Pertemuan pertama Alana dengan Randy terjadi secara kebetulan, dimana Alana langsung terpesona dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak disangka - sangka, ternyata Randy adalah pemuda yang dijodohkan dengannya oleh nenek mereka berdua karena persahabatan. Namun saat Randy mengajak Alana berbicara empat mata, pemuda itu mengakui bahwa ia telah memiliki seorang kekasih, dan ia bersedia menikahi Alana hanya karena tak ingin mengecewakan neneknya. Pada akhirnya Alana pun terjebak dalam pernikahan yang semu, yang membuatnya harus menyembunyikan cintanya di balik kisah asmara Randy dan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Flowers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENJAUH
Dalam perjalanan pulang dari acara fashion show malam itu, suasana di dalam mobil hening. Alana tidak berani mengajak Randy berbicara karena sejak tadi terlihat moodnya sedang tidak bagus. Randy sendiri masih tidak mengenali perasaannya saat ia melihat Alana terlihat sangat akrab dengan modelnya. Apakah karena kekhawatiran akan terlihat oleh orang lain dan memberi kesan yang tidak pantas atau hanya karena Randy pribadi yang tidak menyukai pemandangan itu. Tapi apa alasannya? pikir Randy bingung.
"Randy, apakah kamu sedang ada masalah?" Alana akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya.
"Tidak ada masalah apa - apa," sahut Randy, "aku hanya lelah."
"Syukurlah kalau tidak ada apa - apa," ucap Alana lega, "nanti di rumah langsung istirahat saja."
Tak lama kemudian mereka telah sampai di rumah. Tak ada lagi percakapan di antara keduanya. Mereka berjalan dalam diam. Randy segera masuk ke dalam ruang kerjanya. Terbayang lagi wajah Alana yang tertawa bersama Eric. Eric sangat tampan, Alana mungkin saja menyukainya, batin Randy. Tidak boleh, jika Alana berpacaran dengan Eric, pasti gosipnya akan cepat menyebar dan nenek akan marah, pikir Randy lagi. Teringat hal itu, Randy kemudian menuju ke kamar Alana. Gadis itu sudah siap tidur dengan piyamanya.
"Ada apa, Randy? Katanya lelah, kenapa belum tidur?" tanya Alana keheranan saat Randy memasuki kamarnya.
"Aku hanya ingin mengingatkanmu, jangan terlalu dekat dengan Eric. Dia adalah model yang sedang naik daun, jadi jika kedekatanmu dengan Eric terdengar orang lain, bisa - bisa nenek juga akan tahu dan marah," ujar Randy menasehati Alana.
"Aku tidak berduaan dengan Eric, tadi ada Delia," jelas Alana.
"Delia?" tanya Randy.
"Iya, tadi kan aku sudah bilang padamu bahwa Delia yang memperkenalkanku pada Eric," ujar Alana, "tapi dia meninggalkan kami untuk mengambil ponselnya yang ketinggalan."
Randy terdiam, seperti berpikir sesuatu.
"Baiklah, kalau begitu aku anggap itu hanya kebetulan saja. Sekarang istirahatlah," ujar Randy sambil melangkah keluar kamar. Ada perasaan lega di hatinya, tapi ada hal yang ingin dia pastikan pada Delia. Karenanya ia pun segera menelepon Delia.
"Kenapa tadi kamu mengenalkan Eric pada Alana?" tanya Randy pada Delia.
"Kenapa, sayang? Apa kamu tidak suka? Bukankah bagus kalau Alana mempunyai pandangan lain daripada matanya selalu tertuju padamu?" tanya Delia.
"Apa maksudmu?" tanya Randy, "jadi kamu sengaja mendekatkan mereka berdua?"
"Ya, tentu saja," jawab Delia, "apa kamu tidak ingat perkataan peramal di pasar malam itu? Ada cinta yang auranya lebih kuat, itu pasti Alana yang menyukaimu."
"Jangan konyol, Delia. Perkataan peramal kamu jadikan dasar untuk mengambil keputusan," omel Randy.
"Ya, bagaimana lagi? Habis kamu dan Alana kemana - mana selalu berdua," ujar Delia, "siapa yang tidak khawatir jika nanti lama - lama kamu juga akan tertarik padanya?"
