NovelToon NovelToon
Majikanku Ayah Anakku

Majikanku Ayah Anakku

Status: tamat
Genre:Keluarga
Popularitas:2.6M
Nilai: 4.9
Nama Author: el nurmala

Alby dan Putri adalah dua remaja yang tumbuh bersama. Kedua orang tua mereka yang cukup dekat, membuat kedua anak mereka juga bersahabat.

Tidak hanya persahabatan, bahkan indahnya mahligai pernikahan juga sempat mereka rasakan. Namun karena ada kesalahpahaman, keduanya memutuskan untuk berpisah.

Bagaimana jika pasangan itu dipertemukan lagi dalam keadaan yang berbeda. Apakah Alby yang kini seorang Dokter masih mencintai Putri yang menjadi ART-nya?

Kesalahpahaman apa yang membuat mereka sampai memutuskan untuk berpisah?

Simak cerita selengkapnya ya...
Happy reading.

------------
Cerita ini hanya fiksi. Jika ada nama, tempat, atau kejadian yang sama, itu hanya kebetulan semata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el nurmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pertemuan yang tidak disengaja

Happy reading...

Malam mulai merangkak, pasien di ruang IGD juga tak banyak. Alby yang sedang berdiri di samping bagian informasi menatap haru pada seorang ayah yang sedang memangku putranya yang sedang menangis.

Perasaannya mulai berkecamuk saat membayangkan keadaan Putri dan Alfi selama ini. Apa Putri mampu membawa Alfi berobat ke dokter bila anak itu sedang sakit?

Alby merogoh ponsel dalam saku jas putihnya. Ditatapnya wajah ceria Alfi yang berhasil diabadikannya siang tadi. Selama ini Alfi hidup serba kekurangan. Hingga hal kecil seperti bermain di arena permainan saja sudah bisa membuatnya terlihat sangat bahagia.

"Kalau ada Ayah, Mama Alfi kan tidak usah bekerja."

Ucapan Alfi terngiang di telinga Alby. Banyak hal yang menjadi tanya dalam benak dokter muda itu. Pertanyaan yang selama ini ia simpan karena dianggap percuma saja mencari tahu jawabannya.

Sebelumnya, Alby memang sengaja jarang pulang ke desa. Bahkan di hari raya ia memilih untuk berdiam diri mencari kesibukan di universitas. Ia bertekad hanya akan pulang jika gelar dokter sudah disandangnya.

Beberapa tahun yang lalu Alby memutuskan pulang. Berharap bisa melihat penyesalan di wajah Putri karena telah lancang menghianatinya.

Namun ia harus kecewa karena ternyata Putri sudah tidak ada di desa. Bahkan ia baru tahu bahwa Pak Aming sudah lama meninggal dunia dan semua harta benda milik keluarganya habis dijual tak bersisa.

Tidak ada yang tahu kabar keberadaan mereka. Bahkan Arif bungkam saat ditanya perihal kepergian Bu Rita dan istrinya dari desa itu. Ketidak beradaan Noval membuatnya berasumsi bahwa Putri menikah dengan Noval dan membawanya ke kota, tentunya dengan membawa serta mertuanya.

Nyatanya apa yang ia lihat sekarang jauh berbeda. Noval tidak menikahi Putri dan ada anak bernama Alfi yang menyebut dirinya sebagai ayah kandungnya.

Kebenaran seperti apa yang tidak diketahui Alby. Hingga ia tidak tahu telah memiliki seorang putra seumur Alfi.

***

Hangatnya mentari pagi ini membawa semangat tersendiri bagi sebagian insan di muka bumi. Tak terkecuali anak-anak yang merupakan teman Alfi. Mereka berencana menikmati akhir pekan dengan bermain bola. Anak-anak itu sudah berkumpul di luar menunggu Alfi yang masih di kamar mandi.

"Al, cepetan!" seru beberapa orang hampir bersamaan.

"Iya, ini juga udah. Ma, Alfi main bola ya." Pamitnya dengan langkah yang tergesa-gesa.

"Hati-hati ada motor," ujar Putri yang sedang menjemur pakaian.

"Iya, Ma." Sahutnya.

