Laura Carter adalah seorang nona muda yang memiliki kehidupan sempurna, hingga suatu hari ia di diagnosa mengidap kanker stadium akhir. Usianya hanya bisa bertahan selama enam bulan.
Bukannya merasa terpuruk Laura memutuskan untuk menikmati sisa waktu yang dia punya bersama sang kekasih, Dokter Shinee.
Namun siapa sangka pria yang selama ini jadi belahan jiwanya adalah suami wanita lain. "Dasar badjingan," umpat Laura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDB Bab 21 - Saya Bersedia
"Kita pergi sekarang," ucap Shinee dan menghentikan semua pembicaraan diantara mereka.
Pada akhirnya Dicky tak mampu berbuat banyak, meskipun isi kepalanya berisik sekali ingin menghentikan semua kegilaan ini. Namun sekali lagi dilihatnya Shinee yang mengurus Laura dengan baik. Hatinya mencelos sendiri, di tiap sisi terasa tak baik untuk Dicky. Menurut pada Shinee ataupun patuh pada tuan Nickolas.
Dua mobil beriringan menuju toko gaun pengantin di tengah-tengah kota. Sepanjang perjalanan Laura juga tak menyangka jika jalan hidupnya akan jadi seperti ini. Memang benar bahwa dulu Laura pernah membayangkan akan menikah dengan Shinee, tapi bukan dengan cara seperti ini.
Pernikahan yang Laura impikan adalah pernikahan yang membahagiakan untuk semua orang, untuknya dan juga seluruh. Keluarga.
Tapi ternyata pernikahan impian itu tidak akan pernah Laura dapatkan. Meskipun masih menikah dengan Shinee, tapi kini pernikahan ini seolah dibalut oleh luka. Pernikahan diam-diam tanpa adanya perayaan.
"Lau, jangan melamun terus. Nanti aku akan pilihkan gaun paling bagus untukmu," ucap Celine dengan antusias, dia duduk di depan bersama Rama. Sementara Laura dan Shinee ada di bagian belakang berdua.
Dicky mengemudi sendirian di belakang.
Sungguh, meskipun ini adalah pernikahan yang mendadak namun Celine ingin membuat semuanya tetap sempurna untuk sang sahabat. Dan mendengar suara Celine yang antusias, Laura akhirnya tersenyum juga. Dia tak ingin dikasihani jadi harus terus terlihat baik-baik saja.
"Ini adalah pernikahan ku, jadi aku akan memilih gaun pernikahan ku sendiri," balas Laura.
Shinee yang mendengar kalimat itupun terenyuh hatinya. Ada perasaan bersalah yang bersarang di dalam hati Shinee, karena harus memberi pernikahan seperti ini pada gadis yang paling dia cintai.
Shinee kemudian memberanikan diri untuk menyentuh tangan Laura dan digenggamnya erat. Tapi beberapa detik kemudian, Laura menarik tangannya sendiri hingga genggaman tangan mereka terlepas.
Setelah diperjalanan beberapa saat akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Shinee membawa Laura menuju ruangan VIP untuk memilih gaun-gaun pernikahan terbaik di toko ini. Sekali lihat Laura langsung menemukan gaun pilihannya.
Gaun pengantin berwarna putih yang terlihat sederhana, tidak mewah namun sangat indah. "Aku pilih ini," ucap Laura.
"Kamu akan terlihat sangat cantik menggunakan gaun ini," balas Shinee.
"Mari Nona, saya bantu anda untuk menggunakannya," ucap sang manajer toko.
Laura mengangguk dan mereka menuju ruang ganti, tirai panjang ditutup rapat saat Laura telah memasuki ruangan tersebut.
Shinee dan Celine menunggu dengan tidak sabaran, butuh beberapa menit sampai akhirnya tirai dibuka dan menunjukan Laura yang telah menggunakan gaun pengantin pilihannya tersebut.
"Astaga Lau, kamu cantik sekali," puji Celine yang jadi gemas sendiri. Dia mengambil ponselnya dan memfoto Laura banyak-banyak, menyimpan semua kenangan indah yang mereka punya.
Sementara Shinee justru terpaku melihat sang kekasih, Laura sangat cantik hingga membuatnya terpana.
"Shinee! cepat sana, biar ku foto bersama Laura!" titah Celine tanpa sadar, kini jadi terlanjur memanggil Shinee dengan nama saja, tak ada embel-embel Kak.
Tanpa kata Shinee menuruti perintah Celine tersebut. Shinee melangkah pelan ke arah Laura, seolah setiap langkah yang diambilnya terasa begitu sakral. Cahaya lampu dari langit-langit toko memantul di gaun putih Laura yang sederhana namun elegan, terlalu indah bahkan untuk hari yang diselimuti getir.
Laura berdiri diam, menatap pantulan dirinya di cermin besar di depan. Sesaat ia seperti melihat sosok lain, dirinya yang dulu, yang bermimpi tentang pernikahan yang dikelilingi tawa keluarga dan bunga mawar putih. Tapi kini yang menatapnya balik dari balik cermin hanyalah seorang wanita yang mencoba kuat di tengah rasa sakit.
Shinee berhenti tepat di hadapannya. “Kamu terlihat luar biasa,” ucapnya pelan.
Laura tersenyum samar, “Ya, luar biasa untuk wanita yang hidupnya tinggal menghitung waktu, bukan?”