Randy terdiam, ia tidak menyalahkan pendapat Delia karena sudah merasakan sendiri akibat kedekatannya dengan Alana.
"Sudah, jangan cemburu lagi, mulai besok aku akan menjauh darinya," hibur Randy pada kekasihnya yang sudah mulai merajuk itu, "aku akan menyiapkan sopir pribadi untuk Alana."
"Benarkah?" Delia berteriak kegirangan.
"Asal kamu tidak mendekatkan Eric pada Alana lagi," pinta Randy.
"Baiklah, sayang," sahut Delia manja. Namun di dalam hatinya, Delia bertekat untuk tetap mendekatkan Eric pada Alana karena ia ingin menghancurkan nama baik Alana. Tunggu saja, Alana. Kamu akan segera diceraikan oleh Randy, batin Delia dengan liciknya.
Setelah malam itu berlalu, Randy selalu menghindari Alana. Saat Alana datang membawa minuman hangat dan baju kerjanya, Randy tidak pernah keluar menemuinya. Randy hanya berbicara dengan Alana dari balik sekat ruangan saja, itu pun seperlunya. Ia juga tidak pernah sarapan di rumah dengan alasan terburu - buru. Sudah hampir seminggu ini Alana tidak pernah bertatap muka langsung dengannya. Alana cukup tahu diri dan membiarkan hal itu. Tetapi hari ini ia hendak berbicara yang lebih serius dengan Randy, yaitu tentang urusan kuliahnya.
"Randy, aku besok harus ke kampus, ada berkas yang harus aku urus. Bisakah kamu mengantar aku?" tanya Alana yang sudah menunggu Randy keluar dari ruang kerjanya untuk berangkat ke kantor. Randy terkejut melihat Alana yang sudah berdiri di depan pintu ruangan.
"Ada pak Tony yang akan mengantarmu, nanti akan kukirim nomornya padamu," jawab Randy cepat, lalu segera berpamitan berangkat kerja. Alana menghela nafasnya, mungkin Randy memang sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk mengantarnya seperti biasanya.
Dan di akhir minggu saat Alana ingin mengunjungi neneknya, Randy tidak ingin mengantarnya.
"Aku sedang ada acara, Alana. Kamu akan diantar pak Tony," begitu jawaban singkat Randy saat Alana mengutarakan maksudnya.
"Apakah nenek Ranita tidak akan mencarimu nanti?" tanya Alana khawatir.
"Aku akan menelepon nenekku dan beliau pasti memahami kalau aku sedang sibuk," jawab Randy tanpa menatapnya.
Alana mengangguk. Ia sudah merasakan akhir - akhir ini Randy tampak berubah, seolah sedang menjauhinya. Meski gadis itu cukup bersedih karena perubahan sikap suaminya, ia tetap berusaha menghibur diri. Yang penting ia masih bisa berakhir pekan bersama neneknya di desa yang sangat ia rindukan.
Di desanya, Alana berusaha menikmati hari - harinya meski ia tidak bersama suaminya. Ia menemui beberapa sahabatnya dan menginap di rumah nenek Ranita bersama nenek Mira.
Sementara itu, di kantor perusahaannya, Randy kembali bertemu Delia karena urusan pekerjaan. Fashion show akan dilanjutkan di luar negeri sebagai even promosi di ajang internasional.
"Kamu akan mengajak Alana lagi?" tanya Delia. Ia ingin mempertemukan Alana dengan Eric lagi.
"Tidak, karena Alana sudah akan masuk kuliah," jawab Randy.
Delia bingung bagaimana akan menghubungkan keduanya lagi, sedangkan ia juga tidak punya nomor ponsel Alana. Kini wanita cantik itu sedang memikirkan cara untuk mendapatkan nomor ponsel Alana agar bisa diberikan pada Eric.
Beberapa hari sudah berlalu sejak Randy pergi ke luar negeri. Dan hari ini Alana akan memulai masa orientasi kuliahnya. Pak Tony, sopir pribadinya yang sudah berusia paruh baya, mengantarnya berangkat ke kampus. Namun Alana turun di tempat yang agak jauh dari kampus dan berjalan kaki menuju ke kelasnya. Itu karena ia tidak ingin nampak menonjol dengan mobil mewah keluarga Randy yang mengantarnya. Ia ingin tampil sebagai Alana yang tampil apa adanya seperti mahasiswa lain pada umumnya. Di kampus ini tentu tidak ada yang menduga bahwa Alana sudah menikah dan menjadi istri seorang pemilik perusahaan fashion ternama.
