"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#21
"Anak baru itu gimana sih? Bisa-bisanya dia pergi saat jam kerja masih belum. berakhir."
"Iya. Dia pikir, ini kantor punya keluarga dia kali ya. Sesuka hatinya saja."
"Hm ... aku rasa, dia sedih tuh gara-gara ditegur sama mbak Ratu tadi pagi. Soalnya, setelah keluar dari ruangan mbak Ratu tadi, wajahnya terus aja murung."
Gosip lagi dan lagi. Gosip itu terdengar di telinga Yunan ketika pria itu baru kembali dari rumah usai makan siang. Dia memperhatikan tempat duduk Zia. Jam istirahat sudah berakhir, tapi Zia masih tidak terlihat. Saat itulah, Yunan semakin yakin kalau yang para karyawannya itu bicarakan adalah Kezia.
"Deswa."
"Ya, tuan muda."
"Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi di kantor pagi ini."
"Baik, tuan muda."
"Hm."
*
Si gesit yang sangat bisa Yunan andalkan dalam segala hal tidak membutuhkan waktu lama untuk tahu apa yang sudah terjadi di tempat tersebut. Bukan hanya yang terjadi pagi ini, yang terjadi tadi malam juga Deswa ketahui secara rinci.
"Tuan muda. Saya sudah tahu apa yang sedang terjadi di kantor sebelumnya."
"Katakan!"
"Nona Ratu memindahkan posisi nona Zia ke staf biasa. Terus, tadi malam, forum kantor heboh gara-gara foto yang nona Ratu kirimkan ke forum."
"Foto? Foto apa?"
"Ini, tuan muda." Deswa meletakkan ponsel ke atas meja yang ada di depan Yunan.
Mata Yunan pun terfokus ke arah layar ponsel tersebut. Di sana, bukan hanya foto yang Yunan lihat, tapi juga chat balasan dari sesama karyawannya.
"Apa maksudnya ini? Kenapa Ratu bisa bertingkah aneh begini? Apa dia memang suka pamer seperti ini?"
"Itu ... saya kurang tahu, tuan muda. Maafkan saya."
"Ah, lupakan saja. Sekarang, panggil Ratu untuk ke ruangan ku. Aku ingin bicara empat mata dengannya."
"Baik, tuan muda."
Deswa bergegas melaksanakan perintah. Ratu pun di panggil ke ruangan Yunan. Awalnya, gadis itu terlihat biasa saja. Tapi setelah melihat wajah Yunan yang sedikit menyeramkan, hatinya berubah tidak nyaman.
"Yu. Ada apa? Apa yang ingin kamu bahas dengan ku?"
"Ratu. Apakah aku sudah tidak dianggap ada lagi sekarang?"
"Apa maksudnya, Yu? Aku tidak pernah berpikir begitu. Aku di sini adalah bawahan kamu.
Aku-- "
"Kamu masih tahu akan hal itu ternyata. Tapi kenapa kamu malah harus mengambil keputusan tanpa membicarakannya padaku terlebih dahulu?"
"Keputusan? Apa? Aku masih tidak mengerti apa yang kamu bicarakan."
"Ratu Calista. General manager perusahaan Lier. Hm. Iya, general manager. Apakah tadi pagi kamu menggantikan posisi seseorang tidak ingat dengan posisi diriku, Ratu?"
Deg. Jantung Ratu seolah berhenti berdetak sesaat. Ternyata, masalahnya adalah tentang Zia. Ratu baru sadar sekarang, rupanya, kedudukan Zia dalam hati Yunan lebih spesial dari yang Ratu bayangkan selama ini.
"Ah, soal itu? Bukannya tadi malam aku sudah membahas masalah pemindahan posisi Zia, Yunan? Lagian, Zia memang tidak layak untuk menduduki posisi tersebut. Dia masih harus belajar dari bawah lagi. Makanya, aku pindahkan saja dia ke staf biasa."
"Lalu, siapa yang layak menurut kamu untuk menduduki posisi itu? Adakah yang lain, Ratu?"
"Itu harus aku seleksi dengan sangat baik. Bukan berarti tidak ada, Yu. Hanya saja, posisi itu penting. Posisi yang selalu berhubungan dengan kamu, jadi, orangnya juga harus lebih bisa diandalkan."
