Sekuel dari Bunga dan Trauma.
Jelita Anindya memutuskan pindah ke desa tempat tinggal ayah dari papanya, sebuah desa yang dingin dan hijau yang dipimpin oleh seorang lurah yang masih muda yang bernama Rian Kenzie.
Pak Lurah ini jatuh cinta pada pandangan pertama pada Jelita yang terlihat cantik, anggun dan tegas. Namun ternyata tidak mudah untuk menaklukkan hati wanita yang dijuluki ‘Iced Princess’ ini.
Apakah usaha Rian, si Lurah tampan dan muda ini akan mulus dan berhasil menembus tembok yang dibangun tinggi oleh Jelita? Akankah ada orang ketiga yang akan menyulitkan Rian untuk mendapatkan Jelita?
follow fb author : mumuyaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumu.ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jodoh Pasti Bertemu
Malam itu udara di desa terasa lebih dingin dari biasanya. Lampu teras rumah Kakek Doni memancarkan cahaya kuning redup, membentuk bayangan panjang di tanah yang masih lembap setelah hujan maghrib tadi. Baru saja Kakek Doni menutup pintu belakang, suara motor berhenti pelan di depan pekarangan. Suara itu terlalu familiar untuk beliau acuhkan.
Kakek Doni menghela napas panjang sebelum akhirnya berjalan membuka pintu depan.
Di luar, Rian berdiri dengan wajah letih dan mata merah seperti menahan berbagai emosi sekaligus.
“Assalamu’alaikum, Kek…” sapanya lirih.
“Wa’alaikumsalam.” Kakek Doni berdiri di ambang pintu, tidak membiarkan Rian langsung masuk. Bukan bermaksud untuk mengusir, namun lebih ke menahan, seperti memberi batas yang jelas.
Rian menunduk dalam, suaranya bergetar. “Saya… saya mau ketemu Jelita, Kek. Hanya sebentar saja.”
“Tidak bisa,” jawab Kakek Doni lembut namun tegas.
Rian mendongak pelan, ekspresinya campur antara cemas dan putus asa. “Saya cuma mau jelasin ke dia… Saya juga mau minta—”
“Rian,” potong Kakek Doni, masih tenang. “Jelita sudah terlalu banyak mendengar hal yang tidak baik hari ini. Dan itu sudah lebih dari cukup membuat kepalanya berat.”
Rian terdiam, menatap lantai. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan napas yang terasa sesak di dadanya.
“Saya minta maaf, Kek…” Suara Rian pelan, namun beban yang ia pikul jelas terasa berat.
“Saya minta maaf atas apa pun yang sudah terjadi hari ini. Saya nggak nyangka semuanya bakal jadi seperti ini. Saya… saya benar-benar nggak niat bikin Jelita ikut kena. Saya salah, Kek. Saya bodoh.”
Kakek Doni memperhatikan Rian dengan mata tua yang bijaksana dan hangat. “Kamu tidak salah secara langsung, Nak. Tapi kamu tahu sendiri, hidup ini kadang tidak adil. Satu kesalahan orang lain bisa jatuh ke pundak orang yang sama sekali tidak tahu apa-apa.”
Rian menelan ludah, berat. “Tapi saya tetap merasa bersalah, Kek.”
“Wajar. Itu tandanya kamu masih punya hati,” jawab Kakek Doni datar.
Hening sejenak. Hanya suara jangkrik dan hembusan angin yang terdengar.
Kakek melanjutkan dengan nada sedikit lebih pelan, namun terdengar tegas.
“Tapi malam ini… biarkan Jelita beristirahat. Biarkan dia bernapas. Dalam hidupnya, dia tidak pernah berada di posisi seperti ini.”
Rian menatap kakek Doni, bingung namun mendengarkan.
“Seumur hidupnya,” lanjut Kakek, “Jelita tidak pernah menjadi pusat perhatian banyak orang. Tidak pernah jadi bahan gosip, apalagi yang berhubungan dengan percintaan. Dia itu gadis yang tenang, tertutup, dan hidupnya sederhana.”
Kakek Doni menarik napas panjang sebelum melanjutkan.
“Sekarang orang-orang bicara macam-macam tentang dia. Ada yang bilang dia orang ketiga. Ada yang bilang dia penyebab retaknya hubunganmu dengan Nadya, yang padahal tidak pernah ada hubungan apa-apa antara kamu dan Nadya.”