"Hai, Alana!" panggil seorang gadis yang berlari tergopoh - gopoh mengikutinya dari belakang. Alana menoleh dan tersenyum dengan ceria. Itu adalah Meta, mahasiswi baru yang akrab dengannya. Meta berpenampilan tomboy, rambutnya pendek seperti laki - laki dan tubuhnya bongsor. Sejak awal pendaftaran Meta sudah akrab dengannya.
"Jangan berlarian, jam masuk masih cukup lama." ujar Alana.
"Fiuhh," Meta mengalungkan tangannya di pundak Alana sambil mengatur nafasnya.
"Kamu sudah membawa semua tugasnya?" tanya Meta, "ayo, diperiksa lagi."
"Sudah aku masukkan ke dalam tasku sejak tadi malam," jawab Alana santai.
"Aku mau lihat, apa benar seperti ini yang dimaksud?" Meta menunjukkan sebuah papan nama dari kardus yang berhiaskan daun dan bunga kering.
"Iya, betul, aku juga seperti itu, " Alana merogoh tasnya, ingin menunjukkan benda yang sama. Tetapi tiba - tiba wajahnya tampak panik, "tidak ada!" teriaknya.
"Hah? Katanya sudah dimasukkan sejak semalam?" tanya Meta heran sambil ikut membantu mencari di dalam tas Alana, tapi tidak ketemu. Tentu saja tidak ketemu, karena Friska sudah mengambilnya saat Alana sedang mandi dan menaruhnya di bawah tempat tidur agar terlihat seperti terjatuh, namun Alana tidak menyadarinya.
"Bagaimana ini, tidak akan cukup waktu untuk mencarinya di rumah," ujar Alana bingung.
"Iya, jamnya sudah tidak memungkinkan," sahut Meta sambil memandang kasihan pada Alana.
"Ya sudahlah, tidak apa - apa. Dijalani saja, dihukum juga tidak apa," Alana berkata dengan pasrah, lalu menggandeng tangan Meta untuk menuju ke kelas mereka.
Dan benar saja, Alana dihukum karena tidak membawa papan nama. Hukumannya berlari keliling lapangan 10 kali sambil meneriakkan 'nama saya Alana' karena ia tidak membawa papan nama yang merupakan tanda pengenal. Setiap bertemu seniornya, dia harus berkata "nama saya Alana' terlebih dulu. Demikian juga setiap akan berbicara dengan temannya, harus diawali dengan kalimat 'nama saya Alana'.
Pulangnya, Alana harus mengerjakan tugas yang sangat banyak, sementara ia sudah cukup kelelahan menjalani hukumannya tadi. Namun ia tetap dengan telaten mengerjakan tugasnya. Friska datang membawakan minuman jus jeruk lagi. Tentu saja sudah ada obat tidur lagi di dalamnya. Atas perintah Delia, ia memang berniat mengacaukan segala kegiatan kuliah Alana.
"Ehm ...," setelah beberapa tegukan, Alana berhenti meminumnya. Kenapa rasanya pahit lagi? pikirnya sambil memandangi gelas berisi cairan kuning pekat itu. Akhirnya ia meletakkan gelas jus jeruk itu di meja dan tidak melanjutkan meminumnya. Tapi ternyata, tetap saja ada efek mengantuk dari sedikit obat yang sempat terminum di dalam jus jeruk itu, ditambah fisiknya yang memang lelah secara alami. Akhirnya gadis itu pun tertidur di lantai, di antara kertas - kertas tugas yang mengelilinginya.
"Alana?" tiba - tiba ada guncangan halus di tubuh Alana. Karena terjaga dengan tiba - tiba, gadis itu terkejut dan bibir mungilnya segera berkata dengan gugup, "nama saya Alana ...,"
"Apa? Pfft ..." tiba - tiba sudah ada Randy yang sedang menahan tawa di hadapannya.
"Randy?? Kapan pulang?" tanya Alana sangat terkejut ketika menyadari siapa sosok yang ada di hadapannya saat ini. Apakah ini mimpi? pikir Alana sambil mengucek matanya.