"Main bola di mana?" tanya Abim yang berjongkok sambil menyesap sigaret.

"Di jalan komplek, Om. Mau ikut?" tawar Alfi.

"Nggak ah. Sebentar lagi Om mau pergi," sahut Abim lalu melambaikan tangannya pada Alfi yang berlalu.

Tatapan Baim beralih pada Putri. Wanita yang sedari awal kedatangannya sudah mencuri perhatiannya. Wanita cantik sederhana namun sulit untuk mendapatkannya.

"Nggak kerja, Put?"

"Libur, Mas."

"Ibu catering di mana?"

"Ibu juga libur. Sedang ke pasar dengan Bu Sari," sahut Putri tanpa menoleh.

Putri merasa canggung hanya berdua dengan Abim walaupun mereka tidak sedang berada di dalam rumah. Beberapa kali ia menolak perasaan pria itu dan merasa tak nyaman jika harus bicara empat mata.

"Put, ikut touring yuk besok." Ajaknya.

"Enggak, Mas. Terima kasih," tolak Putri.

Abim menoleh tanpa ekspresi, pria itu kembali menyesap sigaretnya. Jawaban Putri sesuai dengan perkiraannya. Dua orang tetangga Putri keluar sambil menjinjing ember berisi cucian. Mereka ke sana juga untuk menjemur pakaian.

"Nyuci, Bin?"

"Iya, Put. Mumpung libur, besok aku disuruh kerja. Majikanku ngajak ke luar kota momong anaknya," sahut Bina.

"Eh ada Mas Abim. Nggak jalan-jalan, Mas? Cerah begini sayang lho kalau cuma diam di rumah," ujar Bina.

"Putrinya juga nggak mau kuajak, Bin." Sahutnya datar.

"Kenapa, Put? Kamu libur beberapa hari apa nggak bosan di rumah terus? Ada yang ngajak jalan-jalan kok nggak mau," delik Bina.

Putri hanya tersenyum menanggapi. Ia pamit masuk ke dalam karena pakaiannya sudah dijemur semua.

***

Sorak sorai anak-anak mengalihkan perhatian pria yang sedang terengah dengan langkah besarnya. Tanpa sengaja ia melihat sebuah bola yang membumbung tinggi mengarah padanya. Dengan sigap pria itu menggerakkan kakinya menendang bola.

Ia terkesiap saat seorang anak dengan mudahnya menangkap bola yang dikembalikan olehnya. Pria itu kemudian mengacungkan ibu jarinya ke arah anak itu.

"Kak, sini main sama kita!" seru seorang anak.

"Oke." Sahutnya sambil melangkah mendekati anak-anak.

Dengan mudah pria muda itu berbaur dengan anak-anak. Mereka tak segan berseru dan memekik pada pria tersebut. Gelak tawa terdengar saat seorang anak merayakan kemenangannya dengan gaya selebrasi yang lucu. Sambil berselonjoran, mereka terduduk di jalanan beraspal.

Tanpa disadari siapapun, pria itu memperhatikan rupa anak yang tadi menangkap bola. Senyum dan raut wajah anak itu terasa tak asing baginya.

"Nama kamu siapa?" Tanyanya.

"Alfi, Kak."

"Kakak namanya siapa?" tanya seorang anak lainnya.

"Arif," sahut pria itu.

"Rumah kakak di mana?" tanya Alfi.

"Di blok H. Kalian tinggal di mana?"

"Di gang itu, Kak." Tunjuknya.

"Kenapa main di sini, memangnya nggak ada lapanan?"

"Ada, Kak. Tapi jauh banget. Kenalan dong, Kak. Namaku Acil," ujar anak itu.

"Nggak nanya!" seru seorang temannya dan disambut gelak tawa yang lain.

"Oke, kita kenalan semua. Siapa tahu ketemu di jalan, iya kan?" ujar Arif di sela tawanya. Anak-anak dengan senang hati bersalaman dengan kenalan baru mereka.

***

Di tempat lain, Siska ditemani adik iparnya sedang menjelajahi pasar terdekat yang ada di sana. Ira dengan senang hati mengantar dan menunjukkan di mana saja ia biasa membeli kebutuhannya.

"Kalau hari Sabtu sama Minggu di sini rame, Mbak."