Shinee menarik napas dalam, menahan rasa perih di dadanya. “Berhenti bicara seperti itu, Laura. Aku tidak akan biarkan kamu menyerah pada takdirmu sendiri.”
Laura menatap Shinee lama, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak menyerah, Shinee . Aku hanya realistis. Tapi…” senyumnya sedikit melembut, “Aku tidak akan menolak untuk bahagia, bahkan jika bahagia itu hanya bertahan sebentar. Gaun ini memang sangat indah," ucapnya.
Celine yang berdiri di sisi kanan langsung menyela dengan wajah bersemangat, menahan air mata yang sudah menggenang. “Oke, cukup kata-kata melankolisnya. Ayo kalian berdiri berdua di depan cermin, biar aku ambil foto yang bagus!”
Laura menatap Celine dengan pandangan geli. “Kamu seperti fotografer dadakan.”
“Diam, ini momen penting, Lau. Siapa tahu kamu tiba-tiba berubah pikiran dan kabur,” goda Celine dengan nada bercanda yang justru membuat udara sedikit lebih ringan.
Shinee berdiri di samping Laura, tubuh mereka hanya berjarak beberapa senti. Saat pandangan mereka bertemu di cermin, Laura merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan, antara cinta yang tulus, benci dan rasa takut akan kehilangan yang tak bisa dihindari.
Klik!
Celine mengambil foto pertama.
Klik lagi.
Ia mengambil yang kedua, lalu ketiga.
“Perfect! Kalian seperti pasangan di film romantis yang tragis gitu,” celetuk Celine.
Rama yang berdiri di belakang langsung menegurnya, “Jangan bawa-bawa kata tragis, Nona Celine.”
Celine mendengus, “Ya maaf, refleks.”
Sementara itu Shinee menatap Laura dari samping, lalu dengan suara pelan ia berbisik, “Mulai hari ini, kamu tidak akan sendiri lagi. Aku akan selalu ada, di samping mu."
Laura menatapnya balik dan kali ini bukan dengan air mata, tapi dengan mata yang tajam. “Jangan hanya bicara tapi buktikan. Aku bukan tipe wanita yang butuh janji.”
"Akan aku buktikan," balas Shinee.
Tak lama kemudian, mereka keluar dari ruang fitting. Celine sudah lebih dulu sibuk dengan ponselnya, memesankan kue kecil untuk upacara sederhana setelah ini. Dicky masih duduk di kursi ruang tunggu dengan ekspresi yang sulit dijelaskan, antara marah, sedih, dan pasrah.
Masih di toko yang sama Laura merias dirinya agar lebih sempurna, bahkan memasang veil tipis di rambutnya.
Shinee memperhatikan dalam diam, ada sesuatu yang membahagiakan sekaligus menyakitkan di dadanya ketika melihat Laura tersenyum seperti itu, senyum yang bukan dibuat-buat, meskipun mereka berdua tahu betapa rapuhnya waktu.
“Shinee ,” panggil Laura tanpa menoleh, “kamu yakin mau menikahi pasien sekarat?” Nada suaranya ringan tapi setiap katanya menggigit.
Shinee melangkah pelan menghampiri. “Aku tidak pernah lebih yakin dari ini,” jawabnya tulus.
Celine memutar bola mata. “Kalian ini terlalu drama. Tapi, ya Tuhan, aku masih tidak menyangka melihatmu memakai gaun pengantin, Lau.”
Laura menatap bayangannya di cermin dan tersenyum samar. “Aku juga tidak menyangka."
Hening sesaat, Shinee tak pernah lepas menatap Laura, seolah takut kehilangan setiap detik bersamanya.
Tak lama kemudian, upacara kecil dimulai di sebuah tempat ibadah.
Laura melangkah pelan ke arah Shinee, gaun putihnya bergoyang lembut setiap kali ia bergerak. Tidak ada musik, tidak ada tamu undangan. Hanya ada keheningan, doa, dan cinta yang menolak kalah dari waktu.
Pendeta tersenyum tipis. “Apakah Anda, Shinee Wu, bersedia menerima Laura Carter sebagai istri Anda, dalam suka dan duka, sehat maupun sakit, sampai akhir waktu?”
Shinee menatap mata Laura, “Saya bersedia.”
Pendeta berpaling pada Laura. “Dan apakah Anda, Laura Carter, bersedia menerima Shinee Wu sebagai suami Anda?”
Laura menarik napas panjang, menatap Shinee tanpa kedip. Telah begitu banyak hal yang terjadi diantara mereka berdua, yang pada akhirnya berlabuh di tempat ini. Entah benar atau salah mereka tetap menikah.
“Saya bersedia," jawab Laura.
Tepuk tangan kecil dari Celine dan Rama pecah. Dicky hanya menatap diam, lalu menghela napas panjang seolah melepaskan beban yang tak bisa diungkapkan.
tau padahal Shinee di hiburnya juga
sama celine🤭 nah kalau nanti lihat album satu jangan di kata kurang ajar ya
Shinee karena semua di sana Daddy
Jack mommy Anne dan yang lainnya termasuk Adek nya Shinee 🤭
Dicky juga ada nah itu yang kurang
asam haha,,ga bisa nahan tawa
Shinee berlinang air mata haru sedih
senang campur cendol 🤩🌹👍
Tante kucing cerewet jangan di apa2in papa shineeeeee😆😆😆