mundur dulu. Obat-obatan sudah kami kumpulkan dan aku juga bawa yang ini." OB membopong B.

ZING!

TAP! TAP! TAP!

BUK! Aku berhasil memukul P, tapi tidak lama.

DUK! Aku terjatuh di dekat teman-teman berdiri.

"Lemah sekali! Sekarang serahkan kemampuanmu!" P siap menembakkan laser cahaya.

"Tugas kita sudah selesai, P. Sebaiknya kita kembali ke markas." OB menghentikan P.

"Jangan coba-coba menghalangiku Pak Tua!" Tatapan OB langsung berubah menjadi sangat menyeramkan dan membuat P merasakan aura yang sangat mengancam.

"Apa aku bilang soal misi? Kau tidak pernah belajar dari kesalahanmu." OB dengan nada datar.

"Baiklah!" P menyerah.

P, OB dan B yang di bopong oleh OB pergi meninggalkan kami berenam termasuk Lala, jika di hitung dengan anak buah bos The bears, ah sudahlah itu tidak penting. Intinya berenam.

"Lawan aku, sial! Apa fungsi ku datang ke sini jika tidak untuk melawan kalian!" Kak Arlo kesal, tapi tidak di tanggapi.

"Sudahlah, Kak! Kak Arlo datang kesini tepat pada waktunya. Kami perlu tenaga untuk menggotong Bagas dan Lala yang pingsan termasuk Sandy yang sudah sulit untuk berdiri." Nara menepuk-nepuk pundak Kak Arlo.

"Aku harus berdiri dan membalasnya." Aku bersusah payah bangkit, tapi di saat aku mulai bangkit... Seketika tubuhku semuanya tidak terkendali seolah semuanya tidak ingin aku gerakan.

BRUK! Aku terjatuh dengan seluruh anggota tubuh yang tidak bisa di gerakan. Mati rasa.

"Efek samping kekuatannya muncul. Hanya beberapa kemampuan saja yang bisa mengakibatkan efek samping setara dengan kemampuannya." Bora mengusap rambutnya.

"Aku hampir lupa dengan itu. Tapi, kata Pak Rolex, efek samping kekuatanku bisa menyebabkan buta dan terpotongnya umur." Rasa sakit di sekujur tubuhku saja belum hilang, tapi sekarang malah di tambah seluruh anggota tubuhku mati rasa.

"Itu memang benar. Ada satu hal yang belum Pak Rolex jelaskan.... Kekuatan waktu atau lebih tepatnya pergerakan cepat seperti tadi, kemampuan apapun pasti efek sampingnya adalah mati rasa dalam jangka waktu beberapa jam, kurang lebih dua jam, karena kau menggunakannya tidak lebih dari dua jam.

"Seperti STROKE, ya?" Nara menebak dengan semangat.

"Benar sekali. Sandy mengalami stroke." Jawab Bora antusias.

"Kalian tolong jangan doakan yang tidak-tidak." Aku mengeluh.

"Sekarang sudah pukul tiga pagi." Nara melihat jam tangan.

"Ada Waktu pulih sebelum kembali ke sekolah. Sebaiknya kita mengantarkanmu ke rumah saja, Sandy." Bora memberi usul.

"Sebentar! Bagaimana dengan Lala dan Bagas? Lalu kemana Bos The Bear?" Tanyaku.

"Bos The Bear akan di bawa ke fasilitas Sekolah untuk di interogasi termasuk Lala. Untuk Bagas juga, bedanya dia hanya akan di rawat di sana." Jawab Bora.

"Siapa yang menangkap Bos The Bear?" Tanyaku kembali penasaran.

"Tentu saja aku. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan kepadanya.. Terutama kasus itu. Dia pasti mengetahuinya." Jawab Nara dengan wajah serius.

...****************...

Waktu yang panjang. Mati rasa suda tidak ada lagi, tapi lebam dan rasa sakit setelah di hajar serta goresan panas cahaya laser P masih terasa.