"Wah, jadi menurut kamu, orang yang cocok seperti apa? Kakek-kakek, nenek-nenek, atau emak-emak? Atau, anak kecil yang bisa menduduki posisi itu?"
Wajah Ratu semakin berubah. "Yu. Kenapa ngomongnya malah-- "
"Jangan mencari alasan, Ratu. Jangan campurkan masalah pribadimu ke dalam urusan pekerjaan. Aku memperkerjakan kamu di kantor ku karena kamu punya bakat. Bukan karena kita sudah kenal sejak lama. Satu hal lagi, tolong hilangkan spekulasi karyawan lain tentang aku dan kamu. Jangan buat mereka berimajinasi seolah kita ini cocok bersama. Karena pada kenyataanya, kita hanya sebatas atasan dan bawahan jika di tempat kerja."
"Yunan!" Ratu berucap dengan nada tinggi. Bukan hanya itu saja, Ratu malah langsung bangun dari duduknya. "Kenapa kamu selalu memperlakukan aku seperti ini? Kenapa, Yu? Kenapa?"
"Karena aku tidak ingin memberikan sedikitpun harapan pada orang yang tidak aku inginkan. Satu hal lagi, tadi malam, kita tidak benar-benar datang ke acara amal itu. Tolong jangan berimajinasi lagi."
Wajah Ratu semakin terlihat memerah. Ada rasa marah, sakit hati, malu, kecewa, dan tentu saja juga rasa sedih yang bercampur jadi satu. Semuanya gara-gara kenyataan yang terus Yunan tekankan padanya.
Memang, kenyataannya, tadi malam, Yunan tidak benar-benar ikut ke pesta. Dia hanya datang sampai depan gedung saja. Sedang yang pergi ke pesta masih saja Deswa.
Ratu bukan Zia yang mampu memaksa Yunan menampakkan wajahnya di tengah-tengah keramaian. Ratu bukan Zia yang mampu membuat Yunan rela mengorbankan segalanya hanya demi untuk membuat wanitanya bahagia.
Dan, begitulah kenyataannya. Ratu hanyalah gadis yang Yunan anggap sebagai rekan dan teman. Tidak pula lebih. Keinginan Yunan untuk pergi hanya karena paksaan sang mama. Dan, karena pikirannya yang tidak tenang saat memikirkan tentang Zia. Lalu, saat tiba ke tempat acara pesta, pikiran itu malah berubah kembali.
"Kamu tega, Yunan. Sangat tega."
"Aku tidak tega. Hanya berusaha untuk tetap menjaga kewarasan saja. Menjaga batasan yang seharusnya tetap terlihat, Ratu."
"Kamu tahu aku suka kamu sejak lama. Tapi kenapa-- "
"Ratu. Hati tidak bisa di paksa. Aku tidak suka kamu. Tolong, jangan ubah status pertemanan kita menjadi hal yang tidak nyaman untuk diingat."
"Itu semua gara-gara kamu. Semuanya karena ulah kamu. Kenapa kamu tidak bisa sedikit saja memberikan aku rasa cinta. Hanya sedikit, Yunan. Cukup sedikit saja."
"Jangankan sedikit. Abuk nya saja aku tidak bisa. Ratu, tolong jangan memaksa. Karena hati tidak bisa dipaksakan."
"Siapa bilang hati tidak bisa dipaksa. Aku akan paksa kamu mencintai aku nanti. Kita lihat saja nanti. Tante akan menjodohkan kita. Yunan, kita akan bersama."
Setelah berucap, Ratu langsung beranjak. Yunan pun hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan perasaan yang sedikit dongkol.
"Aku rasa, dia sudah gila." Yunan bergumam pelan.
*
Sore harinya, hujan turun dengan lebar ketika Yunan memilih pulang lebih awal. Bukan tanpa alasan dia pulang. Tentu saja karena sang pujaan hati yang tidak terlihat sejak pergi saat jam makan siang. Hal itulah yang membuat Yunan merasa tidak nyaman di kantor.
"Di mana dia sekarang?"
"Dia? Siapa, tuan muda?"
"Ha? Siapa apanya?"
"Dia yang barusan tuan muda sebut."
"Apa? Barusan? Sepertinya, ada masalah dengan telinga mu, Deswa. Aku gak ngomong apa-apa kok sebelumnya." Yunan membantah dengan sengit.
"Ha? Kok malah jadi kupingku yang bermasalah?" Deswa berucap pelan.