"Kalau orang di desaku nyebutnya 'pasar tumpah', Ra."

"Iya, Mbak. Di sini juga sama. Kesana yuk! Biasanya ada yang jual yang ayam kampung." Ajaknya.

"Ayo, hari ini kita buat opor ayam kampung. Sepertinya enak ya?"

"Mantap, Mbak."

Dua wanita paruh baya itu berjalan menerobos orang-orang yang berdesakan. Jika libur begini, pengunjung pasar memang sudah lumrah bila lebih ramai dari biasanya.

Keberadaan para penjual di pinggir jalan juga membuat para pejalan kaki harus rela mengalah pada para pembeli. Kemacetan pun tidak dapat dihindari, membuat suasana pasar semakin ramai dengan suara klakson yang saling bersahutan.

"Berapa ini satu ekor, Mas?"

"Tergantung besarnya, Bu."

"Yang ini berapa?"

"Itu enam puluh ribu," sahut penjual itu.

"Setengah bisa ya, Mas."

"Nggak bisa, Bu. Harus satu," sahut penjual itu datar.

"Kita bagi dua aja, Mbak."

"Boleh. Sari, kamu aja yang milih. Nggak bisa kurang harganya, Mas?"

"Sudah murah ini, Bu. Ayo, ayam kampungnya Bu-ibu!" seru penjual itu sambil memasukan ayam yang sudah dipilih pembelinya ke dalam kantong plastik.

"Ini uangnya, Mas. Terima kasih."

"Mas, saya mau yang ini."

"Siap. Eh Ibu, mau berapa ekor?" tanya penjual itu ramah.

"Berapa, Mbak?" tanya ibu itu sambil menoleh.

"Hmm, dua aja."

"Ira juga dua. Ayo pilih, Mbak!"

Siska dan Ira pun memilih ayam yang akan mereka beli. Sementara wanita yang hendak berlalu dari kios ayam kampung itu menatap tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya.

"Ayo, Mbak! Kita cari sayurannya," ajak Sari, menyadarkan keterpakuan wanita itu.

"I-iya, ayo." Sahutnya tergagap.

Sekali lagi ditolehnya wanita yang masih memilih di kios ayam. Mencoba meyakinkan rasa tak percayanya yang belum hilang.

Bu Siska ada di kota ini. Apa aku nggak salah lihat? Batinnya.

1
💃🏻
Noval lbh manly cocok karakter alby
💃🏻
Jijik bgt kelakuan intan, dokter dg kode etiknya tp etikanya minus/Puke/
Safa Almira
bagus
Mesri Sihaloho
bagus sih jujur aja pada Alfi
Mesri Sihaloho
pasti si Noval,,pak dokter terlalu lambat masa tidak mau cari i formasi tentang putri..lamban kau pak dokter
rahma hartati
Cerita Bodoh Bin Tolol Lihat si Putri ini..
Boleh tdk tamat sekolah tp Jangan Mau di Goblokin Lelaki.. Apa lg Mantan Suami yg Gak Jelasa Statusnya.
Di katakan Mantan Suami, Nikahnya masih Nikah Sirih, bukan Nikah Syah Secara Hukum Negara.
Oh Putri Goblok, Mudah x memaafkan..
Rika
bagus
Maura
👍🙏
Pras Tiyo
Luar biasa
bunda DF 💞
sika bgt sm ceritanya. 😍😍😍
Maizaton Othman
Cerita rakyat,kisah kehidupan yg nyata,nama &watak yg sesuai,alur cerita bersahaja,santai,konflik sederhana dan masuk akal,tahniah.
Nanik Lestyawati
keren
Irra Ajahh
wahhhhh,,, sos sweet bngt
aku suka cerita nya gx bertele2 terus bisa saling memafkan
sukses buat author nya,,, semangatt
Irra Ajahh
cerita ny bagus
Julia Juliawati
bagus ceritanya ka
Atika Darmawati
ya ampun gak tau si Alfi... papa nya lg kejar setoran pompa trssss...
MASTER Rexo1Ming
hai
Atika Darmawati
ok
Sri Wahyuni
bagus ceritanya
Novaz Yanti
Lumayan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!