Rian mengepalkan tangan lebih kuat, rahangnya mengeras. “Gosip itu nggak benar… sama sekali nggak benar. Rian tidak pernah ada hubungan apapun dengan Nadya, Kek,” gumamnya dengan suara pahit.
“Ya, Kakek tahu,” balas Kakek Doni datar. “Tapi orang-orang tidak peduli kebenarannya. Mereka peduli apa yang mudah dipercaya dan mudah diucapkan sebagai bahan omongan.”
Rian tidak bisa berkata apa-apa. Hanya rasa sakit dan bersalah yang tumbuh dalam diamnya.
“Nak,” ucap Kakek Doni lagi, suaranya melembut. “Kalau kamu sungguh-sungguh peduli pada Jelita, hormati ruangnya. Jangan paksa dia menghadapi semua ini malam ini. Tidak semua luka bisa disembuhkan dengan penjelasan cepat.”
Rian menunduk dalam-dalam. “Saya… saya takut, Kek. Takut dia menjauh dari saya. Takut dia nggak mau dengar saya lagi.”
Kakek Doni menatapnya lama. “Nak Rian… cinta bukan cuma soal keberanian mendekati. Tapi juga keberanian menjaga. Termasuk menjaga hati seseorang dengan cara memberi waktu.”
Rian memejamkan mata. Kata-kata itu terasa tepat menamparnya.
Lalu Kakek Doni menambahkan satu hal lagi yang membuat Rian terdiam membeku.
“Dan kalau memang kamu menyukai perempuan… siapa pun itu… kamu harus tegas. Jangan biarkan orang lain memanfaatkan kebingunganmu untuk melukai orang yang sebenarnya kamu jaga.”
Rian mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. “Saya ngerti, Kek…”
“Kalau kamu serius,” ujar Kakek Doni, “tunjukkan dengan perbuatan. Bukan hanya kata-kata. Tapi untuk malam ini… pulanglah dulu.”
Rian menatap ke arah dalam rumah. Biasanya dari posisinya saat ini, ia bisa melihat Jelita yang keluar dari kamarnya. Namun… pintu itu kini tertutup rapat oleh sang pemilik.
Perlahan, ia mengangguk.
“Iya, Kek. Saya pulang dulu.”
“Bagus,” jawab Kakek Doni.
Rian melangkah mundur, menatap rumah itu sekali lagi. Rumah yang di dalamnya ada sosok perempuan yang ia takut kehilangan.
“Kek…” panggilnya lirih sebelum benar-benar pergi. “Tolong jaga Jelita… untuk saya.”
Kakek Doni tersenyum kecil, lembut namun penuh makna. “Kakek selalu jaga dia. Tinggal kamu pikirkan… apakah kamu juga mau menjaganya suatu hari nanti.”
Rian menunduk hormat, lalu berbalik meninggalkan halaman rumah itu, membawa pulang rasa sesak, penyesalan, dan ketakutannya sendiri.
Malam itu, untuk akhirnya Rian menyadari. Perasaannya pada Jelita jauh lebih besar dari yang ia bayangkan.
“Tunggu aku, Jelita,” gumamnya.
Rian naik ke atas motornya dan mulai menyalakan kendaraannya itu. Sekali lagi, sebelum dirinya meninggalkan rumah itu, ia perhatikan sekali lagi dengan pandangan kesedihan dan kerinduan.
Rian menarik nafas panjang, lalu kemudian mulai melajukan motornya perlahan, meninggalkan pekarangan rumah Kakek Doni.
Kakek Doni melihat kepergian Doni dengan perasaan miris dan prihatin.
“Kalau kalian memang berjodoh, pasti akan dipersatukan.”
*****
Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku 'kan memilikimu
Jodoh pasti bertemu 🎶🎶🎶
cabe setan 1 kg 90
rawit 1 kg 70.... ya allah.....😭😭😭😭😭 bawang merah 1 kg 50
Rian harus siapkan mental menghadapi papa Fadi dan kakek Doni
😁
Pak Lurah tolong ya diperjelas, statusnya Nadya buat pak Lurah itu apa. Jangan sampai warganya bergosip lagi lho😂