"Bahkan aku tidak sempat tidur." Aku menguap lebar sembari memakai seragam.

Tidur selama satu jam membuatku pusing tidak karuan. Jam di dinding menunjukkan pukul 06.30 WIB.

Smartphoneku menunjukkan tanggal 30 june. Hari Jumat. Genap sudah satu bulan aku bersekolah di SMA Sayap Hitam yang aneh. Dan bahkan aku sudah banyak menemui misteri, kekuatan, bahkan sampai organisasi jahat. Tidak habis pikir.

Aku menatap cermin mantap meskipun mata panda terlihat jelas. Aku mengambil Roti bungkus lalu berangkat ke sekolah.

"Mengantuk sekali!" Aku berjalan seperti zombie.

DOR!

Nayyara mencoba mengagetkanku, tapi gagal dan justru malah dia yang kaget.

"ZOMBIE!" Nayyara berteriak.

"Loh, Nayyara? Apa itu benar kamu?" Aku menyidik. Pandanganku buram karena mengantuk. Seharusnya aku meminum kopi tadi sebelum berangkat.

"Iya, ini aku. Kamu kok terlihat lesu?" Nayyara memperhatikanku dengan seksama.

"Entahlah" ~~ HOAM~~ "Selaman aku bertarung deng- " Mulutku di tutup paksa oleh Bora.

"Sandy begadang, jadinya seperti ini." Jawab Bora berbohong.

"Apa yang kalian sembunyikan?" Nayyara menyidik. "Kalau tidak salah bukannya semalam kalian itu berjanji keluar malam, nah kemana kalian pergi sampai begadang?"

"Kami bermain di rumahku untuk bermain Playstation. Sandy kalah terus dalam game road fight." Jawab Bora dengan bohong.

Mana mungkin aku akan memberitahukan yang sebenarnya. (Bora di dalam hati)

"Itu tidak baik. Terutama kalian sampai begadangnya lama, itu tidak baik untuk kesehatan." Nayyara sedikit marah.

GRUNG!

GRUNG~~~

Suara knalpot motor terdengar. Knalpot itu sangat bising.

Kami bertiga sudah hampir sampai di sekolah hanya tinggal melewati perempatan jalan raya saja.

"Sandy! Nayyara! Bora! " Suara Beben memanggil.

GRUNG! Beben berhenti di pinggir jalan dengan motornya. Di susul tiga gengnya yang lain, Adit, Rino, dan Genta.

"Tumben sekali, Nayyara jalan kaki. Biasanya kau di antar oleh sopir pribadimu." Tanggal Beben.

"Lagi pengen saja." Ketua Nayyara.

"Bentar! Ini aku tidak salah lihat, kan? Kok ada galon melayang?" Aku menatap helm Beben yang memang galon. Pandanganku masih belum jelas.

"Beben sebaiknya kamu memakai helm yang lebih baik." Nayyara berkomentar.

"Tidak perlu. Lihatlah kami!" Beben bergaya dengan Adit, Rino dan Genta sembari menunjukkan helm mereka masing-masing.

Helm Adit dari bekas gas elpiji. Rino bekas teko air. Genta malah bekas rice cooker.

"Kalian bisa kena tilang, Lo." Bora memperingatkan.

"Mana mungkin." Beben menggelengkan telunjuknya.

"Lihat ada polisi di sana!" Beben menunjuk ke arah polisi tersebut lalu dengan sengaja menghampirinya sembari menaiki motor.

"Perhatikan bahwa aku akan baik-baik saja dengan helm ini." Beben menjalankan motornya.

PRIT!

"Kok bisa pak?" Beben heran.

"Keselamatanmu tidak terjamin dengan helm galon itu." Pak polisi mencatat di sebuah note.

"Ini inovasi pak! Helm bagus sekarang itu suka banyak yang mencurinya!" Protes Beben.

"Saya tidak peduli. Pokoknya saudara saya tilang!" Tegas Pak polisi.

Beben menatap ke arah ketiga temannya yang lain dan malahan mereka bertiga sudah memakai helm biasa.

Untung bawa cadangan (Adit, Rino, Genta serentak di dalam hati)

Beben tersenyum,.tapi terluka. (Teman-teman ****** )

Setiap pelajaran tidak bisa aku fokus untuk mempelajarinya. Aku sangat mengantuk dan juga terus berpikir untuk menemukan cara mengalahkan P. Kemampuan cahaya miliknya sangat merepotkan dan juga lebih cepat.

PLAK! PLAK! Aku menampar pipiku berkali-kali.

"Kamu kenapa, Sandy?". Nayyara bertanya heran sembari mengeluarkan bekal makan siang miliknya.

"Tidak ada apa-apa." Aku sudah kembali normal untuk sesaat.

"Jika ada sesuatu yang mengganggumu, jangan terlalu di pikirkan. Nantinya malah akan menjadi beban untukmu sendiri. Cukup bulatkan saja tekadmu dalam mencari solusi untuk masalah itu." Nayyara menanggapi.

"Gadis yang memiliki kemampuan menghilangkan juga akan di incar." Aku jadi teringat perkataan itu.

Aku bahkan tidak bisa mengalahkan P dan membuatnya terluka parah jangan itu, luka saja hanya sedikit sekali.

Aku menatap awan di antara langit biru yang membentang luas tanpa batas di seluruh dunia.

Aku berpikir dan terus berpikir.

Aku bukan Nara yang selalu bisa menyelesaikan masalah dengan logikanya.

Aku bukan Bora yang bisa tenang menghadapi situasi.

Aku bukan orang hebat. Meskipun kemampuanku itu hebat, apa gunanya jika aku tidak bisa melindungi orang-orang yang berharga dalam hidupku? (Aku mengepalkan tangan kuat-kuat)

Sekolah ini sudah memberikan kesan yang baik untukku. Membuatku mulai lupa tentang masa laluku.

*Aku payah. Sun*gguh-sungguh payah. Aku membiarkan diriku di kalahkan begitu saja oleh dia. Aku mengingat wajah menjengkelkan P.

"Kamu tahu,. Sandy? Bisa menjadi orang yang berkemampuan spesial seperti kita ini adalah anugerah. Meskipun kekuatan itu menyeramkan segala macam, tapi perlu kamu ketahui itu adalah sebuah tanda bahwa kita memang di takdirkan istimewa dan bisa membawa sesuatu yang berguna di masa depan kelak." Nayyara bangkit dari duduknya dan menghampiriku yang sedang berdiri di dekat pembatas atap sekolah. Rambut pendeknya lucu sekali ketika tertiup angin.

"Satu lagi. Ketika kamu mempunyai masalah.. Sebaiknya kau ceritakan dan bagikan ekspresimu kepada orang-orang yang kamu percaya." Nayyara tersenyum kepadaku.

Dia benar. segala sesuatu pasti ada gunanya.

"Kamu benar, Nayyara. Maaf sebelumnya aku sedang banyak pikiran sehingga banyak tidak meresponmu." Kataku.

"Aku bersumpah!" Aku memegang Tangan Nayyara.

"Aku bersumpah akan menjadi lebih kuat dan lebih hebat agar bisa melindungimu. Selain itu, kedamaian dunia tanpa penindasan yang di bicarakan itu... A-aku akan... Aku akan.... Mendapatkannya!" Aku berseru kencang hingga suaraku terbawa angin.

1
Vian Nara
menarik
sang kekacauan
lanjut
sang kekacauan
kalau 80 berapa ro aku mulai aktif membaca kembali
sang kekacauan
nggak konsisten
Vian Nara: Maaf ya, karena sulit untuk konsisten bagi saya karena saya mengidap penyakit mental yang di mana lamuna sedikit saja sudah membuat cerita yang baru serta kompleks jadinya sulit /Frown/
sekali lagi mohon maaf
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!